Solo - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan kegiatan Literasi Media dengan tema “Memilih Siaran yang Berkualitas” di Hotel Lor in Solo Kab. Karanganyar, Kamis (25/10/2018) dengan para narasumber Dewi Setyarini, M.Si (Komisioner KPI Pusat), Budiyono (Tenaga Ahli Anggota DPR RI), dan M. Rikza Chamami, M.Si (Dosen UIN Walisongo Semarang) serta moderator Dini Inayati, ST (Komisioner KPID Jawa Tengah).

Mengawali literasi, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menyatakan, pengelola radio dan televisi memiliki tanggungjawab menyajikan siaran yang berkualitas. Menurutnya, Jika isi siarannya bagus dan masyarakat menikmati dengan baik, maka masyarakat akan semakin cerdas.

Dewi pun menegaskan bahwa potensi dan minat menonton TV bagi anak muda sangat tinggi. Jika generasi muda disajikan siaran televisi yang mendidik dan menghibur, kualitas anak bangsa akan lebih baik.

Menurutnya, KPI Pusat selalu mendorong lembaga penyiaran untuk taat dan patuh pada aturan penyiaran dengan membuka Sekolah P3SPS. "Kalau para pengelola lembaga penyiaran sudah paham aturan penyiaran, kualitas isi siaran harus lebih baik dan mengedukasi masyarakat," tegas Dewi.

Tenaga Ahli Anggota Komisi I DPR RI Budiyono mengingatkan jangan sampai siaran televisi dan radio hanya dijadikan lahan industri yang dikuasai oleh kelompok tertentu. "Frekuensi itu barang langka yang dikuasai Pemerintah, maka pemilik radio dan TV harus taat pada regulasi penyiaran," tandasnya.

Di tahun politik ini, dia berharap televisi memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat dengan baik. "Jangan ada lagi berita hoax yang ikut dipublikasi di layar kaca karena akan membuat masyarakat gaduh. Ilmu jurnalistik itu penting bagi lembaga penyiaran," imbuh Budi.

Sementara akademisi UIN Walisongo Semarang M Rikza Chamami menekankan perlunya jiwa kritis dalam melihat tayangan TV dan siaran radio. "Kalau masyarakat kritis pada isi siaran, maka semua isi siaran otomatis menjadi berkualitas," katanya.

Salah satunya adalah melaporkan setiap pelanggaran isi siaran pada KPID dan KPI Pusat. "Indonesia sudah memiliki aturan baku soal penyiaran, itu harus dihormati," imbuhnya. Jadi hari ini yang dibutuhkan adalah siaran radio dan TV sesuai dengan jiwa kebangsaan yang damai dan rukun. MNH

 

 

Pati - Informasi dan hiburan menghampiri masyarakat melalui media televisi. Media telah berhasil mendoktrin kita dari ujung rambut sampai telapak kaki, dipengaruhi iklan. Televisi sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dari keluarga Indonesia. Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah, Asep Cuwantoro saat menjadi narasumber kegiatan Literasi Media di Madrasah Aliyah (MA) Tarbiyatul Banin, Pati, Selasa (23/10/2018).

“Media yang dikelola swasta kontennya cenderung diarahkan pada kepentingan bisnis dan pemilik. Media secara umum lebih suka memberitakan bad news is good news dan kerap bernada pesimis, sinis, konsumeris, narsis, dan mistis,” katanya.

Literasi media dengan tema “Peran Pelajar Melalui Media Sebagai Pemersatu Bangsa dalam Pemilu 2019” ini diikuti oleh pelajar dari MTs dan MA Tarbiyatul Banin beserta guru pembimbing. Kegiatan diawali dengan sambutan ucapan selamat datang oleh Kepala MA Tarbiyatul Banin, KH Ahmad Adib Al Arif dan dibuka secara resmi oleh Komisioner KPID Jawa Tengah, Sonakha Yuda Laksono.

Asep dalam materinya yang berjudul “Dahsyat Dampak Siaran Televisi Kita” mengatakan, generasi muda harus kritis terhadap media. Mampu memilah dan memilih tayangan yang baik dan tidak.

Kegiatan yang dimoderatori oleh Yusuf Hasyim ini juga mengahadirkan Ali Mansyur HD, Sekretaris  Komisi A DPRD Jawa Tengah. Menurut Ali, media bisa memiliki dampak negatif, antara lain, mengubah perilaku dan norma budaya ketimuran, serta mendorong perilaku konsumerisme.

“Media bisa membuat orang lebih agresif karena penonton bisa meniru tayangan TV, misalnya, kekerasan. Membuat hubungan kekeluargaan merenggang karena terlalu asyik menonton TV, terlalu banyak hiburannya dibanding acara yang informatif dan mendidik. Khusus untuk televisi, bisa merusak mata, menimbulkan kecemasan, perilaku seksual pranikah remaja, bahkan trauma,” paparnya.

Untuk menangkal dampak negatif, ia memberikan tips agar masyarakat cerdas dalam menggunakan media. Pertama, kendalikan diri saat mengonsumsi media, jangan sampai kecanduan. Kedua, selalu kritis, jangan mudah percaya dan terpengaruh isi media, termasuk terhadap iklan. Ketiga, menonton TV bagian dari pemenuhan kebutuhan informasi dan hiburan semata, bukan keinginan dan pelampiasan. Keempat, atur waktu menonton sesuai kategori usia penggolongan program acara. Kelima, anak-anak harus didampingi saat menonton TV, pilihlah acara yang mendidik.

