Jakarta – Indosiar segera melaksanakan sanksi penghentian sementara yang dijatuhkan KPI Pusat untuk program siaran D’Academy 4. Kesiapan Indosiar untuk menjalankan sanksi penghentian sementara itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, saat menyerahkan surat tanggapan KPI Pusat ke Indosiar di kantor KPI Pusat, Kamis, 23 Februari 2017. Kesediaan dan kesiapan Indosiar melaksanakan sanksi penghentian sementara program tersebut mendapat apresiasi dari KPI Pusat.

Menurut Rahmat, Indosiar akan melaksanakan sanksi penghentian sementara program D’Academy 4 dalam pekan ini. Sesuai ketentuan, pelaksanaan sanksi penghentian sementara atas sebuah program harus sesuai dengan schedule program itu.

Dalam kesempatan itu, Rahmat mewakili KPI Pusat meminta kepada Indosiar untuk memberikan tindakan tegas pada artis yang melakukan pelanggaran pada program tersebut. Tindakan tegas itu tidak hanya berupa teguran, tapi sanksi-sanksi yang efeknya bisa membuat jera agar artis yang bersangkutan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

“Sanksi kepada artis akan berdampak pada tanggungjawab professional sang artis kepada masyarakat,” tegasnya.

KPI Pusat juga meminta Indosiar untuk melakukan pembinaan ke dalam khususnya kepada kru program D’Academy. Pembinaan terhadap kru dan tim produksi akan diberikan KPI Pusat secara langsung.

Sebelumnya, KPI Pusat telah menerima surat jawaban dari Indosiar perihal surat penjatuhan sanksi penghentian sementara untuk program siaran D’Academy 4 Indosiar selang satu hari setelah jatuhnya keputusan. Surat jawaban dari Indosiar meminta berbagai pertimbangan dari KPI Pusat perihal tanggal pelaksanaan dan durasi hari pelaksanaan sanksi. ***

Bandung – Maraknya pemberitaan atau siaran miring terhadap Islam menjadi perhatian dalam Forum Tahunan IBRAF yang berlangsung di Hotel Trans Studio Luxury, Bandung, Kamis, 23 Februari 2017. Salah satu negara anggota IBRAF yang angkat bicara mengenai hal ini adalah Bangladesh. Dalam sambutannya, Sekretaris Kementerian Informasi Bangladesh, Martuza Ahmed mengatakan, ketakutan terhadap Islamophobia harus diredam melalui gencarnya pemberitaan mengenai Islam yang benar dan damai melalui media khususnya  yang tergabung dalam anggota IBRAF.  

Menurut Martuza, sesama anggota IBRAF harus bekerjasama memerangi ‘kutukan’, istilah Martuza, akan informasi yang mendiskriditkan Islam yang sesungguhnya cinta damai. Ia juga mengajak semua pihak mulai dari ulama, alim ulama dan imam untuk berinisiatif mengutuk tindakan terorisme atas nama agama. “Kita tidak boleh tinggal diam karena diam terhadap aksi terror memberikan sinyal yang salah,” katanya.

Peran media dalam hal ini, lanjut Martuza, sangat penting karena mereka dapat mengambil masalah untuk tanggapan luas dari masyarakat. “IBRAF dan negara-negara anggota juga dapat mengatur seminar, simposium dan konferensi di tingkat nasional dan internasional untuk menciptakan kesadaran massa terhadap terorisme atas nama agama kita,” usulnya di depan peserta rapat yang dihadiri hampir 30 delegasi negara anggota IBRAF.

Peran yang dilakukan IBRAF untuk melawan kampanye negatif itu dengan menggambarkan gambaran yang benar dan damai umat Islam. Hal ini dapat dimulai dengan memfasilitasi dialog antara negara-negara anggota OKI maupun dengan forum-forum global lainnya untuk meluncurkan kampanye terorganisir untuk menegakkan Islam dan Muslim positif.

