Jakarta - Menyiarkan muatan pribadi di televisi dan radio telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012. Salah satu ketentuan yang tertulis adalah tidak menjadikan masalah pribadi sebagai materi yang ditampilkan dalam seluruh isi mata acara. Selain itu, masih dari P3 & SPS, ketentuan untuk menyiarkan masalah kehidupan pribadi diantaranya tidak berniat merusak reputasi dan memperburuk keadaan obyek yang disiarkan.  Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan hal tersebut dalam acara Pembinaan Isi Siaran terkait aduan masyarakat atas tayangan televisi yang mengungkap masalah pribadi, (15/10). 

Panduan atau guidance dalam P3 & SPS sebetulnya sudah sangat jelas untuk masalah privat. Poin yang harus diingat adalah soal kemanfaatan siaran bagi publik. “Jangan mengumbar apa-apa yang disampaikan oleh artis,” ujar Mulyo. Sekalipun memberikan ruang bagi dua belah pihak yang sedang  berperkara.

Di satu sisi, Mulyo berharap lembaga penyiaran juga dapat mengambil insight penting dari kasus-kasus privat yang hendak disiarkan, sebagai bahan pembelajaran. Untuk kasus kekerasan yang dialami perempuan misalnya, dapat diangkat tentang keberanian perempuan bicara dan menolak kekerasan yang dialami. Ini akan membawa pesan penting kepada masyarakat luas, bahwa ada perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Sedangkan di sisi lain juga menjadi pesan untuk laki-laki bahwa ada ancaman hukum atas perilaku kekerasan di rumah tangga.  

Meski dalam P3 & SPS dimungkinkan adanya pembahasan masalah pribadi di televisi, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Mimah Susanti meminta televisi memilik diksi yang lebih tepat dan sesuai dengan jam tayang anak. “Agar tidak memberikan inspirasi pada anak-anak dan remaja yang masih mungkin menonton tayangan tersebut,” ujar Santi. 

KPI mengingatkan pada perwakilan lembaga penyiaran yang hadir, jangan mengorek terlalu dalam sebuah masalah pribadi yang biasanya terjadi pada artis, apalagi membahasnya dalam satu program penuh. Segala sesuatu yang terjadi pada selebriti, harus diakui, memiliki magnitude yang tinggi. Di sisi lain, program infotainment punya kecenderungan membongkar  kasus dengan cara membuka aib pihak lain. Inilah yang akan menyebabkan keadaan pihak lain semakin buruk, ujar Mulyo.  Karenanya Mulyo menegaskan, pengola program siaran harus mampu mengemas berita seperti ini sebagai pembelajaran berharga bagi publik. 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran “Indonesia Menyapa Pagi” di RRI Pro 3 FM Jakarta. Program siaran ini dinyatakan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran pertama untuk program bersangkutan yang telah disampaikan ke RRI Pro 3 FM, awal pekan lalu.

Dalam surat teguran dijelaskan, pelanggaran acara “Indonesia Menyapa Pagi” RRI Pro 3 FM Jakarta terjadi pada 14 September 2021 pukul 09.51 WIB. Dalam siarannya ditemukan perbincangan atau pembahasan tentang muatan dewasa terkait disfungsi ereksi. Dalam acara itu memang ada pendampingan oleh praktisi kesehatan, namun waktu siarnya tidak tepat. Semestinya pembahasan terkait masalah seksualitas disiarkan antara pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan seluruh program acara atau siaran yang membahas persoalan atau masalah seks harus mematuhi dan menyesuaikan dengan waktu siar yang sudah diatur dalam P3SPS. Menurutnya, meskipun sudah didampingi oleh praktisi kesehatan atau ahli yang berpengalaman, tetap saja pembahasan soal seks ini harus mengikuti peraturan yang ada yakni tayang atau siar di waktu dewasa yakni di antara pukul 22.00 sampai 03.00 waktu setempat. 

“Aturan soal waktu dewasa ini telah ditegaskan dalam standar program siaran KPI Pasal 22 ayat 1. Jadi hal ini harus dipahami dan dimengerti karena ada aspek perlindungan terhadap anak dan remaja di dalamnya, selain juga penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan,” jelasnya.

Perbincangan seks dan segala bentuk permasalahannya yang dibahas secara ilmiah memang bermanfaat untuk kalangan tertentu, tapi hal ini jadi tidak layak dan tidak pantas ketika waktu siarnya ada di jam-jam ramah anak. “Ketika anak dan remaja mendengarkan atau menerima siaran ini tentunya tidak sama dengan apa yang diterima oleh orang dewasa. Ada hal-hal yang belum mereka ketahui dan pahami karena konteksnya sangat privasi atau khusus. Kita harus memikirkan dampaknya bagi mereka. Jangan sampai rasa penasaran terhadap hal yang disampaikan dalam program tersebut justru disalahmanfaatkan oleh remaja,” jelas Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo mengingatkan, RRI Pro 3 FM Jakarta untuk lebih berhati-hati sebelum menayangkan program acara berkaitan dengan pembahasan soal dewasa. “Sangat penting membaca kembali dan mengerti secara dalam aturan-aturan dalam P3SPS untuk meminimalisir adanya pelanggaran ataupun kesalahan,” tandasnya. ***

