Makassar – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai mensosialisasikan tatacara pelayanan perizinan penyiaran yang baru melalui Peraturan Menteri Kominfo No.18 tahun 2016. Proses pelayanan perizinan penyiaran baru ini akan lebih cepat dan transparan.
Dalam acara sosialisasi Permen di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (23/3/17), Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, permen baru ini menegaskan kepastian soal waktu proses pelayanan mulai dari pendaftaran hingga terbit izin tetapnya.
“Pemohon izin akan mengetahui kejelasan waktu proses izin mereka sampai mana dan selesainya kapan. Jadi harapannya tidak ada lagi berlarut-larut,” kata Agung yang dalam kesempatan itu didampingi Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo, Ahmad M. Ramli.
Agung menambahkan bahwa aplikasi on line untuk proses perizinan seharusnya membawa paradigma baru para pemilik lembaga penyiaran untuk ramah terhadap teknologi informasi atau internet.
"Gaya berpikir konvensional yang selalu mengandalkan dokumen fisik harus segera ditinggalkan karena memakan biaya dan waktu. Perkembangan teknologi informasi harus dimanfaatkan untuk pelayanan yang cepat dan transparan," pungkas Agung.
Sementara itu, pemilik lembaga penyiaran lokal dan nasional yang menghadiri acara sosialisasi itu mendukung langkah Kemkominfo dan KPI untuk menerapkan permen 18 tersebut.
"Permen 18 akan didukung oleh aplikasi perizinan on line yang akan semakin memudahkan pemohon untuk dapat memantau tahapan perizinan," kata Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika. ***
Jakarta - Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang telah rampung disusun oleh Komisi I DPR RI, saat ini tengah memasuki tahapan harmonisasi oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan masukan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Baleg DPR RI terkait RUU tersebut, (23/3/17).
Dalam RDP yang dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Firman Subagiyo, Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran Nuning Rodiyah menyampaikan beberapa masukan terkait penyiaran politik, iklan politik dan persentase iklan dalam program siaran. Menurut Nuning, RUU Penyiaran harus mengatur dengan jelas mengenai definisi iklan politik. Saat ini, dalam undang-undang yang ada, hanya dikenal dua jenis iklan saja. “Yakni iklan niaga dan iklan layanan masyarakat”, ujarnya. Karenanya, dengan aturan tersebut, semua iklan partai politik masuk dalam kategori iklan niaga. Nuning berharap dalam Undang-Undang Penyiaran yang baru nanti iklan politik dapat diatur sedemikian rupa sehingga hanya dapat ditayangkan pada saat masa kampanye sebagaimana perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan terkait siaran iklan dalam RUU yang memberikan persentase sebanyak 30% dari waktu program, sebaiknya ditinjau ulang karena sebaran iklan pada setiap program tidak sama. Nuning juga menilai pemberlakuan batas maksimal siaran iklan sebesar 30% dari durasi tayang setiap hari, masih terlalu banyak. Selain itu, RUU juga harus memberikan batasan tegas tentang yang dimaksud siaran iklan. “Apakah hanya berupa spot iklan saja atau termasuk yang built in dalam program siaran”, ujarnya. Dalam pemantauan KPI selama ini, jika pemunculan produk yang built in dalam program siaran, baik itu berupa kemunculan logo produk, wujud produk, atau juga penyebutan nama produk dan lain-lain juga dikategorikan sebagai siaran Iklan, maka persentasenya sudah melebihi ketentuan 20% per hari.
Namun demikian Nuning mengapresiasi usulan Iklan Layanan Masyarakat yang meningkat persentasenya menjadi paling sedikit 15% dari durasi siaran iklan komersial. Dalam Undang-Undang Penyiaran saat ini, ILM paling sedikit harus disiarkan sebanyak 10% dari durasi siaran iklan komersial. KPI akan segera menyampaikan penyempurnaan masukan atas RUU tentang Penyiaran ini, agar aturan yang berlaku tersebut dapat seoptimal mungkin memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan masukan pendapat dalam rangka harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran kepada Badan Legislasi DPR RI, (23/3). Dalam kesempatan tersebut Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menjelaskan pendapat KPI atas aturan baru terkait dunia penyiaran yang sudah disusun oleh Komisi I DPR RI.
