Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menghentikan untuk sementara tayangan acara “Pagi Pagi Pasti Happy” atau P3H di Trans TV. Penghentian ini diberikan setelah program tersebut melakukan beberapa pelanggaran terhadap P3SPS KPI di beberapa episode penayangan. Berdasarkan catatan KPI Pusat, program ini telah mendapatkan surat teguran pertama dan kedua dari KPI Pusat.

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam Surat Penghentian Sementara Program Siaran “Pagi Pagi Pasti Happy” Trans TV Nomor 451b/K/KPI/31.2/09/2019, Selasa (24/9/2019) pekan lalu. Lama penghentian acara selama lima hari penayangan dan waktunya disampaikan dalam berita acara putusan.  

Berdasarkan keterangan dalam surat penghentian, pelanggaran yang dilakukan P3H terjadi pada tanggal 26 Juli 2019 karena menampilkan muatan perseteruan antara Vicky Prasetyo dengan Angel Lelga. Lalu pada tanggal 13 Agustus 2019 menampilkan muatan perseteruan antara Nikita Mirzani dengan Barbie Kumalasari. Pada tanggal 15 Agustus 2019 menampilkan rekaman video proses pemeriksaan seorang pria yang menjadi tersangka percobaan perkosaan.

Selain itu, pada tanggal 23 Agustus 2019 mulai acara ini membahas kehidupan Elly Sugigi dengan mantan suaminya an. Aldo. Bahasan serupa soal kehidupan Elly Sugigi dan mantan suaminya diulang kembali pada P3H tanggal 24 Agustus 2019. Hingga pada tanggal 26 Agustus 2019, KPI Pusat mendapati tampilan muatan perseteruan antara Tessa Mariska dengan Nikita Mirzani.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan tampilan perseteruan, video proses pemeriksaan pria yang menjadi tersangka percobaan perkosaan, dan pembahasan kehidupan pribadi seseorang, dinilai melanggar sejumlah Pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012. Pelanggaran terkait aturan tentang kewajiban lembaga penyiaran menghormati hak privasi, penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat serta perlindungan terhadap anak dan remaja.

“Dalam Pasal 1 Ayat (28) SPS KPI dijelaskan bahwa kehidupan pribadi adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkawinan, perceraian, konflik keluarga, konflik pribadi, perselingkuhan, hubungan asmara, keyakinan beragama, dan rahasia pribadi.  Dan, di dalam Pasal 13 Ayat (1) SPS dijelaskan program siaran wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran dan di dalam Ayat (2) SPS, siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik,” jelas Mulyo.

Selain itu, lanjut Mulyo, di dalam Standar Program Siaran Pasal 14 huruf (c) ditegaskan tentang tidak boleh mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik. “Tampilan rekaman video proses pemeriksaan seorang pria tersangka percobaan perkosaan itu melanggar Pasal 9 P3 soal lembaga penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat,” katanya.

Mulyo menegaskan, pihaknya sangat mengutamakan perlindungan terhadap anak dalam isi siaran. Karena itu, lanjut dia, KPI selalu mendorong Lembaga Penyiaran untuk memperhatikan aspek perlindungan terhadap anak dan remaja dalam setiap acara.  “Dalam aturan kami, isi siaran dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta Trans TV selama menjalankan sanksi penghentian acara ini, tidak diperkenankan menyiarkan program siaran dengan format sejenis pada waktu siar yang sama atau waktu yang lain. Dia berharap sanksi penghentian ini menjadi pembelajaran bagi Trans TV untuk segera memperbaiki kualitas isi program yang bersangkutan dan tidak lagi mengulang kesalahan sama. 

“Kami pun meminta seluruh lembaga penyiaran untuk memperhatikan hal ini dan menjadikan P3SPS sebagai acuan membuat dan menayangkan sebuah program acara,” pinta Mulyo. ***

 

Jakarta -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) sedang mempersiapkan proses pemilihan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng Periode 2019-2022. Hal itu diungkapkan Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jateng, Muhammad Saleh, saat melakukan kunjungan kerja ke Kantor KPI Pusat, Jumat (4/10/2019).

