Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanty, saat menyampaikan materi di depan Peserta Sekolah P3 dan SPS KPI Angkatan XXVI, Selasa (6/2/2018).

 

Jakarta -- Lembaga penyiaran harus mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan golongan ataupun pribadi. Hal itu erat kaitannya dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanty, di depan peserta Sekolah P3 dan SPS KPI Angkatan XXVI di Kantor KPI Pusat, di bilangan Jalan Djuanda, Selasa (6/2/2018).

Menurut Evita, media penyiaran memiliki tanggungjawab besar untuk menyampaikan informasi yang benar bagi masyarakat. Informasi yang disampaikan tidak hanya benar, tapi memiliki manfaat dan berpihak terhadap kepentingan mereka.

“Kita semua memiliki tanggungjawab yang sama yakni menjaga kedaulatan negara ini. Jadi selayaknya informasi yang disampaikan lembaga penyiaran sejalan dengan tujuan penyiaran yakni bermanfaat dan mencerdaskan serta menjunjung nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila,” kata Evita.

Evita pun mengungkapkan permasalahan penyiaran di tanah air mencakup kosentrasi kepemilikan media yang sekaligus berpolitik praktis. Selain itu, isi siaran pun terkesan hanya mengejar keuntungan semata. Belum lagi persoalan kreativitas sumber daya manusia yang perlu ditingkat. Upaya itu sangat berkaitan dengan mutu dan kualitas konten siaran.

Hal lain yang perlu dipacu yakni pertumbuhan penyiaran di daerah atau lokal. Menurut penilaian Evita, siaran media lokal belum dapat menyamai saudara tuanya yang ada di Jakarta. “Belum lagi persoalan lembaga penyiaran publik yang belum optimal,” kata Politisi dari Partai PDI Perjuangan ini.

Dalam kesempatan itu, Evita mendorong Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) menjadi negarawan. Menurutnya, Komisioner KPI Pusat harus memiliki konektivitas dengan ideologi negara dan rasa cinta pada tanah air. “Jika tidak, KPI bisa terombang-ambing, bias dan tidak imparsial seperti logo KPI yang ada Pancasila,” paparnya. ***

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, memberi keterangan saat acara Sosialisasi tentang pengawasan iklan dan publikasi bidang kesehatan di Kantor KPI Pusat, Senin (5/1/2018).

 

Jakarta – Media penyiaran dituntut melaksanakan fungsinya sebagai penyampai informasi yang benar dan terpercaya. Salah satu informasi yang harus dijamin kebenarannya adalah siaran iklan tentang kesehatan.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menyatakan siaran iklan tentang kesehatan dilarang mengandung informasi yang sumir, membingungkan, tidak benar dan bahkan menyesatkan. Pasalnya, hal ini sangat berkaitan dengan persoalan vital hidup manusia yakni kesehatan.

Dia mengkhawatirkan informasi tidak benar atau menyesatkan tersebut akan sangat mudah diterima dan dipercaya masyarakat. Apalagi jika siaran iklan tersebut ditujukan untuk anak-anak dan hal itu sangat berbahaya. “Anak-anak sangat mudah meniru tanpa bisa melakukan penyaringan dari informasi yang mereka terima di tayangan media,” jelas Dewi saat menjadi narasumber kegiatan Sosialisasi tentang Pengawasan Iklan dan Publikasi bidang Kesehatan di media penyiaran.

Menurut Dewi, peran media penyiaran sangat signifikan dalam penyebar luasan informasi tentang kesehatan. Selain karena pengaruhnya yang besar, siaran melalui media penyiaran dapat diterima masyarakat secara luas.

“Karena itu, kami meminta kehati-hati pihak media ketika menayangkan informasi atau iklan mengenai kesehatan. Apakah isinya sudah sesuai dan mendapat izin dari pihak yang berwenang seperti kementerian kesehatan dan BPOM,” jelas Dewi.

Dalam kesempatan itu, Dewi mengingatkan pembuatan iklan untuk berhati-hati ketika melibatkan anak. Menurutnya, tidak boleh ada eksplotasi anak di bawah umur 12 tahun. “Selain itu, iklan juga seharusnya tidak mengandung unsur kekerasan, bebas dari eskploitasi seksual, sebagai bagian perlindungan terhadap anak,” tandasnya. ***

Bontang - “P3SPS  adalah hal yang penting karena mencakup acuan dan standar dalam penyiaran, oleh karena itu diharapkan dengan pelatihan ini dapat meningkatkan kualitas isi siaran yang sesuai etika dan aturan yang berlaku di Indonesia. Karena saat ini masih banyak program acara baik dalam media televisi maupun radio yang melanggar Undang-undang KPI Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran,” ungkap Ketua KPID Kaltim, Suwarno pada pelatihan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), (5/2).

