Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan sambutan awal pembukaan acara Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2019 di Istana Wapres, Rabu (9/10/2019).

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, menilai penguatan eksistensi dan kredibilitasb KPI dapat dilakukan melalui dua cara yakni penguatan secara regulasi dan penguatan secara kelembagaan. Karena itu, pengesahan Undang-undang Penyiaran mendesak dilakukan untuk mendorong penguatan tersebut.

Hal itu disampaikan Agung Suprio, ketika memberi sambutan awal acara pembukaan Rapat Pimpinan KPI 2019 di Istana  Wakil Presiden, Rabu (9/10/2019).

“KPI memandang perlu pengesahan RUU Penyiaran untuk disegerakan. Ini menyangkut pengawasan serta tugas fungsi lainnya. Mengingat tantangan kita ke depan, hal ini sangat berbeda dari pada tahun 2002 yang lalu. Kita harus menyadari bahwa perkembangan dalam lanskap penyiaran sudah sangat pesat,” papar Agung Suprio di depan Wapres Jusuf Kalla dan tamu undangan pembukaan Rapim KPI.

Selanjutnya, yang tak kalah penting dan menjadi prioritas adalah penguatan kelembagaan KPID. Hal ini terkait banyaknya KPID yang membutuhkan supporting operasional dari Pemerintah Daerah. Bantuan berupa keberadaan sekretariat serta alokasi anggaran untuk menjalankan tugas dan fungsinya. “Keberadaan KPI, baik pusat maupun daerah, selain sangat besar perannya juga sudah diamanahkan dalam UU Penyiaran kita,” tuturnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung berharap dukungan maksimal terhadap lembaganya guna melaksanakan tugas-tugas penyiaran untuk meneguhkan integrasi nasional sesuai amanah UU Penyiaran. “Karenanya, pengesahan revisi Undang-Undang Penyiaran dan penguatan kelembagaan KPID sangat penting untuk disegerakan guna mewujudkan hal itu,” pintanya.

Di sela-sela laporannya ke Wapres, Ketua KPI Pusat menyampaikan Rapat Pimpinan yang digelar 2 hari kedepan akan mengangkat tema “Penguatan Eksistensi dan Kredibilitas KPI untuk Penyiaran yang Bermartabat”. Tema ini berangkat dari respon kita terhadap keadaan nasional maupun global yang mempunyai pengaruh strategis dalam dunia penyiaran.

Agung juga mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati mengakses informasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Pasalnya, tidak jarang didapati informasi dengan kandungan nilai yang bertolak belakang dengan nilai kebangsaan kita. “Ujaran kebencian, fitnah, hoaks kerap menjadi konsumsi sehari-hari kita. Akhirnya, tidak sedikit kita saling menaruh curiga antar sesama akibat informasi yang kita konsumsi dangkal dalam hal verifikasi,” ujarnya.

Fenomena itu, lanjut Agung, menjadi tantangan dan pekerjaan bagi semua pihak. Menurutnya, konvergensi media tak hanya berisi nilai-nilai positif, tapi lambat laun akan mengubah pola komunikasi dan interaksi sosial yang kadang menyajikan informasi yang justru memecah tali persaudaraan. “Untuk itu, kajian-kajian media dengan platform digital yang selama ini kita jumpai sehari-hari sangat diperlukan baik secara regulasi maupun proses pengawasannya,” tutupnya. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi penghentian sementara untuk program siaran “Brownis” di Trans TV. Keputusan penghentian ini diberikan lantaran program tersebut kedapatan menayangkan adegan yang dinilai melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat penghentian Nomor 451c/K/KPI/31.2/09/2019 untuk Program Siaran “Brownis” Trans TV, Selasa (24/9/2019) lalu.

Adapun tayangan “Brownis” yang melanggar ditemukan KPI Pusat pada tayangan tanggal 2 Juli 2019 karena membahas konflik antara Nikita Mirzani dengan Barbie Kumalasari. Kemudian pada tanggal 7 Agustus 2019, terdapat adegan seorang pria berkata, "..dia kalau nyanyi gigi depannya kering ngga?.." (yang ditujukan kepada seorang wanita), "..dia kalau off air nyanyi? Oh gue pikir lo grogotin kayu panggung.." (sambil menunjuk seorang wanita) dan "..ini cakep-cakep buta yaa.." (sambil menunjuk gambar seorang pria).