Selain itu harus ada fasilitasi kampanye literasi media di negara-negara OKI. Ketika orang menjadi melek media, setiap upaya untuk menjelek-jelekkan orang, kelompok, agama atau ras akan gagal. literasi media juga penting untuk orang media sehingga mereka dapat menemukan dan menafsirkan data yang tersedia dari sumber independen mengurangi ketergantungan pada sources.

Media, kata Martuza memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang kuat, adil dan terbuka. Banyak negara-negara Muslim memiliki pertumbuhan ekonomi, demokrasi semakin kuat dan masyarakat sipil yang dinamis yang membuka peluang baru dan mencapai kemajuan serta mengurangi kemiskinan dan penyakit.

Martuza pun menyoroti kemunculan media baru bebasis internet. Menurutnya, kemunculan media baru itu memunculkan peluang yang luas dalam dunia komunikasi. Tapi pada saat yang sama penyalahgunaan dan penyalahgunaan yang memakai media baru tersebut menyebabkan beberapa kerusakan bagi masyarakat.

“Dalam rangka menjaga keutuhan privasi rakyat, keamanan negara dan institusi, kesucian perempuan dan anak-anak, ruang cyber kami harus bebas dari kehadiran konten yang tidak pantas dan apa pun yang mungkin mencemarkan nama baik agama Islam. Jadi harus ada kebijakan OKI pada media baru dan keamanan dunia maya yang akan memberikan kami sebuah platform umum,” desak Martuza.

Perkembangan media Banglades

Dalam kesempatan itu, Martuza Ahmed menceritakan perkembangan media di negaranya. Saat ini, media di Bangladesh sangat aktif dan bersemangat dalam memajukan demokrasi. Mereka bertindak sebagai kunci untuk mendorong reformasi, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan mempromosikan debat publik yang sangat penting bagi demokrasi tersebut.

Para wartawan yang bekerja di media memainkan peran penting dalam mempromosikan pengembangan hak asasi manusia di Bangladesh terutama hak-hak perempuan dan anak-anak. Media Bangladesh telah berperan penting dalam mempromosikan perdamaian di masyarakat memastikan keharmonisan dengan iklan citra Islam yang sebenarnya dan umat Islam.

“Pemerintah Bangladesh yang kini di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Hon'ble Sheikh Hasina, mengejar prinsip-prinsip dasar Islam yang menekankan harmoni komunal, damai dan non-kekerasan.,” katanya.

Sekitar 88 % penduduk Bangladesh adalah Muslim. Mereka, kata Martuza, saleh dan berkomitmen untuk menegakkan citra Islam yang sebenarnya. Pada saat yang sama mereka toleran dan menghormati para pengikut agama-agama lain. “Non-Muslim di Bangladesh menikmati kebebasan penuh dalam menjalankan ibadah agama mereka. Kami sangat menentang menggunakan agama sebagai senjata politik,” tegasnya.

Saat ini, Bangladesh memiliki sektor media yang kuat, baik di media cetak dan elektronik. Saat ini ada sekitar 1.119 surat kabar yang terbit. Ada 26 saluran TV swasta yang suah beroperasi dan akan bertambah 16 TV dalam waktu dekat. Jumlah radio ada 12 di sektor publik dan 22 radio swasta serta 17 radio komunitas.
Bangladesh pun mulau mengadopsi kebijakan penyiaran pada tahun 2014 dan akan menindaklanjuti UU Penyiaran yang dalam proses sedang dirumuskan. Berdasarkan UU itu akan dibentuk semacam Komisi Penyiaran yang akan memantau pelaksanaan Kebijakan Broadcast Nasional. ***

Bandung – Pentingnya arti saling memahami atau mengerti, hak kebersamaan dan berkolaborasi merupakan sebuah harapan dari mewujudkan dunia yang harmonis. Terwujudnya dunia yang harmonis akan menentukan kesempatan masyarakat untuk memiliki haknya itu. Hal itu disampaikan Sekretaris Jendral (Sekjen) Ibraf Hamit Ersoy dalam sambutannya di pembukaan forum tahunan regulator penyiaran Negara-negara OKI di Bandung, Rabu, 22 Februari 2017.

