4 Pemohon Baru Diproses KPI


Tarakan – Jika biasanya pemohon baru mendirikan lembaga penyiaran harus menunggu peluang usaha yang diterbitkan oleh kementrian komunikasi dan informasi. Provinsi Kalimantan Utara  (Kaltara) mendapat pengecualian karena masuk daerah perbatasan.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Judhariksawan melalui koordinatir bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Aimah Subagyo mengakui, radio kaltara ada yang sudah bersiaran tanpa izin.

“Terus terang kami mendengar langsung dari masyarakat ada beberapa radio yang sudah bersiaran tanpa izin dari KPI, karena hal itu kami melakukan dengar pendapat dengan para pemohon baru”ujarnya.

Menurutnya, jika mengacu pada UU penyiaran hal ini sudah masuk ranah pidana dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal RP 1 Miliar.

“Tapi disisi lain kami juga berusaha memahami kondisi sosiologis masyarakat yang membutuhkan informasi, hiburan dan edukasi dari lembaga penyiaran dalam negeri. Apalagi Kaltara ini merupakan daerah perbatasan. Karenanya kami berusaha melakukan pendekatan dan alhamdulilah ada 4 yang kami proses izinya.”beber Azimah kepada Radar Tarakan, Jumat (10/6)

Tahapan untuk dapat mendirikan lembaga penyiaran, disebutkan Azimah, pertama lembaga penyiaran menunggu peluang usaha yang diberikan dari kementrian kominfo setiap 5 tahun sekali. “ Jika sudah terbit peluang usaha tersebut maka pemohon ini akan mengajukan proposal pendirian lembaga penyoaran kepada Komisi Penyiaran Indonesia setempat. Karena Kaltara provinsi baru, dan KPID Kaltara belum terbentuk, menurut peraturan perundang – undangan dan aturan internal di KPI, urusan ini dihendel langsung KPI Pusat,”ujarnya.

Setelah itu dijadwalkan evaluasi dengar pendapat.”jadi kami ingin mendengar langsung apa saja janji mereka yang akan disajikan ke masyarakat. Karena itu kami mengundang tokoh masyarakat, akademisi, dan tokoh agama setempat.”ujarnya.

Adapun terkait peluanh usaha ini kemenkominfo telah menutup penerbitan usaha pada tahun 2012.”Tapi untuk Kaltara ini kami sudah dorong agar peluang usaha di Klatara mendapat kebijakan khusus di wilayah perbatasan dan wilayah terpencil. Jangan sampai masyarakat lebih mudah mendengar siaran dan radio atau televisi dari negeri tetangga dibanding dengar radio dari dalam negeri,’tuturnya.

Sedangkan untuk alokasi frekuensi, Azimah belum dapat menyebutkan kanal frekuensi di Kaltara.Namun dijelaskan wanita berhijab itu frekuensi yang ada tidak semuanya untuk penyiaran.”Jadi ada yang untuk radar, telekomunikasi, penerbangan, dan lainnya. Untuk yang penyiaran ini spektrumnya kami bagi. Ada yang untuk radio , ada yang untuk televisi,”Jelasnya.  “Nah untuk radio ini pun 20 persen harus dialokasikan untuk lembaga penyiaran publik. RRI atau penyiaran publik setempat. Sisanya baru dibagi ke masyarakat. Untuk persisinya yang lebih tahu itu balai monitoring(balmon) setempat. Kalau kami lebih kepada programnya,”lanjut Azimah.

Pemohon baru, disebutkan Azimah, ada 4 pemohon baru dan satu permohonan perpanjangan yang akan diproses oleh KPI. 3 dari 4 pemohon baru yang diproses di Tarakan antara lain Wardah Tama, Tarakan FM, Tanjung FM, dan Radio Bethany Suara Kasih, kemudian pemohon perpanjangan Radio Radar Tarakan (RTFM).”Untuk perpanjangan itu setiap 5 tahun sekali. Mudah – mudahan untuk izin khusus perbatasan itu dapat segera di approve,” ujarnya. (Radar Tarakan/ Ravel)

Jakarta – Hari ini, Senin, 13 juni 2016, KPI Pusat menjatuhkan sanksi pada program acara “Jelang Sahur” dengan tema Ramadhan Syahrut Taubat yang ditayangkan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, Sabtu, 11 Juni 2016. KPI juga meminta TVRI untuk melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada publik melalui Program Jelang Sahur nanti malam 14 juni 2016. 

Di dalam tayangan “Jelang Sahur” edisi hari Sabtu lalu tersebut, terdapat tayangan yang menampilkan pakaian atau busana yang secara tidak sengaja memperlihatkan simbol agama tertentu. Munculnya simbol itu menuai banyak keberatan dari masyarakat.

