Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini.

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan iklan produk yang tayang di media penyiaran tidak boleh mengandung upaya menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi publik. Kualitas, kinerja, harga asli dan ketersediaan dari produk atau jasa iklan yang diiklankan harus disampaikan dengan sebenar-benarnya. 

Pernyataan tersebut disampaikan KPI terkait keluarnya surat edaran dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang iklan produk susu kental manis yang tidak bisa digunakan sebagai pelengkap gizi dan dilarang melibatkan anak-anak dalam iklan tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menjelaskan, KPI selalu mengedepankan kepentingan publik, terutama anak-anak sebagai kelompok khusus. “Anak-anak sangat rentan terpengaruh dan menerima dampak negatif tayangan,” katanya kepada kpi.go.id.

Menurut Dewi, informasi yang disampaikan dalam iklan haruslah proposional dan sesuai dengan kenyataan alias tidak mengada-ada. Apalagi jika iklan tersebut ditujukan untuk konsumen anak dan remaja.

KPI akan melakukan tindakan tegas jika mendapati iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, mengandung kebohongan, atau bahkan menyesatkan yang tayang di media penyiaran, baik secara visual maupun verbal. 

“Jika produk itu tidak sesuai baik soal kandungan produk atau bahkan berlebihan, KPI akan melakukan langkah sesuai mekanisme berlaku dengan terlebih dahulu menerima masukan dan rekomendasi  dari lembaga yang berwenang dan memiliki kapasitas untuk menilai kelayakan iklan dan substansi produk dalam iklan,” jelas Dewi.

Berdasarkan surat edaran BPOM tersebut, KPI menafsirkan bahwa produk susu kental manis mengandung kadar susu yang sedikit, sehingga tidak bisa disamakan dengan susu penambah gizi seperti susu formula, melainkan hanya sebagai pelengkap sajian.

Terkait jam tayang, Dewi memaparkan, regulasi KPI mengatur adanya klasifikasi siaran, yaitu klasifikasi P (Pra Sekolah) untuk anak-anak usia 5 – 7 tahun dengan jam tayang pukul 05.00 – 09.00 dan 15.00 – 18.00. Sedangkan untuk Klasifikasi A (Anak-anak) untuk usia 7 – 12 tahun dengan jam tayang antara pukul 05.00 – 18.00. Adapun untuk Klasifikasi R (Remaja) untuk usia 13 – 18 tahun, dan Klasifikasi D (Dewasa) untuk usia di atas 18 tahun dengan jam tayang antara pukul 22.00 – 03.00.

“Klasifikasi tersebut seharusnya menjadi panduan bagi media penyiaran agar menempatkan iklan di jam yang tepat. Di jam tayang untuk acara anak semestinya iklan sesuai dengan peruntukan segmen, dan tidak boleh diselingi dengan iklan dewasa,” kata Dewi.

Dewi menegaskan pihaknya berharap televisi dan radio semakin selektif dan teliti dalam memilih dan menayangkan iklan. Begitu pula dengan produsen produk maupun para kreator iklan agar membuat iklan yang proporsional serta tidak menyesatkan, demi melindungi penonton atau pendengar usia anak. ***

 

 

Jakarta -- Paham radikal dan intoleransi tidak boleh diberi ruang dan berkembang di media penyiaran. Keutuhan dan keamanan negara menjadi prioritas utama. Hal itu diungkapkan Relawan Independen (Raden) saat berkunjung ke KPI Pusat.

Juru bicara Raden, Prastopo mengatakan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus mengatasi adanya potensi siaran yang mengandung paham-paham tersebut di lembaga penyiaran. “Belakangan ini, sebaran paham radikal dan intoleransi makin berkembang dan hal itu sangat memprihatinkan. Kami menilai hal ini sangat membahayakan kehidupan bernegara. Karena itu kami datang ke KPI,” katanya.

Menanggapi permintaan itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, yang menerima kedatangan Raden mengatakan, pihaknya akan melakukan tindakan terhadap lembaga penyiaran yang menayangkan konten berbau radikal dan intoleransi. “Apapun itu acaranya jika sampai menjelekkan agama lain, persoalan sensitif dan kontroversi,” tegasnya yang diamini Asisten Ahli Komisioner KPI Pusat, Achmad Zamzami.

Dewi mengutarakan yang harus dikhawatirkan sekarang adalah penyebaran paham-paham tersebut melalui media sosial seperti facebook, youtube dan media non mainstream lainnya. “Media mainstream sekarang hampir sudah bersih dari konten-konten demikian. Tapi, kami tetap menerima masukan dari publik dan akan kami sampaikan ke lembaga penyiaran,” katanya.

Menurut Dewi, isi siaran haruslah berisikan hal-hal yang manfaat, penuh edukasi dan sesuai peraturan. Tayangan tidak mendidik ini menjadi permasalah KPI karena begitu banyak program yang secara kemasan menarik tapi dari isi tidak berkualitas. “Hal ini menjadi problem di TV meskipun tidak ada pelanggarannya. Tapi kami tetap berusaha menjalankan sesuai UU Penyairan dan P3SPS,” tambah Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran ini.

Selain masalah radikal dan intoleransi, pertemuan itu membahas kualitas tayangan anak dan program khusus perempuan. Menurut Raden, tayangan yang ramah anak dan perempuan belum banyak dan sesuai harapan.

