Prof. H. Obsatar Sinaga, menyampaikan laporan kegiatan RAPIM 2017 di Depok (15/11).

Depok - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan Rapat Pimpinan (RAPIM) KPI 2017 sebagai langkah konsolidasi lembaga ini menghadapi dinamika penyiaran terbaru, termasuk status kelembagaan KPI Daerah dan ancaman radikalisasi melalui medium penyiaran. RAPIM yang diikuti oleh seluruh Ketua KPI Daerah se-Indonesia ini, diselenggarakan pada 14-16 November 2017 dengan mengusung tema : Penanggulangan Radikalisme dalam Media Penyiaran (Cerdas Bermedia Untuk Penyiaran Indonesia).

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menjelaskan, bahwa penyebaran ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara merebak begitu luas melalui media penyiaran. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan dalam tatanan kehidupan di masyarakat. Padahal salah satu tujuan diselenggarakannya penyiaran dalam Undang-Undang adalah untuk memperkukuh integrasi nasional. Karenanya, tambah Yuliandre, lembaga penyiaran khususnya televisi harus dapat membendung nilai-nilai dan ideologi yang dapat membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hadirnya muatan-muatan siaran yang tidak sehat tersebut, merupakan implikasi dari tidak diberikannya secara utuh kewenangan KPI dalam mengatur seluruh masalah penyiaran. Ditambah lagi dengan status eksistensi kelembagaan KPID yang saat ini telah mengalami perubahan signifikan dalam tata kelola pemerintahan daerah. Yuliandre berharap, dalam RAPIM yang akan menghadirkan narasumber dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dua masalah penting tersebut dapat ditemukan penyelesaian masalahnya.

Khusus tentang eksistensi KPID, RAPIM kali ini juga menghadirkan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo bersama Komisi I DPR RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk memberikan masukan tentang pengelolaan penyiaran di daerah agar memiliki kontribusi maksimal, lewat hadirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran.

KPI berharap, RAPIM kali ini juga dapat memberian masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang masih dibahas di DPR-RI. “Diantaranya tentang siaran politik dan digitalisasi penyiaran”, ujar Yuliandre. Selain itu, momentum RAPIM 2017 diharapkan dapat menyatukan pandangan, gagasan dan sikap bersama untuk memperbaiki dan mewujudkan penyiaran nasional sesuai dengan cita-cita serta harapan bersama untuk kepentingan bangsa dan negara.

Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika.

 

Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengingatkan lembaga penyiaran yang belum memutakhirkan data lembaganya untuk segera update (pembaruan) hingga batas 4 Desember 2017 mendatang. Jika hingga batas waktu tersebut Kominfo belum memperoleh data teranyar lembaga penyiaran yang bersangkutan, izin siarannya akan dihentikan. 

Ada sekitar 500 lembaga penyiaran yang belum melakukan pembaruan data lembaganya. Data lembaga penyiaran seperti alamat lembaga penyiaran dan nomor telepon sudah tidak sesuai atau tidak bisa dihubungi.

“Kami sudah memberikan surat edaran yang ditembuskan ke KPI dan KPID dan batas waktunya hingga 4  Desember mendatang. List lembaga penyiaran yang belum update ada di website Kominfo,” kata Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika, saat menjadi narasumber acara focus grup diskusi bertajuk “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Gery juga menyampaikan masih banyak lembaga penyiaran yang belum membayar izin siaran radio (ISR) dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Lembaga penyiaran yang belum membayar sudah diberi peringatan Kominfo dan sudah dilaporkan ke Kementerian Keuangan untuk penagihan.

“Jika lembaga penyiaran tidak membayar ISR, sanksi paling keras adalah izinnya dicabut. Meskipun izin penyiaran dicabut lembaga penyiaran tersebut tetap masih berhutang ke Negara dan akan terus ditagih,” kata Gery di depan peserta FGD yang sebagian besar KPID.

Menurut Gery, Kominfo sudah memberi batas waktu untuk pembayaran ISR. ISR Sayangnya, belum semua lembaga penyiaran yang menunggak ISR membayarnya. Kondisi ini mengarahkan masuk ke peluang usaha. ***

Ketua KPI Pusat dan Ketua Komisi I DPRD Bali.

