Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah menyinggung peran media penyiaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dalam pidato kenegaraan dalam HUT ke-70 Kemerdekaan RI di sidang bersama DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2015.    

Hal itu dikemukakan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam menanggapi pidato kenegaraan itu. Menurut Judha, apa yang disampaikan Presiden Jokowi tentang media hanya mengejar rating dan keuntungan semata saat ini menjadi keprihatinan bersama. "Selama ini KPI terus mengingatkan Lembaga Penyiaran agar mengubah paradigmanya, tidak hanya mengedepankan komersialisasi dan mengabaikan kualitas isi siaran," kata Judhariksawan, Jumat, 14 Agustus 2015.

Tujuan penyiaran dalam perundangan adalah bertujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Selain itu, penyiaran juga berfungsi sebagai medium bagi publik yang informatif, edukatif, pengawasan, hiburan yang sehat, sebagi perekat sosial/empati sosial, dan menjaga nilai-nilai kebudayaan berbangsa dan bernegara.

Selama ini, menurut Judha, Lembaga Penyiaran diarahkan oleh hasil rating yang sering kali terbaiknya tidak mencerminkan kualitas yang diinginkan. Oleh karena itu, KPI, bersama Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 9 Perguruan Tinggi Negeri di 9 Kota telah melakukan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2015. “Dari dua kali hasil survei yang telah dilakukan kami menemukan, bahwa kualitas program siaran belum sesuai harapan,” ujar Judha.

Dua kali publikasi hasil survei yang dilakukan KPI selama Maret - April dan Mei - Juni tahun ini didapatkan, dari 9.000 program acara masih memiliki kualitas di bawah rata-rata yang ditetapkan KPI, yakni 4 untuk program yang memiliki kualitas baik. Pada survei yang pertama (Maret-April 2015), indeks yang didapat 3,25 dan pada survei kedua (Mei-Juni 2015) indeks kualitas program televisi sebesar 3,27.

Melalui pidato kenegaraan presiden hari ini, menurut Judha, semakin menjelaskan kualitas siaran dari Lembaga Penyiaran saat ini sudah menjadi keprihatinan semua pihak. "Kita berharap, Pidato kenegaraan Presiden dan momentum 70 tahun kemerdekaan Indonesia bisa menumbuhkan kesadaran semua pihak, terutama para stakeholder, Lembaga Penyiaran, Production House (PH), dan kalangan periklanan untuk senantiasa menggunakan penyiaran yang sebesar-besarnya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Judha.

Jakarta - Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah hal dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-70 Kemerdekaan RI di sidang bersama DPR dan DPD. Jokowi salah satunya menyinggung mengenai nilai kesopanan bangsa Indonesia yang semakin menipis.

"Menipisnya nilai kesantunan dan tata krama juga bahaya. Menipisnya budaya saling menghargai," terang Jokowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).

"Ada kecenderungan semua orang merasa terlalu bebas menyuarakan," tambah dia.

Jokowi juga menyinggung peran media yang selama ini mengejar rating, tapi tidak meneguhkan nilai kebangsaan bagi masyarakat.

"Ketika media hanya mengejar rating dibanding memandu publik untuk meneguhkan nilai keutamaan dan budaya kerja produktif. Masyarakat mudah terjebak histeria publik. Terutama isu-isu yang berdimensi sensasional," tutur dia.

"Kita akan miskin tatanan berkehidupan bertatanegara," tambah Jokowi lagi.

Jokowi juga menyampaikan, perlunya persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti halnya ketika menghadapi penjajah. Dahulu hubungan pemimpin dan rakyat terjalin erat.

Saat ini berbagai persoalan bangsa menghadang, mulai dari infrastruktur kurang, illegal fishing, ketersediaan tenaga listrik, defisit BBM, gizi buruk, juga fenomena kekerasan anak.

