- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 109919
Medan - Masyarakat memiliki peran penting dalam menekan dampak negatif siaran televisi dan radio. Salah satunya dimulai dengan adanya ketahanan keluarga dalam memahami penggunaan media, baik itu televisi dan radio. Untuk itulah, dibutuhkan peran aktif dari masyarakat agar muatan siaran senantiasa selalu sehat dan bermanfaat. Hal tersebut terungkap dalam Seminar dan Pembentukan Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), di Medan (7/8).
Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan menyatakan bahwa KPI tidak dapat bekerja sendiri dalam mewujudkan penyiaran yang sehat dan bermartabat. “Peran serta masyarakat mutlak dibutuhkan untuk ikut mengawasi konten siaran agar bersih dari muatan pelanggaran”, ujar Ubaidillah.
Menurutnya, masyarakat dapat mengambil peran dengan tetap kritis pada setiap muatan isi siaran. “Jika ada tayangan yang dirasa tidak sesuai dengan norma kesopanan, budaya, adat istiadat ataupun norma agama, segera dilaporkan kepada KPI”, ujarnya. Masukan dan pendapat masyarakat ini, selain berguna untuk ditindaklanjuti KPI, juga bermanfaat bagi pengelola televisi dan radio untuk memperbaiki mutu siaran.
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang, berbanding lurus dengan pertumbuhan lembaga penyiaran di Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat dalam menyaring setiap informasi dan muatan siaran yang sesuai dengan kebutuhan. “Namun pada prinsipnya, jika masyarakat terlibat maka pengawasan terhadap lembaga penyiaran akan lebih baik. Bahkan akan mendorong dihasilkannya produk siaran yang sehat dan lebih berkualitas”, ujarnya.
Dalam kesempatan itu, hadir pula Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis,Ph.D., komisioner KPI Pusat Prof. H. Obsatar Sinaga, Mayong Suryo Laksono, Agung Suprio,serta akademisi dari Universitas Sumater Utara, Mazdalifah,Ph.D (Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU). Pada forum tersebut, Obsatar menjelaskan mengenai eksistensi lembaga penyiaran di Indonesia sekarang. Guru besar dari Universitas Padjajaran ini menjelaskan bahwa keberadaan lembaga penyiaran harus menyiarkan siaran yang adil, merata dan seimbang. “Karena pada hakekatnya, frekwensi jaringan merupakan milik publik.”ujarnya. Karena itu kewajiban menjaga frekuensi publik ini tidak bisa hanya dibebankan kepada KPI, seluruh masyarakat harus ikut menjaganya.
Mengenai peran masyarakat ini, menurut Mazdalifah harus dikuatkan lewat pendidikan literasi media. “Dengan pendidikan literasi media, diharapkan masyarakat menjadi cerdas dalam mengkonsumsi media, memahami dan menganalisis pesan media, hingga akhirnya dapat menghasilkan produk media”, ujarnya. Dirinya memberikan contoh pendidikan literasi media di beberapa negara seperti Rusia, Finlandia, Amerika Serikat dan India yang sudah dimulai sejak tahun 90-an. Pendidikan literasi media dilakukan baik melalui jalur formal ataupun non formal. “Ada yang lewat kurikulum di sekolah, aktivitas ekstra kurikuler di sekolah, ataupun kegiatan non formal yang dilakukan kelompok atau komunitas masyarakat”, ujarnya. Keterampilan literasi media ini akan menghasilkan masyarakat yang mampu memilih dan memilah media seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan, serta mampu memberikan kritik dan koreksi atas setiap muatan media yang dinilai menyimpang. Sehingga, masyarakat yang kritis ini dapat bersinergi dengan KPI untuk menjaga lembaga penyiaran agar konsisten menyiarkan produk yang berkualitas.