Hamit yang mengawali sambutannya dengan penjelasan mengenai apa itu harmoni sangat menekankan pentingnya keseimbangan dalam menjalankan hubungan atau berkomunikasi. "Kombinasi teratur atau menyenangkan elemen dalam keseluruhan, atau hubungan di mana berbagai komponen yang ada bersama-sama tanpa menghancurkan satu sama lain, atau hubungan ditandai oleh kurangnya konflik atau dengan perjanjian, sebagai pendapat atau kepentingan,” katanya.

Ia membayangkan ketertiban dan harmoni alam semesta seperti akuarium besar di mana berbagai jenis ikan yang hidup dalam harmoni, atau masyarakat modern di mana kelompok-kelompok sosial yang berbeda yang ada bersama-sama dalam harmoni.

Dari sudut pandang itulah, Hamit memandang bagaimana konsep berpikir mengenai harmoni dunia dengan memfokuskan pada pengertian tentang saling pengertian, menegakkan kepentingan bersama dan pentingnya berkolaborasi. “Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat dunia hanya bisa memiliki kesempatan untuk hidup dalam harmoni ketika mereka memiliki saling pengertian dan kerjasama untuk mengoptimalkan kepentingan bersama,” tambahnya.

Hari ini, lanjut Hamit, jika masyarakat dunia meminta hidup bersama secara harmonis, mereka harus mencoba untuk memahami satu sama lain dan untuk berkolaborasi dalam semua bidang kehidupan, misalnya budaya, perdagangan, pendidikan, pariwisata, olahraga, kesehatan, seterusnya.

Terkait hal itu, Hamit menilai media tidak dapat dipisahkan dari setiap bidang kehidupan modern, memiliki peran penting untuk memperkuat hubungan antara masyarakat, yang mampu menciptakan kepentingan bersama.

“Walaupun media secara umum telah digunakan oleh kelompok-kelompok kekuasaan sebagai senjata untuk membangkitkan permusuhan di antara dan di antara masyarakat, penggunaan yang bertanggung jawab media juga bisa mengatur panggung untuk keharmonisan dunia,” katanya yang disambut tepuktangan para undangan yang hadir di ballroom Transstudio Luxury Hotel, Bandung.

Hamit meminta semua pihak untuk tidak menyerah mencegah media digunakan sebagai alat dalam proses menciptakan dan menghancurkan musuh. Menurutnya, media harus dimanfaatkan untuk memiliki kesempatan menghasilkan ikatan sosial, ekonomi dan budaya pada skala dunia.

Pertemuan tahunan regulator penyiaran negara-negara OKI (OIC-Broadcasting Regulatory and Authorities Forum  (IBRAF)), yang diselenggarakan di Bandung (21-24/2) bertema “Media for World Harmony”. Pertemuan tahun ini diawali dengan penyelenggaraan Internasional Conference yang diikuti delegasi dari berbagai negara antara lain, Turki, Maroko, New Zealand, Korea Selatan, Singapura, dan Australia.***

Bandung - Pertemuan Tahunan ke- 5 regulator penyiaran dari negara-negara yang tergabung dalam IBRAF (OIC-Broadcasting Regulatory and Authorities Forum) berlangsung dengan mengusung tema “Media for World Harmony”, di Bandung (23/2). Pertemuan dipimpin langsung oleh Presiden IBRAF Yuliandre Darwis yang juga Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Sekretaris Jenderal IBRAF it Hamit Ersoy  anggota dari RTUK, Turki.

Yuliandre menyampaikan apresiasi atas kehadiran para delegasi untuk ikut merumuskan bersama tentang masalahpenyiaran terkini di dunia, termasuk di dalamnya tentang digitalisasi penyiaran serta perlawanan terhadap radikalisasi dan islamophobia. Sementara Hamit Ersoy di awal pertemuan menyampaikan tentang perjalanan IBRAF dan semangat yang membidani kelahiran organisasi yang terafiliasi dengan Organisasi Kerjagesama Islam (OKI) ini.