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta tim seleksi KPI Daerah Riau memperhatikan keterwakilan perempuan dalam proses seleksi yang dilakukan untuk menjaring anggota KPID Riau periode 2021-2024. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, menegaskan bahwa keterwakilan perempuan di KPID jangan sampai diabaikan. Pengawasan terhadap konten televisi dan radio harus memberi ruang yang layak pada kaum perempuan. Hal tersebut disampaikan Reza saat menerima kedatangan tim seleksi KPID Riau yang dipimpin oleh Aidil Harris ke kantor KPI Pusat, (5/10).

Dalam pertemuan tersebut disampaikan tahapan yang sudah dilalui oleh tim seleksi dalam rangka menjaring 21 nama calon anggota KPID Riau periode 2021-2024. Selain itu, disampaikan juga beberapa masalah yang timbul diantaranya soal calon petahana, independensi calon, hingga mekanisme uji publik dalam menjaring masukan masyarakat terhadap calon anggota KPID. 

Pada kesempatan itu, Sekretaris KPI Pusat Umri mengingatkan ketentuan terhadap calon anggota KPID yang merupakan Aparat SIpil Negara (ASN). “Untuk ASN, ada ketentuan khusus yang harus dipenuhi jika mendaftar sebagai anggota KPID, diantaranya surat izin dari pimpinan,” ujarnya. Hal ini merujuk pada aturan di  Undang-Undang Aparat Sipil Negara tentang keikutsertaan ASN dalam lembaga nonstruktural. 

Terkait dengan independensi calon, Reza memaparkan bahwa calon anggota KPID berkewajiban membuat surat pernyataan tertulis tidak terafiliasi dengan partai politik. Jika memang ada masukan dari masyarakat yang mempertanyakan soal independensi dan netralitas tersebut, baiknya dilengkapi dengan bukti tertulis agar mudah dilakukan tindak lanjut baik oleh tim seleksi atau pun oleh Komisi I DPRD. /Editor:MR

 

Jakarta -- Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) telah mengubah prosedur seluruh perizinan berusaha termasuk perizinan untuk penyelenggaraan usaha penyiaran menjadi lebih ringkas. Efektifitas dan efesiensi perizinan menjadi kunci utama dari lahirnya UU yang merupakan penyederhanaan dari sejumlah UU yang ada.  

“Pemerintah meringkas beberapa undang-undang agar tercipta efisiensi dan efektifitas terutama dalam proses perizinan. Ini adalah semangat dari terciptanya UU Cipta kerja,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka diskusi bertajuk “Program Siaran dalam Penyelengaraan Penyiaran Pasca UUCK” di Yogyakarta, pekan lalu.

Dia menambahkan, kehadiran UU ini dimaksudkan juga untuk merangsang dan membuka peluang bisnis di semua sektor kehidupan termasuk penyiaran. Semakin ringkasnya proses perizinan akan memudahkan setiap investor yang ingin berusaha di tanah air. “Ini akan merangsang peluang untuk investasi dari luar negeri dan dalam negeri,” ujar Agung.

Terkait hal ini, Agung menilai, UU Cipta Kerja membuat entitas perizinan menjadi dua yakni di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta KPI. Kemkominfo punya kewenangan dalam teknis dan administasi, sedangkan KPI dalam hal pengawasan program siaran. 

“Pengawasan ini terbagi menjadi dua yakni untuk program siaran tingkat pusat dan siaran lokal  atau SSJ (Stasiun Siaran Jarigan). Program siaran pusat diawasi oleh KPI Pusat. Bila ada pelanggaran maka KPI dapat memberikan sanksi. Sedangkan KPID memiliki kewenangan pengawasan siaran lokal. Jika ada lembaga penyiaran yang kurang dalam ketentuan siaran lokal 10%, maka KPID dapat memberikan sanksi,” jelas Agung. 

Oleh karena itu, posisi KPI dalam rantai perizinan penyiaran adalah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah cq Kemkominfo berdasarkan pengawasan isi siarannya. “Rekomendasi ini, termasuk untuk proses perpanjangan dan izin baru,” tegas Agung. 

Dalam kesempatan itu, Agung mengusulkan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk memasukkan program siaran masuk ke dalam syarat perpanjangan izin lembaga penyiaran. “Karena itu, kami mengundang BKPM agar proses perizinan di KPI dalam pengawasan program isi siaran dapat dimasukkan ke OSS dan bila memungkinkan KPI diberikan akses teradap OSS terkait pemberian izin berusaha,” pintanya. 

