Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat memberi materi di Lokakarya Media Massa bertemakan “Etika Jurnalistik dan Ranjau Hukum Pers Konvergensi” yang diselenggarkan Lembaga Pers DR. Soetomo di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin lalu (16/7/2018).

 

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis menegaskan, kewenangan melakukan sensor dan pembluran bukan menjadi ranah lembaganya. Kewenangan itu ada pada lembaga lain yang secara regulasi dan aturan berbeda dengan KPI yang bermuara pada UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

“Ada penafsiran yang salah soal KPI terkait kewenangan pembluran dan sensor siaran. Setiap film atau drama sinetron harus melalui penyaringan di lembaga sensor film. Karena memang itu menjadi kewenangan LSF,” jelasnya pada peserta Lokakarya Media Massa bertemakan “Etika Jurnalistik dan Ranjau Hukum Pers Konvergensi” yang diselenggarkan Lembaga Pers DR. Soetomo di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin lalu (16/7/2018).

Menurut Andre, aturan yang terdapat dalam P3SPS KPI sudah sangat jelas mengatur apa yang boleh dan tidak disiarkan di lembaga penyiaran. Aturan ini menjadi patokan lembaga penyiaran untuk menentukan kebijakan mereka dalam melakukan editing terhadap siarannya. 

“Terkadang ketika sumber daya manusia di lembaga penyiaran berganti, mereka harus membaca ulang aturan kami dan ini menjadi masalah karena pemahaman mereka belum penuh terhadap aturan penyiaran karena mengulang dari awal,” jelasnya.

Persoalan lainnya, UU Penyiaran dan UU Perfilman memiliki pandangan berbeda ketika melihat sebuah tayangan seperti film. Menurutnya, film yang diperuntukan tayang di bioskop tidak sama dengan film yang siarkan di lembaga penyiaran televisi. “Fleksibelitasnya tidak sama karena aturan televisi sangat ketat dan menggunakan frekuensi yang merupakan ranah publik karenanya pemahaman regulasi penyiaran dan perfilman sering berbenturan,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Terkait penerapan etika jurnalistik, Ketua KPI Pusat meminta kalangan media khususnya jurnalis  televisi agar mengunakan etika pada saat menjalankan proses pewartaan. Selain itu, jurnalis harus mengedepankan kecerdasan jurnalistiknya melihat kondisi saat ini seperti kasus terorisme. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, dalam acara media gathering yang diselenggarakan KPPPA di bilangan Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  (KPPPA) meminta media penyiaran berperan aktif dalam pengembangan dan bangun anak di Indonesia. Upaya ini dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Negara layak anak atau Indonesia Layak Anak (IDOLA) pada 2030 mendatang.

Peran  aktif tersebut dengan menyajikan siaran yang menginspirasi dan mengedukasi masyarakat terutama keluarga. Berdasarkan survey dari salah satu lembaga rating menyatakan tingkat penetrasi publik di tanah air terhadap media penyiaran, khususnya televisi, terbilang tinggi hingga 91%. Televisi pun dinilai masih memiliki potensi sebagai media yang dapat mempengaruhi publik.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menilai, potensi yang ada di media penyiaran harus dimanfaatkan untuk tujuan positif melalui penyajian konten-konten yang edukatif, inspiratif dan inovatif. Media penyiaran pun harus ikut membantu mencarikan solusi bagi pengembangan anak-anak di Indonesia.

“Televisi masih menjadi media favorit bagi masyarakat. Karenanya, sangat tepat jika media penyiaran mendukung upaya membangun anak Indonesia dan cita-cita bersama mewujudkan Indonesia Layak Anak,” katanya dalam acara media gathering yang diselenggarakan KPPPA di bilangan Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Dewi menegaskan, perlindungan terhadap anak dalam penyiaran menjadi prioritas utama lembaganya. Hal ini dilandasi amanah yang terdapat dalam Pasal 36 UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Karena prioritas, KPI berkepentingan menilai bagaimana anak diperlakukan dalam media televisi.

“Ketika dampak dari media internet mengkhawatirkan kita, seharusnya media mainstream seperti lembaga penyiaran menjadi rujukan alternatif. Karenanya, jadikanlah media penyiaran sebagai media yang aman bagi anak-anak,” jelas Dewi. 

Berdasarkan catatan dari KPPPA, populasi anak-anak di Indonesia saat ini mencapai 87 juta jiwa. Sebagian besar dari anak-anak itu menjadikan televisi sebagai pengisi waktu luang. “Kondisi ini harus juga menjadi perhatian kami, karena banyak acara yang secara kemasan bagus tapi secara substansi kurang baik. Hal ini jelas tidak berbanding lurus,” kata Dewi.

Di tempat yang sama, Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Lenny N. Rosalin mengatakan, peran media yang utama dalam pengembangan anak dengan mengedukasi keluarga. Edukasi itu menyangkut keterlibatan orangtua mendampingi anak-anaknya.