Hamit menyampaikan laporan dari forum-forum yang digelar oleh OKI, dan usulan-usulan yang IBRAF pada organisasi tersebut. Hamit menjelaskan bahwa sebagian besar usulan dari IBRAF disetujui oleh OKI, diantaranya pembuatan data base dari lembaga-lembaga penyiaran yang ada di negara-negara anggota OKI.

Pertemuan tahunan ini masih berlangsung dengan agenda penyampaian laporan dari masing-masing negara anggota IBRAF. Sayyeda Mojgan Mostafavi  (Deputy Minister of Publication Affair) dari Afghanistan sedang menyampaikan kondisi penyiaran di salah satu negara Persia itu. Delegasi lain yang hadir dalam pertemuan tahunan ini adalah, Bangladesh, Benin, Iraq, Mauritania, Maroko, Mozambique, Saudi Arabia, Somalia, Sudan, Turki dan Komoro.

Jakarta - Pertemuan tahunan regulator penyiaran negara-negara OKI (OIC-Broadcasting Regulatory and Authorities Forum  (IBRAF)), akan diselenggarakan di Bandung (21-24/2). Mengambil tema “Media for World Harmony”, pertemuan tahun ini akan diawali dengan penyelenggaraan Internasional Conference yang diikuti delegasi dari berbagai negara antara lain, Turki, Maroko, New Zealand, Korea Selatan, Singapura, dan Australia.

Yuliandre Darwis selaku Presiden IBRAF mengatakan bahwa rangkaian kegiatan yang dibuat dalam memeriahkan pertemuan tahunan ini untuk menyampaikan pesan kepada dunia, bahwa penyiaran memiliki peran dalam menghadirkan harmoni dalam kehidupan antar bangsa. “Melalui medium frekwensi, orang-orang saling terhubung untuk saling memahami dan saling mengerti sebagai sesama warga dunia yang menginginkan kedamaian”, ujarnya.

Untuk itu, dalam pertemuan tahunan ini akan dibahas pula tentang kontribusi yang dapat diberikan oleh regulator penyiaran dari negara-negara OKI (Organisasi Konferensi Islam), dalam menata penyiaran menjadi lebih baik. “Kami juga akan saling bertukar informasi tentang trend dunia penyiaran dan lubang-lubang regulasi yang muncul serta cara mengantisipasinya”, ujar Yuliandre.

Masalah digitalisasi dan konvergensi media tentu menjadi salah satu topik penting yang dibahas pada pertemuan tahunan ini. “Belum semua negara memberikan kewenangan pada regulator penyiaran untuk ikut mengatur media-media baru (new media)”, ujarnya. Tentu menjadi sangat menarik, jika masing-masing negara mendapat sharing pengalaman dari negara lain tentang pengaturan media baru dalam konvergensi media.

Dijadwalkan pada kesempatan Konferensi Internasional tersebut hadir pula Amina Lemrini Elouahabi, Presiden Haute Autorité de la Communication Audiovisuelle (HACA) dari Maroko untuk menyampaikan presentasi tentang literasi media. Beberapa pembicara lainnya adalah Prof Ilhan Yerlikaya, Presiden Radyo ve Televizyon Ust Kurulu  (RTUK) Turki, dan Prof Hamit Ersoy, Sekretaris Jenderal IBRAF.

Yuliandre menjelaskan, pelaksanaan Pertemuan Tahunan yang diawali dengan Konferensi Internasional ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Yuliandre berharap, Indonesia sebagai salah satu negara pendiri IBRAF dapat memberikan kontribusi untuk mencapai pemahaman bersama dengan negara-negara anggota lainnya mengenai isu media dan dunia penyiaran terkini, untuk dijadikan dasar dalam rangka merancang solusi dan jalan implementasinya.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.