Lalu, KPI menemukan pelanggaran lain pada tayangan “Brownis” tanggal 13 Agustus 2019 berupa adegan seorang pria menoyor kepala temannya. Pada “Brownis” tanggal 13 Agustus 2019, KPI menemukan tayangan yang membahas kehidupan pribadi (Dewi Sanca) yang hamil di luar nikah. Pada tanggal 15 Agustus 2019 program tersebut menampilkan adegan seorang pria yang berkata, "..kakinya pendek sih jadi ngga nyampe-nyampe..". Dan yang terakhir, pada tanggal 22 Agustus 2019, KPI mendapati “Brownis” menampilkan adegan dua orang wanita (Duo Serigala) yang menari dengan menggoyangkan bagian payudara.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan siaran tersebut melanggar sejumlah Pasal di P3SPS KPI seperti penghormatan terhadap hak privasi  dan nilai atapun norma kesopanan serta kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. “Sepatutnya hak privasi atau pribadi seseorang itu dihormati dalam setiap program siaran. Kehidupan pribadi itu berkaitan dengan kehidupan perkawinan, perceraian, konflik keluarga, konflik pribadi, perselingkuhan, hubungan asmara, keyakinan beragama, dan rahasia pribadi. Terlebih persoalan yang dibahas di program tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan publik,” katanya.

Selain itu, lanjut Mulyo, setiap program wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan agama, suku, budaya, usia, dan atau latar belakang ekonomi. “Kami sangat menekankan kehati-hatian agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat,” jelas Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran ini. 

Dia juga mengingatkan bahwa terdapat aturan dalam SPS KPI bahwa lembaga penyiaran yang memuat adegan seksual dilarang mengeksploitasi dan atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti paha, bokong, payudara, secara close up dan atau medium shot. “Berdasarkan hal itu, kami menilai adegan dua orang wanita atau Duo Serigala yang menari dengan menggoyangkan bagian payudara sebagai bentuk pelanggaran,” tegasnya.

Mulyo menyampaikan penghentian sementara ini berlaku dua hari penayangan. Dia berharap penghentian ini menjadi pembelajaran Trans TV dan semua lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam menayangkan setiap program acara. “Jadikanlah P3SPS KPI sebagai acuan untuk membuat program siaran,” tutupnya. ***

 

Wapres Jusuf Kalla didampingi Ketua KPI Pusat, Agung Suprio dan Menteri Kominfo, Rudiantara, memukul gong tanda dibuka secara resmi Rapim KPI 2019 di Istana Wapres, Rabu (9/10/2019). 

Jakarta -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjaga kredibilitas kelembagaannya. Menurutnya, kredibilitas ini dapat ditunjukan melalui sikap independensi.

"Kredibilitas Anda adalah independen. Itulah modal pengawas. Begitu tidak ada independensi, orang tidak akan ikut," kata JK sebelum membuka Rapat Pimpinan KPI tahun 2019 di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019).

Selain itu, Wapres menilai kebebasan pers di Indonesia sangat tinggi. Kebebasan pers itu harus tetap diawasi. "Perkembangan itu tentu harus ada norma dan batasan agar jangan kita menjadi korban kebebasan pers, berpendapat yang tidak punya norma dan aturan," ucapnya.

Dia menambahkan, KPI perlu objektif dalam menjalankan tugas. Dia menilai harus ada aturan yang baik dalam menjaga kualitas siaran di Indonesia. "Jadi objektivitas perlu, tapi perlu juga norma dan etika kebangsaan kita," tuturnya.

Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat Agung Suprio, meminta Pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran. Agung menilai RUU Penyiaran sangat mendesak untuk disahkan.

Agung menjelaskan bahwa saat ini KPI dihadapkan tantangan perkembangan teknologi ke depan harus diakomodir melalui aturan. "Sebagai usaha menjamin masyarakat dalam memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia," kata Agung.

Dia juga menjelaskan bahwa untuk penguatan kelembagaan KPI mesti ada dukungan operasional dari pemerintah daerah terhadap keberlangsungan KPID di masing-masing Provinsi dalam mengemban amanah Undang-undang Penyiaran.

Selain itu, Agung menyampaikan bahwa Rapim KPI 2019 akan menjadi ajang konsolidasi kelembagaan antara KPI dan KPID dari 33 provinsi. Adapun agenda utama dalam Rapim kali ini adalah program legislasi KPI tahun 2020 dengan fokus pembahasan pada revisi pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran televisi (P3 dan SPS).

"Diharapkan dengan revisi ini, pengaturan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh disiarkan oleh televisi dan radio dapat dirinci lebih detil," tandasnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara meminta KPI untuk fokus dalam tugasnya, yaitu melakukan pengawasan. "Selain itu, menyiapkan revisi UU Penyiaran," kata Rudiantara dalam sambutannya. ***

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, diapit PLT Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, serta Pengamat Penyiaran, Nurjaman, dalam sesi Seminar Utama Rapim KPI 2019 di Sentul, Rabu (9/10/2019). 

Sentul -- Keberadaan Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika yang terjadi saat ini. UU yang dilahirkan pasca reformasi ini mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang. Tak hanya itu, instrumen lembaga pendukung seperti KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Derah) yang ada dalam UU ini ikut mengalami kesulitan karena tidak selaras dengan aturan lain yang terus berganti.

Pelaksana Tugas (PLT) Dirjen Politik dan Pemerintah Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, mengatakan revisi Undang-undang Penyiaran harus segera diselesaikan. Dia menilai aturan dalam UU ini ada yang tidak jelas misalnya terkait kelembagaan KPID. “Hal inilah yang menyebabkan keadaan KPID seperti sekarang. Inilah yang perlu diperbaiki karena KPI tidak masuk dalam 32 urusan daerah,” katanya saat menjadi narasumber Seminar Rapim KPI 2019 di Sentul, Bogor, Rabu (9/10/2019).