Pelatihan tersebut merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Kota Bontang dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur. Bertempat di Ruang Rapat Walikota, Bontang Lestari, kegiatan ini dihadiri oleh Sekretaris Dinas Kominfo dan Statistik, Ririn Sari Dewi, S.IP.,M.Si selaku perwakilan Walikota Bontang, Ketua Komisi Informasi Kaltim, perwakilan Humas Bontang, perwakilan Humas Kutim, beberapa Direktur penyiaran Kota Bontang dan Kutim, tamu undangan dan peserta pelatihan P3SPS.

Dalam sambutan Walikota Bontang yang dibacakan oleh Sekretaris Dinas Kominfo dan Statistik, Ririn Sari Dewi Pemerintah Kota Bontang mengapresiasi pelatihan yang digelar oleh KPID tersebut. Pasalnya pelatihan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan penyiaran di Kota Bontang.

Diantaranya dari sisi sosial politik yaitu dengan terbukanya kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai modal dasar tumbuhnya budaya demokrasi yang baik serta dari sisi ekonomi, yakni terbukanya lapangan usaha yang melahirkan insan-insan pers dan pelaku penyiaran yang profesional di bidangnya masing-masing.

Kegiatan yang digelar selama dua hari tersebut diikuti dengan antusias oleh kurang lebih 40 peserta dengan 7 narasumber yang berasal dari komisioner Kaltim. Hal ini terlihat dari respon positif dan keaktifan peserta dalam sesi tanya jawab yang disediakan panitia.

Tentunya, melalui kegiatan ini seluruh panitia, narasumber maupun peserta berharap agar kedepannya ilmu yang telah diberikan melalui materi-materi pelatihan dapat menjadi acuan bahkan pedoman seluruh lembaga penyiaran yang ada di Bontang maupun Kutim agar dapat menjadi SDM profesional yang mampu menyajikan isi siaran yang berkualitas sesuai aturan P3SPS. (PPID Kota Bontang)

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), mulai menyosialisasikan kesepakatan yang ditandatangani beberapa waktu lalu tentang pengawasan iklan dan publikasi bidang kesehatan pada lembaga penyiaran, Senin (5/2/2018), di kantor KPI Pusat, Jakarta Pusat. Sosialisasi ini diharapkan memberi pemahaman lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati ketika menyampaikan informasi kesehatan melalui iklan dan program siaran lainnya.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengatakan pihaknya punya semangat yang sama dengan Kemenkes dan BPOM soal penyampaian informasi tentang produk atau siaran kesehatan di media penyiaran. “Pesan yang disampaikan tidak boleh menyesatkan publik, tidak boleh superlatif, tidak mengesankan produk itu bisa menyembuhkan segala hal, terlalu berlebihan, serta tidak lengkap infomasinya,” katanya di depan perwakilan lembaga penyiaran yang hadir dalam acara sosialisasi itu.

Terkait hal itu, perlu ada pengawasan serta penindakan yang melibatkan lembaga terkait. Menurut Hardly, P3 dan SPS KPI tidak cukup detail mengatur persoalan kesehatan. Karenanya, harus ada semacam rekomendasi dari lembaga terkait seperti Kemenkes dan BPOM untuk KPI.

“Tadi sudah ada titik terangnya dengan BPOM. Komitmennya dengan KPI sudah sejalan. Selama ini yang sering kita bicarakan bahwa kalau ada potensi pelanggaran dalam iklan sebuah produk makanan, obat-obatan untuk komestik, maka BPOM akan memberikan sanksi berupa peringatan kepada produsen dan meminta produsen dalam waktu tiga puluh hari untuk menghentikan tayangan iklannya dan KPI akan bekerja setelah tiga puluh hari BPOM selesai. Kalau masih ada yang menayangkan iklan sebagaimana yang dimaksud BPOM, maka KPI akan menyisir dan akan memberikan peringatan kepada lembaga penyiaran,” jelas Hardly.

Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik & Produk Komplemen BPOM RI, Indriaty Tubagus, salah satu narasumber sosialisasi menyatakan, BPOM memiliki mekanisme aturan periklanan yang mengedepankan prinsip obyektivitas, tidak menyesatkan dan kelengkapan informasi. “Seharusnya iklan yang terkait produk kesehatan maupun makanan sebelum beredar harus izin ke BPOM. Prosedur pre market istilahnya,” tambahnya.

Menyangkut hal itu, Hardly Stefano, menyatakan perlu tindak lanjut karena dinilai ada ruang kosong terkait salah satunya adalah mekanisme pre market pengawasan iklan sebelum tayang yang dibuat BPOM. 