"Untuk atasi persoalan bangsa, harus tetap utuh, tidak boleh terpecah belah," tutup dia. (sumber: www.detik.com)

Jakarta - Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode kedua (Mei-Juni 2015) yang digelar oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 9 (Sembilan) perguruan tinggi negeri di 9 (sembilan) kota di Indonesia menunjukkan masih rendahnya kualitas program sinetron, variety show dan infotainment di televisi. Dalam survei yang dilakukan bersama Universitas Islam Negeri Jakarta, Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Hasanuddin Makasar, Universitas Sumatera Utara Medan, Institut Agama Islam Negeri Ambon, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dan Universitas Udayana Denpasar ini memang terjadi sedikit peningkatan indeks kualitas program televisi. Jika pada survei yang pertama (Maret-April 2015), indeks yang didapat 3,25 maka pada survei kedua (Mei-Juni 2015) indeks kualitas program televisi sebesar 3,27.

Dalam survei ini, KPI telah menetapkan indikator-indikator dengan rujukan tujuan diselenggarakannya penyiaran seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Indikator tersebut adalah, membentuk watak, idetitas dan jatidiri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman, menghormati keberagaman, menghormati orang dan kelompok tertentu. Selain itu, masih merujuk pada undang-undang yang sama, indikator yang ditetapkan oleh KPI adalah program tayangan tidak memuat kekerasan, tidak bermuatan seksual dan tidak bermuatan mistik, horor dan supranatural.

Berdasarkan indikator yang merujuk pada regulasi penyiaran tersebut, survei periode Mei-Juni 2015 ini masih menunjukkan rendahnya kualitas dari program infotainment, variety show, dan sinetron, yakni di kisaran angka indeks 2,37 hingga 2,71. Perolehan itu, jauh dari standar baik yang ditetapkan KPI, yakni angka indeks 4. Meski demikian, ketiga kategori tersebut telah menunjukkan adanya peningkatan indeks kualitas dengan jumlah yang kecil.

Secara umum ada 9 (Sembilan) kategori program siaran yang ikut disurvei, yakni program anak-anak, komedi, wisata/ budaya, religi, talkshow, variety show infotainment, sinetron/FTV, dan berita. Dari sembilan kategori ini terdapat tiga kategori yang mengalami penurunan indeks, yakni program anak, talkshow, dan wisata/budaya.

Pada Survei Indeks Kualitas Program Televisi tentang program khusus, dilakukan juga pengujian terhadap masing-masing tiga program yakni, program anak, infotainment, dan talkshow.  Untuk program infotainment yang menjadi sample penelitian adalah Rumpi No Secret, Silet, dan Was-Was. Indeks dari ketiga infotainment tersebut masih di bawah standar kualitas KPI, yakni 2, 48 untuk Rumpi No Secret, 2,53 untuk Silet, dan 2,48 untuk Was-Was. Dari hasil penelitian ini, terlihat program infotainment dinilai rendah oleh responden terutama dalam aspek penghormatan terhadap kehidupan pribadi, melindungi orang atau kelompok masyarakat tertentu, melindungi kepentingan publik dan hiburan yang sehat.  Untuk keempat indikator tersebut, semua program infotainment yang diteliti mendapatkan nilai indeks di bawah 2,5.

Sedangkan untuk program anak, indikator yang dibuat oleh KPI adalah topik sesuai umur anak, merangsang kognisi dan motorik anak, memberikan model perilaku yang baik, penekanan atas pentingnya nilai-nilai dan norma sosial, tanpa kekerasan, tanpa pornografi, tanpa horor dan mistis serta penghormatan terhadap orang dan kelompok tertentu. Untuk program anak, penelitian mengambil sample program Matlu Tatlu, Adit Sopo Jarwo dan Bima Sakti. Hasil penelitian memperlihatkan, indeks kualitas dari program Adit Sopo Jarwo hampir mendekati standar KPI yakni 3,83. Sedangkan program Motlu Tatlu dengan nilai 2,70 dan Bima Sakti nilai indeksnya 2,98. Jika dicermati dari delapan indikator penilaian, pada program Motlu Tatlu nilai rendah yang diberikan responden adalah dalam hal non-kekerasan dan memberikan model perilaku yang baik. Nilai Indeks yang diberikan responden di bawah 2,5.

