Jakarta – Media penyiaran, baik televisi maupun radio, memiliki tanggungjawab dalam pembentukan karakter bangsa. Memiliki pengaruh yang besar dan kemampuan menjangkau setiap sudut di wilayah negeri ini, menjadikan media ini sangat efektif dalam upaya mempengaruhi publik mencintai negaranya, Indonesia.

Selain itu, media penyiaran dapat membangkitkan masyarakat untuk membela negaranya atau bela negara. “Bela negara” adalah, tekad dan tindakan warga negara yang dilandasi kecintaan pada tanah air, untuk menjamin kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negaranya.

Terkait persoalan di atas, Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan, pembentukan karakter bangsa dan penanam sikap bela negara merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pasalnya, pembentukan karakter bangsa akan mengikutkan nilai-nilai dan sikap bagi warga negara untuk membela atau bela negaranya.

Penanaman karakter bangsa dan bela negara dapat melalui media penyiaran karena potensi menularkannya atau pengaruh melalui siaran cukup efektif. “Siaran atau informasi media memiliki tanggungjawab dalam mencerdaskan dan menjaga keutuhan negara ini dan tidak salah jika media juga berkewajiban dalam upaya pembentukan karakter bangsa,” jelas Rahmat di sela-sela rapat dengan Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas) terkait Bela Negara, Selasa, 28 Februari 2017.

Menurut Rahmat, cukup beraalsan jika pembinaan bela negara idelanya memasuki bahasan mengenai pengaruh media terhadap pembentukan karakter bangsa. Karena saat ini media memilik pengaruh terhadap pembentukan perilaku masyarakat.

Selain itu, kata Rahmat, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana perhatian kita terhadap masyarakat di perbatasan. Kita ketahui bahwa masyarakat di perbatasan banyak yang tidak terjangkau siaran nasional. Parahnya, mereka justru mendapatkan siaran dari negara lain. Tidakkah ini menjadi ancaman terhadap keutuhan bangsa. Bagaimana mau membentuk karakter bangsa melalui media siaran jika siarannya tidak ada.

“Kita sangat berharap siaran nasional di wilayah perbatasan bisa terwujud. Dengan begitu, masyarakat di sana dapat mengetahui Indonesia secara utuh,” kata Rahmat di depan peserta yang mewakili sejumlah instansi antara lain Kemendagri, Kemenristekdikti, Kemenpar RB, Kemenhan dan LAN.

Dalam rapat itu, dibahas tentang adanya indikasi merusak keutuhan bangsa melalui pemberitaan media dengan berita SARA dan pengiringan opini. Dalam kesempatan itu, Wantanas mengajak regulator seperti KPI yang punya kewenangan di penyiaran untuk turut serta meminimalisir berita seperti itu di media siaran.

Selain itu, dibahas pula bagaimana anak muda sekarang lebih banyak gunakan media sosial. Dikhawatirkan, pengaruh buruk dari medsos akan mengikis rasa cinta mereka terhadap Indonesia dan sebaliknya lebih cinta dan kenal budaya barat. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan mahasiswa Universitas Semarang di kantor KPI Pusat, Rabu, 1 Maret 2017. Kunjungan dalam rangka kuliah kerja lapangan ini diterima langsung Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas  Umri dan Tenaga Ahli Media KPI Pusat Ira Naulita.

Dalam kesempatan itu, mahasiswa mempertanyakan bagaimana KPI melakukan tugas dan fugsi pengawasan terhadap isi siaran. Pertanyaan lain juga ditanyakan mereka terkait konten-konten siaran yang bermasalah dan tidak memiliki unsur edukasi.

“Kami ingin tahun dan menambah pengetahuan dan wawasan tentang tugas pokok dan fungsi Komisi Penyiaran Indonesia yang nantinya akan  menunjang juga dengan matakuliah yang ada di dalam perkuliahan kami,” kata salah satu mahasiswa.