Menurut KPI, tampilan tersebut melanggar Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012 Pasal 6 ayat 1 dan 2 mengenai penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, agama, ras, dan antar golongan. Dalam Pasal 6 ayat 1 menuliskan bahwa program siaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan. Ayat 2 disebutkan program siaran dilarang merendahkan dan melecehkan suku, agama, ras dan atau antar golongan serta individu atau kelempok karena perbedaan suku, agama, ras, antarglongan, usia, budaya dan atau kehidupan sosial ekonomi.

Tayangan tersebut juga melanggar SPS KPI Pasal 9 ayat 1 dan 2 yakni mengenai penghormatan terhadap nilai kesopanan dan kesusilaan.

Terkait sanksi ini, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily menjelaskan bahwa penjatuhan sanksi ini diberikan setelah pihaknya mendengarkan klarifikasi secara langsung pihak TVRI terkait tayangan acara “Jelang Sahur” edisi Sabtu 11 Juni di kantor KPI Pusat Senin siang ini (13/6).

Menurut Lily, TVRI sebagai televisi publik harus menyampaikan tayangan secara hati-hati khususnya terkait SARA. Hal seperti ini jangan terulang lagi karena dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan ketersinggungan di masyarakat. “Ini menjadi pembelajaran bagi TVRI untuk lebih cermat ke depannya,” kata Lily.

Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin juga menyampaikan hal yang sama. Tapi, yang paling penting saat ini yang harus dilakukan TVRI adalah segera melakukan permintaan maaf kepada publik. ***


Tarakan - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar talkshow mengenai penguatan penyiaran sekitar daerah perbatasan untuk kedaulatan bangsa di RTFM 98,7 MHz, Sebengkok Tiram, Tarakan, Kalimantan Utara (9/6).  Talkshow ini membahas media penyiaran di daerah perbatasan Indonesia, yang dapat dikatakan masih sangat minim. Padahal, masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan juga memiliki hak informasi dari dalam negeri. 

KPI memberikan perhatian lebih dalam atas masalah di wilayah Indonesia, khususnya daerah perbatasan ini harus ditangani dengan cermat. Karena masyarakat Indonesia yang berada di perbatasan lebih sering menerima siaran asing dikarenakan negara Indonesia menganut kebijakan langit terbuka, yang tidak memperbolehkan adanya usaha menghalangi frekuensi dari negara tetangga masuk ke Indonesia. 

Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan, bahwasanya dalam memandang masalah penyiaran di wilayah perbatasan ini, pihaknya mengupayakan masyarakat yang di wilayah perbatasan akan ditangani kebutuhan informasinya. 

Salah satunya dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) penyiaran di perbatasan, agar nantinya masyarakat yang tinggal di perbatasan tidak akan kehilangan rasa nasionalismenya. 

“Dalam penguatan penyiaran di wilayah perbatasan ini, kami sksn mrngupayakan KPI Derah Kalimantan Utara dapat terbentuk. Pemilihan anggota KPID nantinya akan dipilih secara internal,” ujar Judha. 

Dia juga menambahkan bahwa program penyiaran di masyarakat, diantaranya mengutamakan program yang dibutuhkan oleh khalayak. Dalam hal ini apa yang dibutuhkan masyarakat jauh lebih penting ketimbang apa yang diinginkan. 

Praktisi Penyiaran di Kalimantan Utara, Haryono Putra yang juga menjadi narasumber talkshow mengatakan, mementingkan kebutuhan masyarakat memang hal yang utama, dalam penyiaran perbatasan yang memiliki beberapa persoalan. Haryono menyebutkan masalahnya adalah persoalan geografis dan  SDM. 

“Mengatasi masalah ini memang tidak mudah, tapi dengan adanya komitmen kuat dari pemerintah baik lembaga yudikatif, legislatif, eksekutif, bahkan media-media, dapat membuat kita lebih berani menghadapi masalah di perbatasan. Di tengah masyarakat terbuka kini, melalui internet, radio, media cetak dan media televisi telah membuka mata kita untuk mengontrol pemasukan berita yang ada. Dalam hal ini peran kita sebagai masyarakat Indonesia dapat membagi mana yang menurunkan rasa nasionalisme kita dan mana yang dapat meninghkatkan rasa nasionalisme kita,”tuturnya. 

Masyarakat diharapkan dapat kritis, cerdas dalam memilih dan cerdas dalam memilah penyiaran yang ada pada media Indonesia. KArena hanya dengan menonton, mendengar dan membaca sesuatu yang memang penting untuk diri mereka sendiri sehingga mereka dapat mengetahui lebih dalam, seputar negerinya sendiri. (Radar Tarakan)

 

Jakarta – TVRI penuhi panggilan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk mengklarifikasi tayangan Ramadhan “Jelang Sahur” dengan tema “Ramadhan Syahrut Taubat"  edisi Sabtu, 11 Juni 2016, Pukul  03.00-04.00 WIB, yang menuai banyak keberatan dari masyarakat Indonesia. Dalam tayanganya tersebut terdapat pemakaian busana yang memperlihatkan simbol agama tertentu.