Secara umum Yuliandre menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan KPI dalam undang-undang penyiaran yang baru ini, termasuk salah satunya dengan mengubah masa jabatan anggota KPI dari 3 (tiga) tahun menjadi 5 (lima) tahun. Pada kesempatan tersebut, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Prof Obsatar Sinaga juga memaparkan kepada Baleg DPR RI tentang kondisi KPID di beberapa provinsi saat ini, pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2016. Dirinya mengharapkan, regulasi penyiaran yang baru dapat segera ditetapkan, agar kelembagaan KPI dan KPID ke depan dapat lebih kuat dan pelayanan publik dilakukan lebih optimal.
Rapat itu sendiri dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo dari Fraksi Golkar. Firman meminta pendapat KPI tentang monopoli kepemilikan media, sanksi atas pelanggaran ketentuan iklan serta pengaturan iklan politik. Sementara itu anggota Baleg lainnya, Adang Daradjatun meminta KPI memberikan gambaran tentang penerapan sanksi denda atas pelanggaran aturan penyiaran di berbagai negara. Sedangkan politisi Fraksi Golkar lainnya, Misbakhun menilai bahwa penguatan KPI secara kelembagaan sangat dibutuhkan. Dirinya berpendapat KPI mendapatkan peran yang strategis dalam pengaturan masalah penyiaran ini, mengingat ke depan seiring dengan makin kuatnya perkembangan teknologi, penyiaran akan menjadi tulang punggung negara.
Misbakhun juga memberikan kritisi atas performa KPI selama ini. Dirinya berharap ke depan, KPi tidak sekedar memberikan rekomendasi atau pelarangan program siaran yang melanggar saja. “KPI harus mempertimbangkan luka-luka masyarakat yang muncul akibat kesalahan pada program siaran tidak dapat diobati begitu saja dengan larangan tersebut”, ujar Misbakhun. Hal senada juga disampaikan oleh Weni Haryanto, anggota Baleg lainnya. Weni berpendapat bahwa masyarakat punya hak mendapatkan informasi yang benar, bukan yang seenaknya sesuai keinginan pengelola televisi. Masukan lainnya adalah pentingnya KPI memberikan pendidikan dan pencerahan pada masyarakat agar tetap kritis dan imun terhadap siaran televisi dan radio.
Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran Nuning Rodiyah, dalam kesempatan itu menyatakan bahwa perlunya sanksi terhadap pengisi acara yang dalam penampilannya di televisi dan radio melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). “Kami berharap undang-undang mengakomodir adanya skorsing terhadap pengisi acara yang melanggar P3 & SPS”, ujar Nuning. Sementara komisioner KPI Pusat lainnya Dewi Setyarini menyampaikan masukan tentang aturan mengenai keberadaan lembaga penyiaran publik lokal (LPPL) serta aturan tegas tentang larangan muatan pornografi.
Di ujung pertemuan, Firman meminta adanya penyempurnaan atas masukan dari KPI atas Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran tersebut sebagai bahan pertimbangan Baleg DPR. Mengingat Baleg DPR memiliki tenggat waktu tersendiri dalam melakukan harmonisasi terhadap Draf RUU. Selanjutnya, jika harmonisasi sudah selesai di Baleg DPR RI,RUU akan disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia meminta Lembaga Penyiaran televisi dan radio untuk tidak ikut-ikutan memproduksi hoax. Selama ini sumber hoax lahir dari media sosial dan internet dan kemudian menjadi bahan pemberitaan di televisi dan radio.
Hal ini diungkapkan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Mayong Suryo Laksono saat melakukan pembinaan program jurnalistik Trans7 di Mampang Prapatan, Jakarta, Kamis (23/03/17). Mayong mengingatkan agar program berita menjaga kualitas dengan hasil kerja liputan kru di lapangan. Jangan mengambil bahan berita dari media sosial seperti YouTube atau sejenisnya.