 

Jakarta – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di sejumlah daerah yang berlangsung tahun depan (2018) melibatkan banyak sumber daya misalnya untuk mengawasi siaran politik di media penyiaran. Tugas pengawasan itu menjadi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah atau KPID. Karena itu, KPID harus mendapat dukungan yang maksimal dari pemerintah daerah, baik dari sisi anggaran maupun moril, sehingga tugas pengawasan tersebut berjalan lancar.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesi Pusat (KPI Pusat), Yuliandre Darwis mengatakan, dukungan yang diberikan pada KPID menumbuhkan efek positif atau semangat bagi mereka dalam pengawasan pemilihan kepada daerah yang lingkup begitu luas hingga kota dan kabupaten. Dukungan material dinilai sangat krusial karena saat ini banyak KPID yang mengalami kesulitan anggaran.

“KPID memerlukan alat utama sistem pertahanan atau alutista dalam pengawasan isi siaran di daerah. Karena itu, dukungan dari DPRD sangat diharapkan agar mereka dapat menjalankan fungsi pengawasan dengan baik,” kata Yuliandre saat menerima kunjungan Pimpinan dan Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali di kantor KPI Pusat, Jumat (10/11/2017).

Menurut Andre, panggilan akrabnya, data hasil pengawasan KPID diperlukan ketika terjadi pelanggaran terhadap aturan Pilkada atau penyiaran. Data tersebut nantinya dapat dikirim ke KPU atau Bawaslu untuk penguatan tindakan. “KPI Pusat juga memerlukan data tersebut jika ada penindakan terhadap pelanggaran. Karena itu, monitoring siaran di daerah harus tetap aktif,” tegasnya.

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.


Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menambahkan, KPI Pusat dan KPID akan melakukan tindakan jika ada pelanggaran dalam isi siaran dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu. “KPI Pusat dalam melakukan pengawasan menggunakan aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012,” katanya.

Menurut Komisioner bidang Kelembagaan ini, penindakan yang dilakukan KPI ditujukan pada lembaga penyiarannya. Adapun penindakan untuk kontestan atau peserta Pilkada dilakukan KPU dan Bawaslu. “Kita memiliki prosedur sanksi dari teguran pertama hingga penghentian sementara. Setiap sanksi yang dikeluarkan akan ditembuskan ke pihak penyelenggara,” katanya pada Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Ketut Tama Tenaya.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali menyampaikan maksud kedatangan mereka ke KPI Pusat terkait pengawasan media penyiaran di Bali pada saat pemilihan gubernur pada 2018 mendatang. Selain membicarakan soal Pilgub, Ketut juga menanyakan perkembangan revisi UU Penyiaran di DPR RI. “Kami memiliki hubungan baik dengan KPID dan mereka cukup baik dalam berkoordinasi dengan kami,” katanya. ***

Narasumber acara YPMA mendengarkan pertanyaan peserta diskusi di Hotel Ibis, beberapa waktu lalu.

 

Jakarta – Hasil kajian Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) merilis mayoritas acara anak di televisi masuk dalam kategori “Tidak Aman”, yakni 59% dari 1.401 acara anak yang mereka analisis. Hasil YPMA itu menegaskan bahwa tayangan anak yang memang aman buat mereka masih kalah banyak. Maka, tak salah jika banyak pihak menginginkan tayangan anak yang aman untuk anak di televisi diperbanyak.

Tidak hanya aman, publik menuntut tayangan anak yang berkualitas dan memberikan manfaat lebih seperti pendidikan, memberikan motivasi, mengembangkan sikap percaya diri anak, dan menanamkan nilai-nilai positif dalam kehidupan.

“Kami meminta tayangan anak berkualitas di televisi diperbanyak,” kata para narasumber yang mengisi acara diskusi bertema “Mencari Acara Televisi Berkualitas untuk Anak” yang diselenggarakan YPMA di Hotel Ibis Menteng, Kamis (9/11/2017), pekan lalu. Narasumber antara lain Peneliti YPMA Nina Mutmainnah, Staf Khusus Menteri PPA Fernandez Hutagalung dan Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini.

