Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan lawatan ke kantor Kepala Staf Kepresidenan RI, Senin, 16 Januari 2017 di Bina Graha, Jakarta Pusat. Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis serta Komisioner KPI Pusat Ubaidillah, Dewi Setyarini dan Agung Suprio ikut dalam kunjungan yang diterima langsung Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistiyo.   

Di awal pertemuan, Eko Sulistiyo menyatakan persoalan penyiaran menjadi perhatian pemerintah sekarang. Beberapa hal yang penting menyangkut hal ini adalah soal pengayaan konten siaran dalam negeri. Menurutnya, persoalan konten ini sangat berhubungan dengan kreatifitas dan ini harus dikaitkan dengan peningkatan rasa nasionalisme warga negara.

Sementara itu, Yuliandre Darwis menyampaikan persoalan rating atau ukuran kepemirsaan siaran yang menjadi barometer industri televisi di Indonesia. Dia berharap keberadaan survey atau rating dapat lebih demokratis, dan tidak hanya menjadi monopoli satu pihak saja.

Menurut Andre, panggilan akrabnya, jika lembaga penyiaran hanya mengacu pada satu parameter rating saja hal ini akan mengakibatkan siaran televisi jadi kurang mencerdaskan. Jadi kesannya lembaga penyiaran hanya mengejar peringkat kepemirsaan demi bertambahnya kue iklan.

Dalam kesempatan itu, Andre juga menyampaikan kekhawatirannya terkait rancangan Undang-Undang Penyiaran yang akan dibahas DPR sebagai pengganti UU No. 32 tahun 2002. Menurutnya, di dalam draft RUU Penyiaran tidak lagi menegaskan keharusan adanya konten lokal, seperti yang saat ini diwajibkan dalam sistem siaran berjaringan. “KPI ingin agar ada keragaman konten siaran, sesuai karakteristik daerah masing-masing,” katanya.

Terkait hal itu, Komisioner bidang Isi Siaran Dewi Setyarini menambahkan, pihaknya berupaya mendorong daerah dapat tereksplorasi secara proporsional di ruang-ruang televisi nasional. “Keberagaman isi siaran harus diperhatikan, jangan hanya mengejar rating,” tambahnya.

Sementara itu, Agung Suprio menambahkan jika saat ini hanya sedikit lembaga penyiaran swasta yang masih menggelorakan nasionalisme, seperti dalam pemutaran lagu kebangsaan maupun iklan layanan masyarakat. “Kami mendorong iklan layanan masyarakat bertema nasionalisme dapat diperbanyak,” tandasnya.

Disela-sela pertemuan itu, Ketua KPI Pusat menyampaikan undangan kepada Presiden Joko Widodo untuk dapat menghadiri Konferensi Internasional Tahunan Organization of Islamic Cooperation Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) di Bandung, 21-24 Februari 2017. Sesuai pertemuan IBRAF di Jeddah, 2016 lalu,  KPI dipercaya menjadi Presiden IBRAF selama satu tahun. IBRAF merupakan forum diskusi serta tukar menukar informasi dan pengalaman terkait media dan regulasinya, di negara-negara anggota OKI.

Selain itu, KPI Pusat juga berharap, Presiden Jokowi menetapkan tanggal 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional sesuai lahirnya lembaga penyiaran pertama milik bangsa Indonesia bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang diprakarsai KGPAA Sri Mangkunegoro VII di Solo, 1 April 1993. “Pada tahun ini, peringatan Hari Penyiaran Nasional akan digelar di Bengkulu,” kata Yuliandre. ***

Jakarta – Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis terpilih menjadi Dewan Pakar dalam kepengurusan baru Pengurus Besar (PB) Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) Periode 2016-2020.  Pelantikan PB PRSI masa bakti 2016-2020 berlangsung hari ini, Rabu, 11 Januari 2017 di Ball Room Hotel The Westin, Jakarta. Pelantikan dipimpin langsung Ketua Umum KONI Tono Suratman.

Usai dilantik, Yuliandre Darwis mengatakan dirinya merasa terhormat dan berterimakasih atas amanat menjadi Dewan Pakar dalam kepengurusan baru PB PRSI dengan Ketua Umum PB PRSI Anindya Bakrie. Andre, panggilan akrabnya, yang gandrung dengan olahraga renang menyatakan akan membantu tumbuh kembang olahraga renang di Indonesia dengan harapan cabang ini bisa berprestasi ditingkat internasional.

Hadir dalam pelantikan tersebut Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Gatot S. Dewa Broto, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Ketua Umum KONI  Tono Suratman, Ketua Satlak Prima Ahmad Sutjipto, Ketua Umun KOI Eric Tohir. Anindya terplih sebagai Ketua Umum PB PRSI pada Oktober 2016 lalu menggantikan Sandiaga Uno setelah dipilih secara aklamasi oleh 28 Pengurus Provinsi (Pengprov) yang hadir dari 34 Pengprov PRSI. ***

Jakarta – Mengawali kegiatan tahun 2017, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan pertemuan dengan Lembaga Sensor Film (LSF), Kamis, 5 Januari 2017. Pertemuan KPI Pusat dan LSF ini bertajuk silaturahmi dan koordinasi.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan, pihaknya menyambut baik dan menghargai adanya pertemuan dengan LSF bertajuk koordinasi ini. Menurutnya, pertemuan seperti ini dapat membuahkan solusi dan juga masukan terkait berbagai persoalan sensor khususnya di lembaga penyiaran televisi.