"Jangan hanya mengembangkan berita yang tidak jelas asal-usul dan pertanggungjawabannya. Karena ada program yg hanya mencuplik sejumlah video di medsos dan jadilah satu program," kata Mayong Suryo Laksono di hadapan kru program berita Trans7 bersama Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Hardly Stefano.
Mayong mengimbau agar program berita memiliki value yang lebih dibanding program lain. Program berkualitas tentu program yang memiliki manfaat banyak bagi masyarakat.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membutuhkan masukan dari Dewan Pers terkait persoalan framing media dalam pemberitaan. Masukan ini sangat penting untuk menyelaraskan hasil keputusan KPI terkait persoalan tersebut.
Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, pada Ketua Dewan Pers, Yoseph Prasetyo, disela-sela acara fokus grup diskusi (FGD) tentang “Temuan Kasus Program Siaran Jurnalistik pada Pilkada 2017 di Televisi dan Radio” di Kantor KPI Pusat, Kamis (23/3/17).
Menurut Hardly, KPI memiliki keterbatasan menanggapi persoalan framing pemberitaan di media penyiaran. Masukan dari Dewan Pers akan lebih mengerucutkan substansi soal framing yang terindikasi di lembaga penyiaran. “Kita ingin ada penilaian dari Dewan Pers mengenai hal itu. Setelah itu, KPI bisa mengambil keputusan apa dan seragam dengan hasil penilaian Dewan Pers,” jelasnya.
Selain menguatkan keputusan yang dibuat oleh KPI, penilaian bersama dengan Dewan Pers akan menghilangkan ruang hampa atau blankspot aturan yang bisa dimanfaatkan terutama pada saat Pemilu atau Pemilukada sekarang. “Kita ingin membendung hal-hal itu dengan ketemuan berkala dengan Dewan Pers,” kata Hardly.
Hardly menegaskan jika Dewan Pers dan KPI memiliki persepsi yang sama soal independensi media. Harapan agar media tidak melakukan penggiringan opini, menyiarkan fakta yang sesungguhnya dan aktualitas informasi, beberapa kesamaan substansi tersebut.
Hardly juga mengingatkan bahwa UU Penyiaran mengatur persoalan penyiaran secara menyeluruh melalui aturan turunannya. Karena itu, setiap produk yang masuk ke ranah penyiaran harus tunduk pada aturan yang berlaku yakni UU Penyiaran dan produk turunannya.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menyatakan pihaknya mendapati adanya lembaga penyiaran terindikasi melakukan framing dalam pemberitaan. “Indikasi framing itu dengan menyudutkan atau mengunggulkan pasangan calon tertentu,” tambahnya.
Pemantauan KPI juga menemukan beberapa potensi pelanggaran dalam pemberitaan yang kemudian telah ditindaklanjuti dengan memberikan peringatan pada lembaga penyiaran bersangkutan. Selain mendapati pelanggaran di program pemberitaan, KPI Pusat juga menemukan sejumlah pelanggaran terhadap P3 dan SPS pada program lain dengan kategori pelanggaran SARA. ***
Sinetron yg sangat tidak mendidik karena banyak nya karakter penjahat .dan cerita yang tidak masuk akal di mana para pemeran dalam sinetron "suami pengganti" tidak bisa menilai mana yg salah dan benar . Ya emang sinetron semata hanya hiburan tpi dari segi pandang sangat tidak patut dan sangat tidak masuk di akal .penjahat berkeliaran bebas dan selalu ada jalan untuk menghindar dari bukti .jujur sangat muak dengan cerita sinetron (suami pengganti) dengan cerita yg makin kesini tidak masuk akal dengan banyaknya penjahat /kriminal dari beberapa karakter .
Pojok Apresiasi
khairunnisa
Siaran settingan, tidak mendidik, membongkar privasi, dan memberi contoh yang tdk baik bagi masyarakat