Nina Mutmainnah mengatakan program yang “aman” adalah program yang tidak hanya menghibur, namun juga memberikan banyak manfaat bagi pemirsanya. Program ini tidak hanya menarik dari segi cerita namun juga mengandung nilai-nilai positif yang mudah dipahami dan ditiru anak-anak dalam kehidupan nyata.

Seperti acara “Upin-Ipin” atau Handy Manny, dengan latar lingkungan yang heterogen secara etnis  tapi para tokoh di dalam cerita tersebut dapat saling menghormati perbedaan, dapat bekerja sama, dan membantu siapa saja.

“Muatan yang ada di dalam cerita acara itu menyisipkan pesan-pesan positif berupa kurikulum tersembunyi yakni mengandung muatan yang membantu anak untuk mempelajari sesuatu yang sehat bagi tumbuh kembang anak,” kata Nina.

Pandangan serupa juga disampaikan Fernandez Hutagalung mewakili Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Menurutnya, tayangan televisi saat ini belum sepenuhnya ramah terhadap anak. Bahkan, ada kecenderungan acara yang disajikan mengecilkan arti keberadaan mereka.

“Jika tayangan televisi menghargai keberadaan anak, berarti mereka juga menghargai pemirsa lainnya,” kata Fernandez.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menyatakan KPI akan berusaha mendorong lembaga penyiaran mewujudkan apa yang diinginkan publik. Selain itu, KPI akan selalu menjadikan anak dan remaja sebagai prioritas pertama untuk dilindungi terutama dari penyiaran yang tidak baik.

Menurut Dewi, tayangan anak yang menghibur harus sehat yang mengandung nilai edukasi dan pesan moral yang positif. Apa yang ditampilkan seperti narasi dan visual harus khas anak. “Anak yang dilibatkan sebagai subyek harus dalam konteks kreativitas bukan dieksploitasi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Nina Mutmainnah meminta pemerintah berperan dalam mengembangkan tayangan anak yang berkualitas. “Harus ada kebijakan khusus untuk tayangan anak. Kami berharap pemerintah dan regulator bisa mewujudkan hal ini,” pintanya. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) menilai perlu adanya sudut pandang baru kalangan produksi dalam menghasilkan tayangan yang ramah untuk anak. Upaya ini dinilai dapat meningkatkan produksi tayangan anak yang aman, sehat dan ramah di media penyiaran khususnya televisi.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, reorientasi produksi tayangan ramah anak perlu diselaraskan dengan penyamaan pemahaman dan tujuan penyiaran dalam konteks ramah anak. Cara pandang baru dan pemahaman yang sama akan menumbuhkan kreasi yang baik sehingga tayangan anak yang dihasilkkan sesuai harapan.

“Perlu juga penguatan aspek kreatif dan inspiratif selain menyeimbangkan kepentingan komersil dan tanggungjawab sosial.  Selain itu, pelaksanaan dan penegakan regulasi harus jalan seiring dengan literasi media terhadap publik,” kata Dewi Setyarini, saat menjadi narasumber acara Yayasan Pengembangan Media ANak (YPMA) dengan tema "Mencari Acara Berkualitas untuk Anak" di Hotel Ibis Menteng, Kamis (9/11/2017).

Dewi menyampaikan jika anak berhak mendapatkan tayangan yang sesuai dan memang pantas untuk mereka. Tayangan itu harus mengandung nilai edukasi dan pesan moral yang positif. Narasi dan visualisasi yang khas anak. Anak yang dilibatkan sebagai subyek dalam acara tersebut bukan untuk dieksploitasi tapi lebih cenderung pada keterlibatan kreativitasnya.

Menurut Dewi, anak-anak harus mendapat perlindungan dari tontonan yang mengandung kekerasan, pornografi dan kekerasan seksual. “Mereka juga harus mendapatkan perlindungan dalam kasus penegakan hokum,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Dewi menyampaikan ada 88 sanksi  atas pelanggaran perlindungan anak dan remaja. Pelanggaran yang paling banyak soal kekerasaan.

Seminar yang diadakan YPMA menghadirkan narasumber lain yakni Peneliti YPMA, Nina Mutmainnah, dan Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Fernandes Hutagalung. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.