Selain membahas mengenai isu penyiaran terkini seperti pemberian sanksi, serta siaran asing. Dalam kunjungan ini, mahasiswa Universitas Semarang melihat secara langsung pemantauan isi siaran di KPI Pusat.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima aduan dari Yayasan Scorpion Indonesia (LSM pemerhati satwa) mengenai eksploitasi satwa dalam tayangan di sejumlah stasiun televisi, Selasa, 28 Februari 2017. Ada sekitar 28 catatan Yayasan Scorpion Indonesia terkait tayangan yang melakukan eksploitas terhadap satwa.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis saat menerima aduan tersebut mengatakan, laporan dari Yayasan Scorpion Indonesia akan dikaji KPI Pusat apakah muatannya memang melanggar aturan P3 dan SPS KPI. Dalam aturan P3 dan SPS terdapat pasal mengenai pelarangan eksploitasi satwa secara berlebihan. “Kita membutuhkan kajian mengenai batasan eksploitasi itu seperti apa. Kami akan teliti ini sesegera mungkin,” katanya.

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah yang ikut dalam pertemuan itu menegaskan, pihaknya akan mengambil tindakan jika memang terdapat pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI.

Sementara itu, Investigator Senior Yayasan Scorpion Indonesia, Marison Guciano menyampaikan, pihaknya meminta KPI Pusat agar mengeluarkan imbauan kepada stasiun televisi untuk tidak menayangkan konten eksploitasi terhadap satwa liar.

Menurutnya, tayangan dengan konten eksploitasi satwa liar akan berkontribusi terhadap tidak pekanya masyarakat pada kekerasan terhadap binatang. Ini juga mengajarkan anak-anak untuk menganggap hewan hanya sebagai obyek yang akan digunakan dan disalahgunakan untuk hiburan.

“Pelatih hewan dan showmen sering kali terlibat dalam penguatan negatif, seperti mencambuk dan mencolok hewan, memaksa mereka untuk melaksanakan trik yang tidak wajar dan menunjukkan bahwa hewan hanya bisa dikendalikan oleh rasa sakit dan rasa takut,” jelas Marison kepada wartawan yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Dalam kesempatan itu, Morison menyampaikan bahwa secara global sudah banyak negara yang melarang penggunaan satwa liar dalam pertunjukan. “Berbagai dukungan, termasuk media televisi pada eksploitasi satwa liar adalah bertentangan dengan tren yang kita lihat di seluruh dunia dimana ada keprihatinan untuk kesejahteraan hewan dan pengakuan dari teknik kasar dalam pertunjukan hewan yang sepenuhnya tidak dapat diterima,” tandasnya. ***     

Jakarta - Penyelesaian masalah pornografi yang mengancam masa depan anak-anak Indonesia harus dilakukan melalui lintas kementerian/ lembaga, termasuk juga mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat yang secara konsisten menyuarakan perlawanan terhadap pornografi. Dalam rangka menggagas solusi tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyelenggarakan Diskusi Terbatas dengan topik “Pemetaan Kerentanan Anak Terhadap Pornografi”, yang melibatkan lembaga-lembaga negara terkait, seperti Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF), (27/2).

Dalam kesempatan tersebut, Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Dewi Setyarini menjelaskan langkah-langkah yang sudah diambil KPI Pusat dalam melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya terpapar muatan pornografi. Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) hanya ada 4 pasal yang terkait dengan perlindungan anak dari pornografi, namun belum terperinci. Selain itu, KPI telah berusaha agar lembaga penyiaran berlangganan tidak menjadi medium penyebaran muatan pornografi yang masif.

KPI sendiri pernah mengeluarkan surat edaran pada seluruh penyelenggara LPB untuk tidak menyalurkan TV 5 Monde kepada pelanggannya, karena terbukti memiliki muatan pornografi yang vulgar. Dewi juga melihat bahwa keberadaan kunci parental seharusnya menjadi keharusan untuk disediakan penyelenggara LPB, termasuk sosialisasi penggunaannya. “Sehingga konsumen dapat mengatur akses penggunaan televisi sesuai dengan peruntukan yang tepat”, ujar Dewi.

Ke depan, menurut Dewi, ada tugas besar bagi KPI untuk mengisi regulasi-regulasi yang bolong, agar perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya pornografi di penyiaran dapat dilakukan lebih optimal.  Terkait LPB ini, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro mengakui adanya kesulitan dalam pengaturan yang lebih tegas.

Sementara itu Maria Advianti dari KPAI menilai perlu adanya kesepakatan klasifikasi antara pencegahan dan penanganan, peran dan kewenangan, serta kontribusi peran. Maria juga mengusulkan agar penanganan masalah pornografi ini harus dijadikan program multi years, sehingga tidak berhenti pada satu tahun anggaran saja. Selain itu, Maria berharap adanya sinergi antara kementerian dan lembaga, dengan organisasi masyarakat yang memiliki jumlah massa yang besar dalam rangka penanganan pornografi.