“Di banyak negara, pendampingan anak  dinilai sangat efektif untuk membangun anak. Pendampingan ini penting menyangkut bagaimana masa depan mereka nanti. Karena itu, kami berharap media untuk sama-sama melakukan upaya edukasi terhadap keluarga di Indonesia supaya mereka paham bagaimana membangun anak-anaknya,” jelas Lenny.

Menurut Lenny, ada empat prinsip yang diterapkan dalam membangun anak. Pertama, tidak melakukan diskriminasi. Kedua, kepentingan terbaik untuk anak-anak tersebut. Ketiga, menghormati hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangannya. Keempat, menghargai pandangan anak. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini.

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan iklan produk yang tayang di media penyiaran tidak boleh mengandung upaya menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi publik. Kualitas, kinerja, harga asli dan ketersediaan dari produk atau jasa iklan yang diiklankan harus disampaikan dengan sebenar-benarnya. 

Pernyataan tersebut disampaikan KPI terkait keluarnya surat edaran dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang iklan produk susu kental manis yang tidak bisa digunakan sebagai pelengkap gizi dan dilarang melibatkan anak-anak dalam iklan tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menjelaskan, KPI selalu mengedepankan kepentingan publik, terutama anak-anak sebagai kelompok khusus. “Anak-anak sangat rentan terpengaruh dan menerima dampak negatif tayangan,” katanya kepada kpi.go.id.

Menurut Dewi, informasi yang disampaikan dalam iklan haruslah proposional dan sesuai dengan kenyataan alias tidak mengada-ada. Apalagi jika iklan tersebut ditujukan untuk konsumen anak dan remaja.

KPI akan melakukan tindakan tegas jika mendapati iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, mengandung kebohongan, atau bahkan menyesatkan yang tayang di media penyiaran, baik secara visual maupun verbal. 

“Jika produk itu tidak sesuai baik soal kandungan produk atau bahkan berlebihan, KPI akan melakukan langkah sesuai mekanisme berlaku dengan terlebih dahulu menerima masukan dan rekomendasi  dari lembaga yang berwenang dan memiliki kapasitas untuk menilai kelayakan iklan dan substansi produk dalam iklan,” jelas Dewi.

Berdasarkan surat edaran BPOM tersebut, KPI menafsirkan bahwa produk susu kental manis mengandung kadar susu yang sedikit, sehingga tidak bisa disamakan dengan susu penambah gizi seperti susu formula, melainkan hanya sebagai pelengkap sajian.

Terkait jam tayang, Dewi memaparkan, regulasi KPI mengatur adanya klasifikasi siaran, yaitu klasifikasi P (Pra Sekolah) untuk anak-anak usia 5 – 7 tahun dengan jam tayang pukul 05.00 – 09.00 dan 15.00 – 18.00. Sedangkan untuk Klasifikasi A (Anak-anak) untuk usia 7 – 12 tahun dengan jam tayang antara pukul 05.00 – 18.00. Adapun untuk Klasifikasi R (Remaja) untuk usia 13 – 18 tahun, dan Klasifikasi D (Dewasa) untuk usia di atas 18 tahun dengan jam tayang antara pukul 22.00 – 03.00.

“Klasifikasi tersebut seharusnya menjadi panduan bagi media penyiaran agar menempatkan iklan di jam yang tepat. Di jam tayang untuk acara anak semestinya iklan sesuai dengan peruntukan segmen, dan tidak boleh diselingi dengan iklan dewasa,” kata Dewi.

Dewi menegaskan pihaknya berharap televisi dan radio semakin selektif dan teliti dalam memilih dan menayangkan iklan. Begitu pula dengan produsen produk maupun para kreator iklan agar membuat iklan yang proporsional serta tidak menyesatkan, demi melindungi penonton atau pendengar usia anak. ***

 

 

Jakarta - KPI Pusat kembali menggelar kegiatan Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Sekolah P3SPS Angkatan XXIX ini akan diselenggarakan pada 19-20 Juli 2018, di Surabaya.    

Peserta Sekolah P3SPS terdiri dari praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa dan masyarakat umum. Pelaksanaan program yang bertujuan untuk mengembangkan soft skill dan profesionalitas praktisi penyiaran ini tidak memungut biaya apapun. Untuk penyelenggaraan Sekolah Angkatan XXIX ini berkat kerjasama KPI Pusat dan Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.  

Dikarenakan keterbatasan peserta yang hanya 35 Orang, berikut nama-nama yang bisa mengikuti Sekolah P3SPS Angkatan XXIX. Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya Hotel Crown Prince pada pukul 08.00 dan membawa foto ukuran 3x4, dua lembar (satu lembar ditempel di sertifikat, 1 lembar untuk arsip). 