Sementara itu, di awal pertemuan tersebut, Ketua LSF Ahmad Yani Basuki memperkenalkan ke 17 anggota LSF ke Komisioner KPI Pusat. Dia juga menyampaikan presentasi mengenai tugas dan fungsi LSF sesuai dengan UU Perfilman tahun 2009.

Pertemuan yang berlangsung dinamis sejak pagi hingga tengah hari di Kantor LSF itu juga membahas berbagai persoalan seputar film dan konten siaran di lembaga penyiaran televisi. Dalam pertemuan itu, hadir pula Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin serta Komisioner KPI Pusat lainnya antara lain, H. Obsatar Sinaga, Hardly Stefano, Ubaidillah, Nuning Rodiyah, Agung Suprio, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran untuk program “Anak Jalanan” RCTI karena didapati melanggar aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian dituliskan dalam surat teguran KPI Pusat untuk RCTI yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, Jumat, 6 Januari 2017.

Berdasarkan hasil pemantauan KPI Pusat dan pengaduan masyarakat, pelanggaran pada Program Siaran “Anak Jalanan” RCTI terjadi pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 20.38 WIB. Program tersebut menayangkan adegan perkelahian antara sekelompok pemuda.

KPI Pusat menilai muatan itu tidak dapat ditayangkan karena dapat memberi pengaruh buruk kepada khalayak yang menonton, terutama anak-anak dan remaja. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja serta penggolongan program siaran.

Tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) serta Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Selain itu, berdasrkan hasil pemantauan KPI Pusat, program siaran yang sama kerap menayangkan adegan perkelahian di setiap episode sehingga dapat memberikan contoh perilaku buruk bagi anak-anak dan remaja yang menonton.

Peringatan untuk Trans TV dan Trans 7

Di hari yang sama, Jumat, 6 Januari 2017, KPI Pusat memberikan peringatan untuk program siaran “TRANSMEDIA 15 YOU” yang ditayangkan oleh stasiun Trans TV dan Trans 7 pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 18.37 WIB. Program itu dinilai KPI Pusat tidak memperhatikan ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan yang telah diatur dalam P3 dan SPS KPI Tahun 2012.
Program siaran tersebut menampilkan pengisi acara wanita menyanyi dengan kostum yang memperlihatkan belahan dada.
Dalam surat peringatannya, KPI Pusat mengharap Trans TV dan Trans 7 untuk senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Yogyakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY jelang akhir tahun 2016 ini terus mendorong Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) baik radio maupun televisi untuk merealisasikan minimal 10 persen konten siaran lokal sesuai peraturan yang belaku. Pasalnya hal tersebut merupakan kesanggupan yang sudah disampaikan saat pertama mengajukan hak penyelenggaraan penyiaran di Yogyakarta.

"Saat pertama mereka mengajukan ijin sudah sepakat dan bersedia mematuhi aturan termasuk alokasi siaran lokal minimal 10 persen dari total seluruh jam siar yang dimiliki. Ketika hingga saat ini belum direalisasi, tidak ada salahnya dan sudah sepantasnya kami menagihnya," tutur Komisioner KPID DIY yang membidangi Isi Siaran Supadiyanto kepada KRjogja.com, Senin (26/12/2016).

Namun begitu Supadiyanto sudah memberi apresiasi terhadap LPS yang awalnya hanya mengalokasikan siaran lokal dalam hitungan menit, kini sudah meningkat pada hitungan jam. Hanya saja sayang, siaran lokal khususnya di televisi masih ditempatkan dalam jam-jam 'hantu' atau dini hari yang jarang diakses pemirsa.

"Padahal ada ketentuan lain minimal 30 persennya harus ditayangkan dalam jam-jam tayang prima antara Pukul 08.00-22.00 WIB. Sedang radio hingga pukul 23.00 WIB. Aturan ini yang masih belum dipenuhi secara maksimal," lanjut Supadiyanto. Malahan ditegaskan pria yang akrab disapa Spd tersebut, berdasarkan pantauan yang dilakukan KPID DIY banyak siaran lokal yang justru diulang-ulang. Artinya tidak lagi ada produksi baru karena produksi yang ditayangkan sudah lama.

"Ironisnya ada beberapa LPS yang tidak memiliki kantor cabang di Yogyakarta. Bagaimana mau membuat produksi siaran lokal jika kantor saja tidak punya. Padahal sudah semestinya hal itu dilakukan karena selain menjami kualitas, juga memberikan kesejahteraan pada masyarakat lokal," jelasnya. Sehingga dengan disahkannya Perda No 13 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyiaran di DIY, Supadiyanto berharap LPS makin komitmen untuk memberikan sajian siaran lokal. Sebab hal tersebut juga ditegaskan dalam perda tersebut termasuk sanksi yang diberikan jika tidak melaksanakan aturan. (Krjogja.com)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.