Beberapa peserta rapat lain ikut memberikan saran, diantaranya, Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH),  C Musiana Y (Lembaga Sensor Film), AKBP Nona Pricilia Ohei  dan Rita W. Wibowo (Bareskrim Polri), serta Hariqo Wibawa Satria (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka).

Serpong – Tanggungjawab yang dipikul Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sangatlah besar dan tak hanya terbatas dengan persoalan teknis saja. Menciptakan tatanan penyiaran yang ciamik disertai perbaikan kualitas konten yang sesuai harapan adalah diantara tanggungjawab besar tersebut.

Terkait peningkatan kualitas konten siaran, salah satu tugas KPI adalah terus mendorong terciptanya sumber daya manusia (SDM) penyiaran yang berkualitas dan baik. Upaya itu merupakan tanggungjawab KPI yang terus menerus dilakukan dengan berbagai cara salah satunya terjun langsung ke lembaga penyiaran dan bimbang teknis penyiaran (Sekolah P3 dan SPS KPI).

“Tanggungjawab ini bagian dari tujuan KPI menciptakan konten-konten yang bermutu dan baik bagi publik. Kami tak pernah lelah turun ke lapangan menemui langsung pihak lembaga penyiaran untuk menyatakan maksud baik ini,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, disela-sela menyampaikan presentasi di depan Rapat Kerja Daerah KPID Banten di Hotel Merlyn In, Serpong, Banten, Senin, 27 Februari 2017.

Peningkatan kualitas konten lokal, lanjut Andre, bentuk antisipasi dari ketergantungan kita terhadap produk konten asing yang diakuinya memang lebih baik dari segi kualitas dibanding konten dalam negeri. “Kita harus membangun jati diri kita melalui konten-konten lokal yang berkualitas dengan lebih dahulu membangun sumber daya manusia yang bermutu dan penuh kreatifitas,” katanya.

Ia juga menceritakan bagaimana konten luar negeri mulai menguasai layar kaca televisi di tanah air. Kondisi ini tak lepas dari rendahnya mutu program lokal seperti sinetron yang makin diperparah ongkos produksi yang selangit. “Biaya pembuatan satu episode sinteron kita bisa mencapai angka 400 jutaan. Sedangkan harga satu episode acara sinetron luar tidak lebih dari 100 juta. Dari segi bisnis saja sudah jelas pilihan mana yang lebih menguntungkan,” ungkap Andre yang juga Presiden Ibraf ini.

Hal yang paling dikhawatirkan Andre adalah pada saat alih teknologi dari analog ke digital. Jika mutu konten dalam negeri tidak ada peningkatan, hasilnya slot kanal yang disediakan untuk siaran akan dikuasai konten-konten luar yang dari mutu dan harga menang banyak dari kita. “Jangan sampai nanti pada saat alih teknologi, konten asing lebih dominan ketimbang konten lokal kita. Kita harus bersama-sama mengembangkan konten lokal kita,” tuturnya penuh harapan.

Andre optimis harapannya dapat tercapai disebabkan pemilik-pemilik lembaga penyiaran khususnya televisi merupakan orang-orang negarawan. Mereka tentunya memiliki pemikiran yang sama dengan KPI yaitu menciptakan konten siaran yang baik, sehat, penuh manfaat dan aman bagi semuanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat menyatakan bahwa kebijakan KPI melakukan tindakan terhadap program siaran yang melanggar aturan P3 dan SPS merupakan bentuk dari pembinaan terhadap lembaga penyiaran supaya dapat lebih berkembang dan memperbaiki diri. “KPI tidak ingin disebut membunuh kreatifitas, tapi KPI ingin membantu lembaga penyiaran menciptakan hal-hal yang baru dan bermutu,” katanya diamini Ketua KPID Provinsi Banten Ade Bujhaeremi yang duduk disampingnya.

Sementara itu, di tempat yang sama, Kepala Bagian Hukum dan Perencanaan Sekretariat KPI Pusat, Umri menjelaskan perencanan program dan penganggaran Sekretariat KPI Pusat. Menurutnya, untuk menciptakan dan meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan KPID harus juga diimbangi dengan penganggaran dan perencanaan program kerja yang jelas. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.