Pernyataan senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Dia mengatakan peran KPI dalam sistem perizinan pasca UU Cipta Kerja adalah mengatur isi siaran. “Kredibilitas konkrit peran KPI lainnya adalah peran terkait isi siaran di OSS (Online Single Submission). Kami menjaga kesanggupan pemohon memenuhi kewajiban terkait isi siaran,” katanya.

Sementara itu, Direktur Pelayanan Perizinan Berusaha BKPM, Ariesta Riendrias Puspasari, menyampaikan adanya UUCK telah mengubah basis perizinan berusaha ke basis berisiko. Menurutnya, berdasarkan Pasal 6 UUCK, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha meliputi penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sector dan penyederhanaan investasi.

“Dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (7) UUCK, perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.Tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan usaha berisiko rendah, kegiatan usaha berisiko menengah dan kegiatan usaha berisiko tinggi,” jelasnya.

Dia menjabarkan sistem OSS berbasis risiko terbagi menjadi 3 sistem yakni subsistem informasi mencakup informasi umum terkait penanaman modal (persyaratan, tahapan risiko, daftar prioritas investasi, informasi lokal, user manual, kamus, FAQ, mekanisme dan simulasi perizinan berusaha berbasis risiko. Kemudian, subsistem perizinan mencakup validasi (Dukcapil, Imigrasi, DJP, ATR/BPN), smart engine (profil, persyaratan, SOP), eisk management engine, output (penerbitan NIB, sertifikat standar, dan izin), konektivitas dengan K/L/D, dan pemberian fasilitas (tax holiday, tax allowance, fasilitas di KEK, serta masterlist).

“Lalu, ketiga subsistem pengawasan yang mencakup pengawasan terhadap perizinan berusaha, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat insidental. Pelaksanaan pengawasan di tingkat pusat dikoordinasikan oleh BKPM, sedang di tingkat daerah dikoordinasikan oleh DPMPTSP Provinsi/Kabupaten/Kota,” kata Ariesta.

Pada kesempatan itu, Ariesta menyampaikan dasar hukum perizinan penyelenggaraan penyiaran (IPP) OSS yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telemkomunikasi dan Penyiaran, Permen Kominfo No. 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Dan aturan BKPM: Peraturan BKPM No 3,4 dan 5 Tahun 2021. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan siaran yang tidak pantas dalam program siaran iklan “Promo Program Podcast Pasar Kaget” di Radio RDI FM Jakarta. Siaran itu berupa potongan candaan yang asosiatif bernuansa seksual/cabul dan perilaku “Gay” tanpa penjelasan yang memadai sebagai bentuk perbuatan penyimpangan seksual. Candaan ini ditemukan pada promo program tanggal 13 September 2021 pukul 20.46 WIB.

Adapun bentuk potongan pembicaraannya yakni:“..gue kan ngga gede-gede amat jadi masuknya gampang..”, “..cuma kan namanya eike belum ada persiapan, masih belum dicuci bersih kan pas dia nyodok, nyodok, nyodok pas ditarik keluar bareng kangkung wek..”, “..pas ditarik lapis pertama kangkung, lapis kedua kelinci..”, “..tapi kalau gay yang laki itu ngga ketebak lho..”, “..nah itu yang gue takutin..”, “..nah itu dia..”, “..yang ada lagunya lecet lagi lecet lagi gara-gara si homo lewat..”. 

Selain itu, tim pemantauan langsung radio KPI juga menemukan muatan serupa pada tanggal 16 September 2021 pukul 20.45 WIB di RDI FM.

Berdasarkan hasil keputusan rapat penjatuhan sanksi KPI, siaran candaan tersebut telah melanggar 10 pasal dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. KPI memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama untuk program siaran iklan “Promo Program Podcast Pasar Kaget” Radio RDI FM Jakarta. Adapun pasal-pasal yang dilanggar menyangkut aturan tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan di masyarakat, perlindungan terhadap anak dan remaja, penggaturan waktu siar serta kewajiban untuk tunduk pada etika pariwara yang berlaku. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan lembaga penyiaran khususnya radio harus berhati-hati dan sebaiknya menghindari segala bentuk candaan bernada asosiatif. Menurutnya, candaan asosiatif seperti ini dinilai sebagai tindak pelanggaran terhadap penghormatan etika dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.

“Dan ini jelas melanggar peraturan P3SPS. Bahwa segala bentuk siaran atau iklan yang menjurus asosiatif tidak diperbolehkan, meskipun itu dalam bentuk candaan. Siaran haruslah memberi rasa aman dan nyaman bagi siapapun. Program siaran itu wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat,” kata Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta seluruh lembaga penyiaran khususnya radio agar lebih berhati-hati dan selektif memilih bahan candaan untuk disiarkan, baik itu untuk program promo maupun mengisi program lainnya. “Memang rasanya tidak asyik jika siaran di radio tidak dibumbui dengan candaan-candaan atau humor, pastinya hambar. Jadi yang harus diperhatikan adalah bentuk candaannya, jangan sampai mengarah pada hal-hal yang berasosiasi cabul, tak pantas, atau juga SARA,” jelas Mulyo. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.