“Ternyata pre market BPOM ini tidak pernah atau belum menjadi bahan untuk keluarnya surat tanda lulus sensor dari LSF. Maka kami mendorong kalau ada pertemuan lanjutan agar melebarkan lagi peserta yang dilibatkan yakni dengan mengundang LSF untuk memastikan pre market yang dibuat BPOM dengan melakukan analisa pra tayang dari iklan itu menjadi bahan pertimbangan bagi LSF. Artinya selain hal-hal teknis sebagaimana diatur dalam regulasi penyensoran, LSF sebaiknya mempertimbangkan rekomendasi dari BPOM. Jadi kita tidak hanya menyelesaikan permasalahan di hulu tapi juga di hilir. Itu harapan dari KPI,” rinci Hardly.

Hardly juga menyoroti persoalan dengan kemenkes yang meminta dihentikannya siaran produk-produk yang sifatnya produk umum yang dapat izin dari kementerian perdagangan tetapi memiliki klaim-klaim kesehatan. Permasalahan ini tidak serta merta dapat diselesaikan secara sepihak karena jika hanya merujuk pada regulasi penyiaran, maka belum ditemukan potensi pelanggaran. Perlu rujukan dari regulasi terkait lainnya baik dalam bidang perdagangan maupun kesehatan. 

“Tetapi ketika ada keberatan, kami akan mengadakan forum khusus untuk klarifikasi dengan menghadirkan kemenkes, supaya kita bisa menentukan persoalan secara proposional dan memutuskan tindakan. Akan tetapi, jika menyangkut pengobatan tradisonal dan klinik tradiosionalnya, kita akan mengikuti semua rekomendasi. ketika Kemenkes bilang itu klinik yang tidak boleh tayang di lembaga penyiaran kita akan menertibkan,” tegas Hardly.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, meminta perhatian soal perlindungan anak dan remaja terkait dengan siaran kesehatan. “Anak-anak dan remaja menjadi fokus perlindungan kami dari siaran atau tayangan kesehatan yang informasi menyesatkan serta tidak dapat dipertanggungjawab,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, Oscar Primadi, mengatakan tujuan utama kerjasama ini untuk membebaskan masyarakat dari tayangan kesehatan yang tidak benar. “Masyarakat harus dilindungi dan menghindarkan mereka dari bahaya dan dampak informasi yang tidak benar serta kerugian material akibatnya. Kami juga akan berbicara dengan Ikatan Dokter Indonesia atau IDI dalam kaitan ini.Kami bertekad menyelesaikan hal ini, tidak hanya di hilir tapi juga di hulunya,” jelasnya. ***

Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Mayong Suryo Laksono ketika berbicara di depan peserta Regional Regulators Forum di Singapura, 5 Februari 2018

Singapura - Tampil sebagai salah satu pembicara pada Regional Regulators Forum yang diselengarakan oleh International Institute of Communications (IIC), bekerja sama dengan Infocomm Media Development Authority (IMDA), di Singapura, 5 Februari, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mayong Suryo Laksono menjelaskan posisi khusus KPI sebagai regulator. Khusus karena menyangkut wilayah negara yang luas dengan jumlah penduduk 265 juta, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat sementara regulasi berjalan tersendat-sendat.

“Anda semua sudah melangkah dengan digitalisasi beberapa tahun lalu dan sudah menikmati digital deviden, tapi kami sedang bekerja keras agar migrasi digital itu segera terlaksana,” kata Mayong dalam sesi ke-3 dengan tema “Building institutional capacity and human capital: How can a regulator build capacity that is fit for purpose in a rapidly-moving environment?”

Sesi Tanya Jawab. Dari kiri: Moderator Angelilne Poh, Umar Garba Danbatta (Nigeria), Dan Sjoblom (Swedia)

 

Tampil bersama dengannya dalam satu panel adalah Dan Sjoblom, Direktur Jenderal Autoritas Pos dan Telekom Swedia,  Umar Garba Danbatta, Wakil Ketua Dewan Eksekutif dan CEO Komisi Komunikasi Nigeria, dipandu oleh Angeline Poh, Asisten Ketua Infocomm Media Development Authority, Singapura.

Forum yang dihadiri sekitar 50 wakil dari banyak negara seperti Afrika Selatan, Lithuania, Meksiko, Taiwan, Mongolia, Myanmar, Nigeria, Hongkong, Curaqao, Afghanistan, Malaysia, Australia, Inggris, dan Singapura itu, juga menampilkan Dr Taufik Hasan, Komisioner  Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang berbicara pada sesi pertama dengan tema, “Enabling Data Flow for Economic Growth”.

Setelah empat sesi, acara diakhiri dengan workshop mengenai aspek bisnis Over the Top Television (OTT) dan digital start-ups dengan menampilkan pembicara dan fasilitator dari Netflix, Facebook, dan YouTube.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.