“Sebentar lagi, Anggota KPID Jateng Periode 2016-2019 akan berakhir. Dan, kunjungan ini bertujuan untuk mempersiapkan proses pemilihan Anggota KPID Jateng yang periode selanjutnya. Terkait hal ini, kami bermaksud meminta masukan KPI Pusat agar proses pemilihan nanti menghasilkan Komisioner yang kompeten dan mengawal penyiaran di Jateng semakin maju,” ujar Muhammad saleh.

Terkait hal itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan proses dan pelaksanaan pemilihan Anggota KPID sebaiknya menggunakan aturan yang tertuang dalam PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia). Di aturan tersebut telah tertulis dengan jelas mekanisme pemilihan Anggota KPID. “Selain itu, akan lebih baik jika DPRD melakukan penyaringan yang ketat agar dapat menghasilkan Komisioner yang berkompeten,” tuturnya yang dalam kesempatan itu mendorong peran DPRD untuk memperkuat kelembagaan KPID. 

Selain membahas mekanisme pemilihan KPID, pertemuan juga menyinggung soal peningkatan kualitas konten lokal. Wakil Ketua Komisi A DPRD Jateng, Fuad menyampaikan pertumbuhan ekonomi Jateng sekarang mencapai 7% dan penyiaran menjadi sarana yang tepat untuk mempromosikan daerah. Karena itu diperlukan adanya peningkatan konten lokal

Fuad menilai aturan 10% konten lokal dalam P3SPS belum memadai. Menurutnya, aturan tersebut belum memuasakan pemerintah provinsi dalam mempromosikan kekayaan jateng. “Apakah memungkinkan untuk mengatasi permasalahan tersebut,” katanya.

Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Mohammad Reza, mengusulkan agar DPRD dan KPID duduk bersama melakukan pembahasan tersebut. “Sebaiknya ke dua lembaga melakukan pembahasan mengenai peningkatan konten lokal. Jika sudah muncul persamaan persepsi, maka langkah yang dapat dilakukan adalah pembuatan Perda untuk mengakomodir hal itu,”  kata Komisioner bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran sekaligus menutup acara tersebut. **

 

Jakarta -- Gelombang demonstrasi yang berlangsung di DPR pekan lalu, menjadi magnet pemberitaan sebagian besar media di tanah air termasuk media penyiaran. Aksi protes mahasiswa dan juga pelajar yang tak puas dengan sejumlah kebijakan itu, berakhir ricuh dengan aparat keamanan. Perhatian media pun makin tak teralihkan dan makin intens meliput kejadian tersebut.

Media memang tak salah ketika fokus beritanya tertuju pada kejadian tertentu. Apalagi media punya hak dan kewajiban menyampaikan fakta dan peristiwa ke masyarakat. Publik pun punya hak untuk mengetahui tentang apapun, apalagi hal itu menyangkut kepentingan umum.

Dinamika yang terjadi di ruang publik tentang peristiwa tersebut, memantik Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk mengundang seluruh Pemimpin Redaksi Lembaga Penyiaran, TV dan Radio, dalam acara Media Gathering dan diskusi yang dipandu oleh Komisioner KPI, Nuning Rodiyah. Sebagian besar pimpinan dan perwakilan redaksi hadir pada acara yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Kamis (3/10/2019).

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat memulai diskusi mengatakan, ada beberapa hal yang patut jadi perhatian kalangan media menyangkut pemberitaan demonstrasi kemarin, di antaranya tentang perspektif perlindungan anak. Menurutnya, perlindungan terhadap anak dalam konteks pemberitaan dalam berbagai aspek kejadian harus diutamakan.

Selain itu, lanjut Hardly, dinamika peristiwa yang terjadi di lapangan saat itu sangat mempengaruhi keamanan kerja awak media. “Hal ini menjadi perhatian besar kami karena pekerja media harus dilindungi dan dijamin keamanannya oleh aparat dalam setiap kegiatan liputan termasuk dalam liputan demonstrasi. Mereka juga harus dilindungi dari tindakan kekerasan dari siapapun,” katanya.