“Sinetron-sinetron yang memperlakukan perempuan secara tidak semena-mena sering ditayangkan meskipun pada jam malam. Tolong evaluasi ulang apakah tayangan untuk anak-anak sudah memenuhi kriteria untuk mereka,” pinta Ketua Umum Raden, Neti Herawati.

Dalam kesempatan itu, Raden mengapresiasi kinerja KPI sejak UU Penyiaran lahir untuk kemajuan penyiaran serta perbaikan kualitas isi siaran di lembaga penyiaran. ***   

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan Siswa Pendidikan Kursus Perwira (Suspa) Humas Masyarakat (Humas) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angakatan Udara (AU) Angkatan XIII, Selasa (10/8/2018). Kedatangan para Perwira TNI AU diterima langsung Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, Ubaidillah dan Dewi Setyarini di Kantor KPI Pusat, Djuanda, Jakarta.

Letnan Kolonel AU Suroji, kepala rombongan menyampaikan, kedatangan ke KPI Pusat bagian dari peningkatan wawasan pengetahuan peserta kursus mengenai penyiaran di tanah air. “Kami berharap pencerahan dari KPI Pusat terkait media penyiaran karena erat kaitannya dengan tugas kami,” katanya membuka pertemuan.

Sementara itu, salah satu peserta pendidikan, Sus Siswoyo, mengeluhkan isi siaran televisi sekarang yang kurang menyajikan hal-hal yang manfaat dan mendidik. Kondisi sekarang berbeda dengan isi siaran pada saat dirinya masih kecil. “Dulu pada saat saya kecil, televisi berisikan hal-hal yang mendidik. Hal ini sangat merisaukan karena anak-anak kita tidak terproteksi tanpa pendampingan orangtua,”  jelasnya.

Hal lain yang dikhawatirkan Siswoyo yakni konten di media sosial seperti youtube dan facebook. Menurutnya, persoalan konten media sosial harus diatur secara tegas dan bila perlu masuk dalam revisi UU Penyiaran. “Apakah tidak bisa dipaksakan dalam Undang-undang baru agar konten-konten negatif tidak mengganggu. Kami sangat kewalahan soal ini karena banyak pelanggarannya,” katanya.

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, keluhan masyarakat terhadap media sosial banyak diterima KPI Pusat. Sayangnya, kewenangan KPI menurut UU Penyiaran Tahun 2002 hanya sebatas penyiaran. 

Menurut Ubaid, panggilan akrabnya, ruang kosong ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama karena efek negatifnya sangat besar dan luas. “Hal lain yang perlu kita pikirkan adalah dampak bisnisnya terhadap lembaga penyiaran serta Negara karena banyak iklan yang sudah berpindah ke media-media tersebut,” jelas Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini.

Hal senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini. Menurutnya, kerugian tersebut akibat belum adanya UU yang mencakup media sosial. “Belum lagi persoalan digitalisasi di dalamnya,” kata Dewi.

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, resiko yang diakibatkan dampak buruk media sosial sangat terbuka. “Potensi dari dampak yang diakibatkan media sosial jauh lebih besar,” paparnya. ***

 

 

Seoul - Agung Suprio menghadiri undangan Korea Comunications Commision (KCC) dalam acara 2018 International Co-production Conference di Korea Selatan (Korsel). Acara yang mengangkat tema International Broadcasting Contents Exchange in the Era of the 4th Industrial Revolution ini menghadirkan narasumber peserta dari beberapa negara seperti Indonesia, Korea, India, Vietnam, Thailand dan Mongolia.

Mewakili delegasi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung memaparkan materinya dan memperkenalkan Pancasila sebagai ideologi dan nilai dasar penyiaran di Indonesia. "Komisi Penyiaran Indonesia bertugas menjamin informasi yang sampai pada masyarakat sesuai dengan nilai dan ideologi bangsa Indonesia, Pancasila," tuturnya, beberapa waktu lalu.

Komisioner yang akrab disapa Agung ini menjelaskan Pancasila mengandung nilai-nilai Ketuhanan (Believe in God),  Kemanusiaan (Humanity), Persatuan (Nationalism), Demokrasi (Democracy) dan Keadilan Sosial (Social Justice).

Selain itu, Agung Suprio juga menjelaskan kondisi pertelevisian Indonesia di tengah era digital. "Era digital menjadi peluang baru bagi Indonesia untuk menciptakan dunia penyiaran semakin berkualitas dan upaya demokratisasi konten," ucapnya yang disambut meriah tepuk tangan hadirin. ***

 

 

Filipina – Semakin banyak masyarakat Filipina beralih ke teknologi digital dalam menonton televisi. Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Pulse Asia, tercatat lebih dari separuh jumlah total rumah tangga di ibukota Filipina sekarang menonton televisi digital melalui set-top box. 

Menurut data Pulse Asia 51 persen rumah tangga di Ibu kota Filipina saat ini memiliki Set – Top box, sementara secara keseluruhan 16 persen rumah tangga di Filipina sekarang menonton acara televisi favorit mereka menggunakan teknologi digital.

Pemerintah Filipina memulai wacana menuju televisi digital pada tahun 2013, ketika National Telecommunications Commission memilih teknologi Jepang dibandingkan teknologi Eropa karena faktor biaya yang lebih murah serta adanya built-in warning system. 

National Telecommunications Commission mengatakan televisi analog akan dihentikan secara total pada 2023 yang diprediksi 95 persen masyarakat filipina telah beralih menonton siaran TV digital. Red dari businessmirror.com 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.