Selain itu, kewenangan hukum UU Penyiaran sekarang tidak dapat menjangkau ranah media baru. Produk hukum seharusnya dapat fleksibel dan tidak boleh terlambat mengantisipasi perkembangan media maupun teknologi. “Sudah tidak kompatibel dan ketinggal. Jangankan menjangkau ke sana, untuk bertahan saja susah,” papar Bahtiar.

Menurut Kasuspen Kemendagri ini, KPI harus menjadi lembaga yang mandiri dan tidak boleh menempel pada kementerian manapun. Ini untuk menguatkan independensi dalam mengeluarkan kebijakan dan pelanggaran. “KPI itu harus kuat karena ini bagian dari pilar demokrasi. Otoritas wewenangnya harus diperluas dan gagasan tentang media baru menjadi acuan kedepan,” tegas Bahtiar.

Bahtiar mengungkapkan merubah UU itu tidak sulit karena bisa melalui jalur Pemerintah. “Kalau kita ingin teguh membangun sistem politik lembaga ini masih diperlukan tapi harus direforma kedudukan dan tata kelolanya,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Pengamat Penyiaran, Nurjaman. Menurutnya, UU Penyiaran sekarang harus segera diubah dan pengubahan itu tidak boleh berlama-lama. “Jangan sampai ketika undang-undang hasil revisi ini disahkan jadi tidak berarti karena tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman,” tegasnya di tempat yang sama.

Nurjaman mengatakan, tugas KPI sangatlah mulia karena menjaga tontonan dari hal yang membahayakan anak anak. KPI itu bertugas memilih tayangan yang baik. “Mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Ini betapa mulianya KPI yang memilih informasi untuk saudara kita yang menonton. KPI harus terus lakukan literasi bagaimana menonton yang benar,” paparnya.

Dalam seminar itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, yang menjadi salah satu narasumber mendorong hal yang sama. Menurutnya, penguatan kelembagaan dan kewenangan KPI dan KPID dapat melalui revisi UU Penyiaran. ***. 

 

Jakarta – Sebagai sebuah lembaga yang lahir dari reformasi 1998, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan pengejawantahan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 yang mengamanatkan hadirnya lembaga sebagai representasi publik dalam mengatur segala urusan penyiaran. Regulasi juga memandatkan KPI hadir sebagai institusi yang kuat dan berwibawa dalam melakukan pengawasan konten siaran pada televisi dan radio. Hal ini demi memastikan hak-hak masyarakat atas informasi dapat terpenuhi sebagaimana tujuan diselenggarakannya penyiaran menurut undang-undang. Penguatan eksistensi dan kredibilitas KPI setidaknya dapat dilakukan dengan menguatkan KPI secara regulasi lewat revisi Undang-Undang Penyiaran, serta penguatan secara kelembagaan.  

KPI menilai, pengesahan RUU Penyiaran sangat mendesak untuk dilakukan. Mengingat tantangan perkembangan teknologi ke depan tentu patut diakomodir melalui regulasi, sebagai usaha menjamin masyarakat dalam memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia. Sedangkan terkait penguatan kelembagaan, KPI mengharapkan adanya dukungan operasional dari pemerintah daerah terhadap keberlangsungan KPI Daerah di masing-masing provinsi dalam mengemban amanah Undang-Undang Penyiaran.  

Rapat Pimpinan (RAPIM) KPI 2019 merupakan ajang konsolidasi kelembagaan antara KPI dan KPI Daerah dari 33 provinsi. Agenda utama dalam RAPIM 2019 adalah Peta dan Program Legislasi KPI tahun 2020, dengan fokus pembahasan pada: Revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Revisi P3 & SPS sendiri menjadi sebuah kemestian untuk KPI mengingat aturan ini terakhir ditetapkan pada tahun 2012. Diharapkan dengan revisi ini, pengaturan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh disiarkan oleh televisi dan radio dapat dirinci lebih detil. Selain tentu saja untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan zaman yang semakin dinamis. 

Selain revisi, beberapa hal lain yang juga akan dirumuskan untuk menjadi acuan kerja KPI ke depan adalah pembuatan panduan online single submission (OSS), implementasi Sistem Stasiun Berjaringan (SSJ) lewat siaran konten lokal, serta perumusan hukum acara penjatuhan sanksi atas pelanggaran regulasi penyiaran. 

KPI berharap RAPIM 2019 ini dapat menghimpun segala masukan dari berbagai pemangku kepentingan penyiaran, untuk dapat menghasilkan legislasi yang sesuai dengan aspirasi publik. Termasuk juga memberikan kontribusi dalam kehidupan berdemokrasi bangsa ini lewat pengawasan penyiaran pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di tahun 2020 mendatang. *

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.