Kerawanan terjadinya pelanggaran media dalam pemberitaan demonstrasi pun dapat terjadi. Kata-kata seperti umpatan, kasar, cabul dan yang lain, akan keluar dari mulut pengujuk rasa yang tidak terkontrol. “Kemungkinan seperti itu harus jadi perhatian dan kita harus meminimalisirnya agar tidak muncul dalam pemberitaan,” jelas Hardly.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto memaparkan, aspek perlindungan anak menjadi isu nasional dalam pemberitaan aksi demonstrasi tempo lalu. Ketelibatan anak (Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan) dalam demonstrasi yang berlangsung ricuh harusnya tidak boleh terjadi. Ini dalam kaitan melindungi identitas mereka dan liputan pemberitaan media menguaknya.

“Ada norma yang mengikat menyangkut identitas anak yakni terdapat dalam Pasal 19 Undang-undang Pelindungan Anak. Pasal ini mengatakan identitas anak tidak boleh diungkap. Anak sebagai korban, pelaku maupun saksi identitasnya wajib dirahasiakan,” jelas Susanto disela-sela diskusi tersebut.

Susanto menilai mestinya kejadian itu bisa dicegah dengan melibatkan semua pihak yang berwenang. Menurutnya, daerah menjadi tameng pertama untuk mencegah para pelajar itu turun ke jalanan. Pasalnya, perlindungan terhadap anak menjadi salah satu kewenangan daerah.  Dia juga menegaskan, setiap anak harus dilindungi dari stigmatisasi.

Sementara itu, perwakilan Dewan Pers, Marah Sakti Siregar, menyoroti tindakan represif aparat keamanan terhadap pekerja media yang bertugas pada saat kericuhan demonstrasi di DPR minggu lalu. Menurutnya, kerja media tidak direspon positif oleh petugas keamanan di lapangan saat pecahnya kericuhan tersebut. Padahal, media sudah memiliki pedoman perilaku saat meliput kejadian seperti demonstrasi.

“Penyerangan terhadap wartawan sangat kami sayangkan pada demonstrasi akhir lalu.  Perlu ada pertemuan dengan aparat keamanan terkait demonstrasi ini. Penekanannya bagaimana mengatur aparat di bawah melihat orang yang ada dalam keramaian dalam suatu demonstran untuk diawasi dan diamankan,”  tandas Marah.

Wakil Pemimpin Redaksi TV One, Totok Suyanto, mengimbau semua pihak untuk memahami dan mengerti tugas dan fungsi yang harus dilakukan. Menurutnya, media mempunyai kewajiban dan memiliki hak yakni berita tersebut harus sampai ke masyarakat dan wajib menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Totok mengusulkan sebaiknya acara diskusi ini menghadirkan semua pihak yang terlibat dalam peristiwa demonstrasi kemarin antara lain Tentara, Kepolisian, Mahasiswa dan yang lain. “Hal lain yang perlu dilakukan adalah membuat tata kelola yang baru untuk mengkoordinasikan ini semua,” tandasnya.

Dalam diskusi itu, turut hadir Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti dan Mohamad Reza. Rencananya, diskusi seperti ini akan diselenggarakan secara berkala. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan pertemuan dengan  Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, Jumat (4/10/2019) di Istana Wapres, Kawasan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan pertama itu, selain membahas penyiaran nasional, KPI Pusat menyampaikan rencana kegiatan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2019 yang dilaksanakan di Sentul, Bogor, Jawa Barat. 

Hadir dalam pertemuan itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo. Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, Mohamad Reza, Irsal Ambia dan Mimah Susanti. Turut mendampingi Plt Kepala Sekretariat KPI Pusat, Cecep A. Feisal dan Kabag Hukum, Perencanaan dan Humas KPI Pusat, Umri. 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan pihaknya berharap Wapres Jusuf Kalla dapat membuka Rapim KPI 2019 yang akan dihadiri Pimpinan KPID dan Kepala Sekretariat KPID dari seluruh Indonesia. “Kami ingin Rapim ini dibuka secara resmi oleh Bapak Wapres yang menandai dimulainya Rapim KPI tahun 2019,” katanya usai pertemuan dengan Wapres.