Panggilan klarifikasi tersebut dihadiri langsung Direktur Program TVRI Kepra, Executive Produser Erlina Asnan, Kasie Produksi Program TVRI Barnotiar, dan Produser Acara Jelang Sahur Hj. Rita Hendri Okmawati.

Adapun Komisioner KPI Pusat yang hadir yakni Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Agatha Lily dan Sujarwanto Rahmat Arifin.

Di awal klarifikasi, Direktur Program TVRI Kepra dengan penuh penyesalan langsung mengajukan permohonan maaf atas ketidaksengajaan pihaknya sehingga di layar kaca nampak seperti simbol agama tertentu. Kepra menyatakan tidak ada niatan pelecehan terhadap Umat Muslim. Kepra berjanji hal itu tidak akan terjadi lagi dan akan lebih berhati-hati dalam penayangan acara Ramadhan mereka ataupun acara lainnya.

Menurut Kepra, acara Ramadhan TVRI sangat banyak dari total 23 jam siaran mereka. ‎Selain itu, Direktur Program TVRI ini juga meminta masukan KPI Pusat mengenai langkah-langkah apa saja yang harus mereka tempuh sebagai bentuk permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia atas keberatan mereka terhadap tayangan dalam acara “Jelang Sahur” akhir pekan lalu.

Dalam kesempatan yang sama, Produser “Jelang Sahur” Hajjah Rita secara mendalam menyatakan permintaan maaf atas ketidaksengajaan tersebut. Dengan terisak-isak dirinya menjelaskan kronologi pemakaian busana tersebut, bahwa  tidak ada unsur kesengajaan dan maksud buruk. Rita menunjukkan kostum yang dimaksud kepada Pihak KPI. “Saya mohon maaf atas nama pribadi, keluarga dan TVRI, saya tidak menyangka kejadianini. Sungguh mohon maaf kepada KPI dan masyarakat Indonesia".

Komisioner KPI Pusat Agatha Lily menekankan terkait soal SARA adalah sesuatu yang sangat sensitif, maka TVRI sebagi tv Publik harus berhati-hati dalam menyajikan tayangannya agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan dan ketersinggungan pada Masyarakat Indonesia khususnya Umat Muslim. Apa yang terjadi sekarang merupakan pelajaran bagi TVRI agar ke depan tidak terulang lagi.

Selain itu, Lily meminta TVRI untuk segera membuat permintaan maaf kepada Umat Muslim di Indonesia.‎ "Permintaan maaf adalah langkah yang tepat, mengingat kasus ini telah menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat"

Hal senada juga disampaikan Komisioner bidang Isi Siaran S. Rahmat Arifin. Menurutnya, kejadian ini harus menjadi titik balik TVRI untuk lebih baik lagi ke depannya dan lebih berhati-hati dalam mempersiapkan semua aspek dalam penayangan. ***


Medan - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) gelar survey indeks kualitas tahap pertama di Medan, mulai 8 hingga 11 Juni 2016 kemarin. Hadir penanggungjawab wilayah Sumatera Utara (Sumut), Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, didampingi Kepala Sekretariat KPI Maruli Matondang. Sementara itu, wakil Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dihadiri oleh Endah Muwarni. Adapun dari Universitas Sumatera Utara (USU) Fatmawardy Lubis. Survey Indeks Kualitas program siaran TV merupakan kerjasama KPI, ISKI dan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gambaran mengenai kualitas siaran TV Indonesia.

Berbeda dengan tahun 2015, survey indeks kali ini dilakukan di 12 kota di Indonesia. Penambahan jumlah kota ini dimaksudkan agar survey ini semakin mewakili persepsi masyarakat Indonesia terhadap siaran televisi.

Dalam survey ini, KPI melibatkan para panel ahli sesuai kepakarannya. Di samping itu terdapat  survey terhadap responden (masyarakat umum) sejumlah 100 orang untuk menyampaikan pendapatnya mengenai tayangan TV. Untuk survey di Medan, tim panel ahli terdiri dari pemerhati anak, dosen, psikolog, jurnalis, dan sosiolog. Pelibatan pakar ini diharapkan akan memberikan gambaran dan rekomendasi yang lebih komprehensif terhadap kualitas penyiaran Indonesia.

Beberapa kategori program yang disurvey antara lain: program anak-anak, religi, berita, talkshow, infotainment, variety show, sinetron,  komedi dan wisata budaya.

Survey indeks kualitas ini rencananya akan dilakukan secara rutin setiap dua bulan. Hasil dari survey akan dipublikasikan oleh KPI dengan harapan dapat dijadikan acuan bagi televisi untuk menyusun dan memproduksi program-programnya. Survey indeks kualitas merupakan salah satu tugas KPI sesuai dengan amanat UU Penyiaran yakni mendorong lembaga penyiaran menghasilkan program-program yang memiliki unsur edukasi, informasi, hiburan dan manfaat bagi masyarakat. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.