Untuk program Talkshow, KPI menetapkan indikator, sikap pembawa acara, informatif, meningkatkan daya kritis, menghormati nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan antar golongan, melindungi kepentingan publik, menghormati kehidupan pribadi, melindungi orang atau kelompok masyarakat tertentu, dan menghormati narasumber. Ada tiga program talkshow yang diteliti, yakni Kick Andy, Satu Meja, dan Sarah Sechan. Program Kick Andy telah mencapai standar kualitas dari KPI yakni 4,25. Sedangkan Indeks kualitas dari program Satu Meja nilainya 3,71 hampir mendekati standar kualitas KPI dan indeks kualitas program Sarah Sechan 3,54.

Pada survei periode ini, responden juga diminta untuk menilai program acara yang berkualitas dari program yang pernah ditonton dalam sebulan terakhir. Hasilnya adalah, Kick Andy, Mata Najwa, Indonesia Lawyers Club, Mario Teguh Golden Ways, Hitam Putih, On The Spot, Liputan 6 Petang, Islam Itu Indah, Ini Talkshow, dan Khazanah.

Materi Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode Mei-Juni 2015 dapat diunduh dalam tautan ini dan di sini.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus melakukan dialog dengan stasiun TV guna meminimalisir pelanggaran dalam tayangan. Dialog hari ini, Rabu, 12 Agustus 2015, KPI Pusat mengundang SCTV untuk membahas tiga program acara mereka antara lain Liputan 6, Liputan Malam, dan Hallo Selebritis.

Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin di awal dialog mengatakan, dalam tiga program acara itu terdapat adegan yang dinilai KPI melanggar aturan tentang tayangan kekerasaan dan juga perlindungan terhadap anak dan remaja. “Kekerasan yang vulgar dalam pemberitaan tidak boleh tampil di TV. Adegan perusakan terhadap barang secara ganas juga tidak boleh karena dikhawatirkan jadi model. Ini contoh yang tidak baik,” jelas Rahmat kepada perwakilan SCTV antara lain Pemimpin Redaksi Liputan 6 SCTV, Mohamad Teguh, Corsek SCM, Hardijanto, Uki Hastama dan Deni.

Selain itu, lanjut Rahmat, penayangan berita dengan korban ataupun diduga pelakunya anak-anak, baik kasus asusila maupun tidak, harus ditampilkan SCTV secara hati-hati mungkin karena berkaitan dengan masa depan mereka. “Bahkan, wawancara yang bisa membangkitkan trauma juga tidak boleh. Kami sangat perhatian terhadap perlindungan anak-anak dan remaja. Masa depan mereka harus diselamatkan. Karena itu, identitasnya harus benar-benar dijaga,” tambah Komisioner bidang Isi Siaran ini.

Rahmat menyadari pemberitaan sangat mengedepankan fakta yang ada di lapangan. Namun, alangkah bijaknya jika fakta tersebut dapat disaring terlebih dahulu oleh TV. “Fakta yang mana saja yang memang layak atau tidak layak untuk ditayangkan. Saya harap ini bisa menjadi pertimbangan karena kita berupaya menekan potensi pelanggaran di pemberitaan,” kata Rahmat.

Menurut Rahmat, konsep dialog seperti ini dinilai penting dan efektif untuk memperbaiki isi tayangan TV. “Kami harap catatan-catatan ini dapat digunakan SCTV untuk eveluasi internal. Kita berharap tayangan pemberitaan kita lebih baik dan soft,” paparnya. 

Sementara itu, Uki Hastama meminta adanya contoh bentuk-bentuk visual yang tidak boleh dan boleh ditayangkan. Contoh yang diberikan KPI dinilai dapat memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap hal-hal yang tidak layak atau layak ditampilkan. Pasalnya, kata Uki, tidak semua orang memiliki rasa yang sama terhadap sesuatu yang dilihat atau didengar.