Sejumlah isu penyiaran akan dibahas dalam Rapim yang berlangsung mulai 9-11 Oktober 2019, antara lain penguatan anggaran dan kelembagaan KPID, Pengelolaan Struktur Sistem Penyiaran dan Isi Siaran.

Berdasarkan keterangan dari Sekretariat Wapres, disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersedia membuka kegiatan Rapim KPI 2019. Rencananya, pembukaan Rapim KPI akan dilangsungkan di Istana Wapres, Rabu (9/10/2019) mendatang. ***

 

Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Hadi Prabowo, menegaskan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah merupakan lembaga daerah yang dibuat di tingkat pusat lewat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002. Merujuk pada undang-undang tersebut pula, pembiayaan KPID menjadi tanggung jawab negara, dan hibah merupakan bagian dari pembiayaan negara tersebut. Hal tersebut disampaikan Hadi saat audiensi dengan KPI Pusat, siang tadi (4/10). 

Pada pertemuan ini, Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan permasalahan kelembagaan KPID terkait pembiayaan dan dukungan kesekretariatan. Diantara permasalahannya adalah pembiayaan KPID melalui mekanisme hibah. Tidak hanya itu, Agung juga memaparkan jumlah anggaran KPID yang bervariasi yang dianggap tidak sepadan dengan amanah regulasi ditanggung lembaga ini dalam mengawasi penyiaran. Padahal dalam waktu dekat akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung yang tentunya membutuhkan kontribusi KPID dalam pengawasan konten siaran Pilkada agar tercipta ruang publik yang sehat dalam kompetisi politik tersebut. 

Selain Agung, hadir pula pada audiensi ini Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia, Komisioner KPI Pusat Koordiantor Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris KPI Pusat Cecep Ahmed Feisal, dan Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas KPI Pusat, Umri.

Menanggapi permasalahan yang disampaikan KPI tentang mekanisme hibah dalam pembiayaan KPID, Hadi Prabowo menekankan bahwa sangat mungkin hibah itu diberikan berulang setiap tahun. Apalagi untuk sebuah lembaga negara yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Hadi mengakui memang ada pembatasan hibah yang berulang, seperti organisasi kemasyarakatan. Namun untuk KPID yang proses seleksinya demikian ketat dan melibatkan DPRD, tidak ada pembatasan. “Apalagi KPID di-SK-kan oleh Gubernur,”ujar Hadi. 

Masih terkait pembiayaan, Hadi juga menilai pemberian hibah untuk KPID dapat langsung melalui Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), sepanjang ajuan proposal diserahkan ke BPKD dan dievaluasi badan tersebut. Dia memberi contoh beberapa organisasi yang menerima hibah langsung dari BPKD. “Kita nanti pertegas dalam edaran, bahwa KPID harus diberikan alokasi dana melalui APBD didasarkan atas UU 32 tahun 2002 dan pembiayaan meliputi atas kebutuhan untuk perizinan, monitoring, evaluasi, pengawasan dan sekretariat,”. Sifat pemberian bantuan adalah hibah yang disalurkan langsung dari badan, dinas, biro pengelolaan keuangan, selaku pejabat pengelola keuangan daerah, tegasnya. Arahan Sekjen Kemdagri ini akan ditegaskan lagi dalam Pedoman Penyusunan APBD 2021. “Kalau perlu dibunyikan lagi tiap tahun!” ujarnya. 

Hadi sendiri  menilai, eksistensi KPID sangat penting dalam menjaga penyiaran di daerah, termasuk di dalamnya mengawal pelaksanaan PIlkada baik dalam pengawasan siaran ataupun sosialisasi ke masyarakat. Bahkan Hadi menyatakan, masalah penganggaran untuk KPID ini akan menjadi salah satu bahan evaluasi APBD dari 34 provinsi, yang rutin dilakukan Kemdagri tiap tahun. Ketua KPI mengapresiasi arahan dari Kemdagri dalam menguatkan kelembagaan KPID. Agung berharap, kiprah KPID ke depan semakin besar dalam berkontribusi pada kehidupan berdemokrasi di negeri ini.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.