“Jangan tonton acara yang tidak bermutu. Juga harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Jangan menyebar hoaks, ujaran kebencian dan mempertentangkan SARA,” ungkapnya. Red dari KPID Jateng

 

 

Medan – Hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode II mendapat apresiasi Perusahaan Periklanan Indoensia (P3I). KPI dan P3I sepakat untuk mendorong pengiklan untuk memasang iklan produk mereka pada tayangan yang berkualitas. Kesepakatan itu tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani, beberapa hari lalu.

Hal tersebut disampaikan Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang saat membuka FGD (focus grup diskusi) Panel Ahli Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI 2018 Periode III di kota Medan, Sumatra Utara, Rabu (24/10/2018).

FGD Tim Panel Ahli merupakan salah satu rangkaian acara survei indeks kualitas program siaran yang dilaksanakan serentak di 12 kota di Indonesia. 

Di awal diskusi, tim panel ahli membahas mengenai program talkshow. Menurut Marina Nasution, praktisi penyiaran, program talkshow saat ini telah mengalami peningkatan dibanding sebelumnya. 

“Walau terjadi peningkatan, namun unsur Islam sentris masih dapat ditemukan pada beberapa program. Selain Islam sentris keberpihakan pandangan politik juga menjadi permasalahan,” ujar Marina.

Selanjutnya, Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), Musdalifah, menyampaikan pandangan soal tayangan anak yang dinilai masih dianaktirikan alias kurang mendapat perhatian para stakeholder penyiaran. 

Saat ini, lanjut dia, tayangan TV masih dikuasai program untuk remaja dan dewasa. Jika dibiarkan hal ini akan memberi dampak terhadap psikologis anak. “Anak – anak masih belum mampu untuk memfilter tayangan dan mereka masih menelan mentah – mentah seluruh informasi yang ada di televisi,” papar Musdalifah. 

Diakhir FGD, KPI Pusat menyampaikan buku hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode II KPI 2018 kepada Dekan USU dan seluruh panel ahli. “Diharapkan hasil survei ini dapat bermanfaat untuk para stakeholder,” tutup Maruli.

 

 

 

Balikpapan -- Agung Suprio, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, menghadiri undangan Diskusi Terarah Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas Radio. Kegiatan ini digelar di Hotel Novotel Balikpapan, oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaran Penyiaran Pos Dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kamis (25/10/2018).

Pria yang akrab disapa Agung ini menjelaskan bahwa Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) termasuk Radio Komunitas, keberadaannya penting sebagai medium informasi. "Radio Komunitas menjadi medium informasi alternatif bagi masyarakat," tuturnya. 

“Pasalnya, radio komunitas akan menyajikan informasi yang sesuai kebutuhan komunitas masyarakat," lanjutnya lugas.

Hal ini diungkapkan mengingat informasi yang disajikan oleh lembaga penyiaran lainnya masih cenderung umum. "Dengan radio komunitas, saya rasa diversity of content menjadi implementatif," ungkap Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat itu.

Selain itu, ia berharap agar radio komunitas mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah, dalam hal ini Kominfo. "Bersama KPI, saya berharap agar Kominfo,  memberikan dukungan terhadap radio komunitas untuk tetap eksis dan memberikan manfaat informasi bagi masyarakat," kata Agung Suprio. Mat

 

Yogyakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta bicara blak-blakan soal Undang-undang Penyiaran no 32 tahun 2002. Ia menyatakan, UU Penyiaran tersebut sudah tidak layak dan ketinggalan zaman. Untuk itu, Sekretaris Fraksi PKS itu berharap agar UU Penyiaran tersebut bisa segera direvisi.

"UU Penyiaran sudah tidak layak, sudah ketinggalan zaman, harus direvisi," ujar Sukamta saat menjadi pembicara di acara Literasi Media bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Hotel Grand Mercure, Yogyakarta, (23/10/2018). Turut dalam acara itu Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.

Kepada peserta literasi, Sukamta mengatakan bahwa hingga saat ini RUU Penyiaran tidak berjalan sama sekali. Pasalnya, dalam RUU tersebut, banyak membicarakan soal frekuensi.

"Sampai hari ini, RUU mandeg. Dijadwalkan untuk dibahas saja tidak, karena di dalamnya banyak sekali yang harus dibahas soal frekuensi. Undang-Undang yang lama masih mengatur analog semua, sedangkan sekarang semua sudah digital. Kami Komisi I berusaha dengan segala cara agar RUU ini bisa segera dibahas," kata DPR daerah pemilihan Yogyakarta tersebut.

Soal frekuensi, Sukamta menjelaskan bahwa di zaman digital saat ini satu frekuensi bisa dipecah untuk penyiaran 5 sampai 15 kanal televisi. Untuk itu, negara harus mengatur sumber daya frekuensi yang terbatas dan lembaga penyiaran harus izin ke negara. Pasalnya, satu frekuensi saja secara hitungan ekonomi berpotensi bisa mencapai penghasilan Rp 50 triliun per tahun.

"Kira harus atur, karena frekuensi ini terbatas. Harus dikuasai negara dan lembaga penyiaran harus izin ke negara dan tidak boleh diperjualbelikan," paparnya.

Tujuan adanya RUU ini, tambah Sukamta, kami ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. "Untuk itu, masalah isi siaran kita rancang aturannya di RUU yang baru," katanya.*

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.