Di awal pertemuan, KPI Pusat dan SCTV menyaksikan bersama-sama klip-klip tayangan tiga program yang dinilai melanggar P3SPS KPI.***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali menyelenggarakan Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) atau biasa disebut dengan Sekolah P3SPS. Penyelenggaraan kali ini adalah pelaksanaan Periode ke III. "Sekolah ini bukan ini untuk mengadili teman-teman dari Lembaga Penyiaran. Ini adalah pendidikan singkat atau bimbingan teknis untuk pelaku penyiaran sebagai bentuk upaya membumikan nilai-nilai P3SPS dalam tataran yang paling teknis dan implementatif," kata Komisioner Bidang Isi Siaran yang juga Kepala Sekolah P3SPS Sujarwanto Rahmat Arifin, di Ruang Rapat KPI Pusat, 11 Agustus 2015.

Seperti pada pelaksanaan sebelumnya, peserta Sekolah P3SPS dibatasi sebanyak 30 orang. Peserta adalah perwakilan dari Lembaga Penyiaran, mahasiswa, dan masyarakat umum yang sudah melalui tahapan pendaftaran yang sudah dipublikasikan KPI sebelumnya.

Sementara itu, Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat yang juga Wakil Kepala Sekolah P3SPS Fajar Arifianto Isnugroho meminta kepada peserta yang berasal dari Lembaga Penyiaran bisa fokus menjani proses pelatihan yang akan berlangsung selama tiga hari ke depan. "Untuk teman-teman dari Lembaga Penyiaran, kami harap Anda bisa fokus mengikuti kegiatan selama tiga hari ini. Tidak perlu memikirkan pekerjaan di kantor sana, karena Anda adalah utusan resmi kantor masing-masing," ujar Fajar yang disambut tawa peserta.

Seperti pada pembukaan Sekolah P3SPS dua angkatan sebelumnya, KPI menghadirkan praktisi penyiaran untuk mengantarkan materi pembuka. Pada paparan pembuka Sekolah P3SPS Angkatan III  ini, KPI menghadirkan penyiar radio yang juga pemandu acara talkshow televisi Muhammad Farhan atau yang populer dikenal dengan nama Farhan.

Dalam paparan materi pembuka Sekolah P3SPS Angkatan III Farhan menjelaskan tentang perubahan konsep-konsep hiburan di layar televisi dan radio. Farhan lebih banyak menjelaskan tentang perubahan sistem siaran radio di era digital saat ini. "Di Indonesia, saat ini yang banyak penontonnya adalah televisi. Tapi saat ini di Amerika Serikat pendengar radio yang paling tinggi," kata Farhan.

Farhan bercerita tentang pengalamannya berkunjung ke Amerika. Sekitar enam bulan tinggal di sana, Farhan menjelaskan, perkembangan internet saat ini mempengaruhi tingginya pendengar radio di Amerika. Selain itu, menurut Farhan, saat ini radio di negeri Abang Sam itu mengalami perkembangan yang luar biasa.

"Di sana ada radio berlangganan. Siarannya berbeda sekali dengan yang biasa. Apa lagu dan hiburan terbaru ada di radio itu. Untuk berlangganan, hanya membeli paket pulsa dengan harga tertentu dari operator, kemudian bisa didengar di mana pun, termasuk di mobil," ujar Farhan. Menurut Farhan, sistem itu melibatkan banyak pihak, salah satunya perusahaan mobil, Hollywood, perusahaan aplikasi, "Yang bisa menyatukan itu ya operator telekomonikasi atau provider."

Menurut Farhan, hal itu belum bisa dilaksanakan di Indonesia, karena belum memadainya infrastruktur yang ada. Farhan juga banyak bercerita tentang program-program acara televisi dan radio yang banyak mendapat dukungan dan diminati masyarakat pada masa-masa sebelumnya dan saat ini. Di akhir paparannya, Farhan berpesan kepada peserta agar terus berusaha membuat program-program siaran-siaran yang menarik dan bermanfaat bagi pemirsa.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.