 

Berikut di bawah ini nama peserta Sekolah P3SPS KPI Angkatan XXIX:

Ayudha Eka Ramadhoni (Institut Seni Indonesia Surakarta)

Ariyanto (LPPL Radio Suarajombang fm)

Moch Hisyam Farchan Arifin (Universitas Darussalam Gontor)

Risma Erina Aini (LPPL RADIO PERSADA FM)

Apriliana Aslihatul Kirom (Universitas Sunan Giri Surabaya)

Febristo Robby Dullah (PT. Radio Shamsindo Indonusa)

Agus Hariyanto (PT. Radio Kali Jaga Jaya)

Mahfud (PT. SENTRAL SUARA ASIA)

Zulkifli (Bonek tv / radio bonek)

Pieter Novianus W (TV komunitas)

Lukman Chairul Marzuki (PT Jawa Pos Media Televisi (JTV)

Endang Rahayu Naningsih (LPPL RGR FM Tulungagung)

Siti Rohmah (LPPL RADIO MAHARDHIKA FM)

Muhamad Zazuli Yusuf (KPID Jatim)

Andika Prasada Yanuar Sitorus (Universitas Brawijaya)

Michelle noor azzaro (Universitas negeri Surabaya)

Meirifandrianto (Kompas TV)

Kukuh Wahyu (PT ELANG CITRA PERKASA (SCTV SURABAYA)

Anang Suharto (TV9 NUsantara)

Rena Fitria Paraswati (TV9 NUsantara)

Eko Prasetiyo (INDOSIAR SURABAYA).

Yose Kans Pangaraya (KPID KALIMANTAN BARAT)

Iwan Kurniawan (KPID Kalimantan Barat)

Putri Aisyiyah Rachma Dewi (Universitas Negeri Surabaya)

Muhammad Ravi (Universitas Negeri Surabaya)

Sri wahyuni (KPID Jatim)

Tri Tjahjo Wibowo (RTV Surabaya)

Aking wijang pambudi (RTV Malang)

Prihadi (Metro TV Jawa Timur)

Ilham Diyanta (AREK Televisi Jatim)

Fonda August (BBS TV Surabaya)

Yasmani Nur Adi (MNC Biro Jatim)

Rifdah (BBS TV Surabaya)

Ahmad Shoim (NET.TV)

 

Jakarta -- Paham radikal dan intoleransi tidak boleh diberi ruang dan berkembang di media penyiaran. Keutuhan dan keamanan negara menjadi prioritas utama. Hal itu diungkapkan Relawan Independen (Raden) saat berkunjung ke KPI Pusat.

Juru bicara Raden, Prastopo mengatakan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus mengatasi adanya potensi siaran yang mengandung paham-paham tersebut di lembaga penyiaran. “Belakangan ini, sebaran paham radikal dan intoleransi makin berkembang dan hal itu sangat memprihatinkan. Kami menilai hal ini sangat membahayakan kehidupan bernegara. Karena itu kami datang ke KPI,” katanya.

Menanggapi permintaan itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, yang menerima kedatangan Raden mengatakan, pihaknya akan melakukan tindakan terhadap lembaga penyiaran yang menayangkan konten berbau radikal dan intoleransi. “Apapun itu acaranya jika sampai menjelekkan agama lain, persoalan sensitif dan kontroversi,” tegasnya yang diamini Asisten Ahli Komisioner KPI Pusat, Achmad Zamzami.

Dewi mengutarakan yang harus dikhawatirkan sekarang adalah penyebaran paham-paham tersebut melalui media sosial seperti facebook, youtube dan media non mainstream lainnya. “Media mainstream sekarang hampir sudah bersih dari konten-konten demikian. Tapi, kami tetap menerima masukan dari publik dan akan kami sampaikan ke lembaga penyiaran,” katanya.

Menurut Dewi, isi siaran haruslah berisikan hal-hal yang manfaat, penuh edukasi dan sesuai peraturan. Tayangan tidak mendidik ini menjadi permasalah KPI karena begitu banyak program yang secara kemasan menarik tapi dari isi tidak berkualitas. “Hal ini menjadi problem di TV meskipun tidak ada pelanggarannya. Tapi kami tetap berusaha menjalankan sesuai UU Penyairan dan P3SPS,” tambah Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran ini.

Selain masalah radikal dan intoleransi, pertemuan itu membahas kualitas tayangan anak dan program khusus perempuan. Menurut Raden, tayangan yang ramah anak dan perempuan belum banyak dan sesuai harapan.

“Sinetron-sinetron yang memperlakukan perempuan secara tidak semena-mena sering ditayangkan meskipun pada jam malam. Tolong evaluasi ulang apakah tayangan untuk anak-anak sudah memenuhi kriteria untuk mereka,” pinta Ketua Umum Raden, Neti Herawati.

Dalam kesempatan itu, Raden mengapresiasi kinerja KPI sejak UU Penyiaran lahir untuk kemajuan penyiaran serta perbaikan kualitas isi siaran di lembaga penyiaran. ***   

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.