- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 15670
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, ketika menyampaikan orasi ilmiah di depan acara wisuda Universitas Gunadarma, Minggu (15/12/2019) lalu.
Jakarta -- Perkembangan teknologi komunikasi sekarang ini harus diimbangi dengan kesiapan sumber daya manusia yang mumpuni. Kemampuan beradaptasi dan mampu melahirkan kreasi serta ide terbarukan akan membuka peluang baru di tengah perubahan yang begitu cepat dan massif.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Agung Suprio, dalam orasi ilmiah di depan ribuan wisudawan dan wisudawati Universitas Gunadarma, Minggu (15/12/2019). Ia pun meminta para wisudawan dan wisudawati bersiap diri menghadapi era industri 4.0 dan juga 5.0.
“Keutungan dari digital ini akan memunculkan profesi baru dan ini akan menjanjikan generasi milineal atau teman teman yang baru lulus. Inilah yang harus saya katakan, kita harus terbuka dengan perkembangan zaman. Jika sudah masuk ke era 5.0 akan kita temukan banyak profesi dan penemuan baru,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Agung menyinggung persoalan transisi teknologi penyiaran di Indonesia yang hingga saat ini belum terealisasi. Padahal, migrasi dari analog ke digital ini sangat mempengaruhi banyak hal, salah satunya menghilangkan wilayah blankspot di tanah air.
“Buthan dan Negeria, sudah melakukan migrasi terhadap penyiarannya. Adapun kita masih belum dan tertinggal. Padahal, jika kita sudah imigrasi, kanal sisanya dapat digunakan untuk internet dan hal ini memberi ruang menggunakan teknologi 5.0,” tutur Agung.
Berkembangnya teknologi, lanjut Agung, membuat lembaga penyiaran tak hanya berkompetisi dengan sesama tapi juga platform media lain seperti youtube dan lainnya. Dia juga mengingatkan saat peralihan ke digital, media penyiaran harus berpikir menayangkan konten yang kreatif yang dapat dinikmati penonton sekaligus menyebarkan di media baru. “Saat ini saja, pertumbuhan iklan di TV sudah tidak seperti dulu lagi. Pengusaha sudah banyak mengiklankan di media baru. Setiap hari selalu terjadi kenaikan penonton di media baru,” katanya.
Saat ini, orang lebih banyak mengkonsumsi tayangan dari smartphone. Fenomena ini mestinya diikuti oleh adanya regulasi yang mengatur dan mengawasi. “Di forum ini, saya ingin katakan pengaturan terhadap media baru menjadi konsern kita bersama. Bagaimana pun setiap media baru yang bersiaran dan berdampak terhadap publik itu harusnya diatur. Di negara lain saja sudah diatur. Pemerintah, stakeholder, masyarakat termasuk DPR, harus memastikan bahwa media baru ini harus diatur demi tercapainya tujuan penyiaran,” tandas Agung. ***