- Detail
- Dilihat: 9298
Jakarta – Industri penyiaran televisi saat ini cenderung memilih membeli program siaran asing ketimbang produksi lokal. Penyebabnya sudah jadi rahasia umum yakni harganya murah. Padahal, hal itu akan mengakibatkan kreativitas dan perkembangan industri konten dalam negeri menjadi stagnan alias diam di tempat.
Terkait kondisi tersebut, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis, menilai hal itu sangat dipengaruhi oleh aspek finansial bisnis penyiaran yakni meraih untung bagi usahanya. Memang sangat dimaklumi, tapi ini tidak boleh dibiarkan karena akan mempengaruhi kreatifitas dan industri konten di dalam negeri. “Kreativitas sumber daya manusia kita jadi tidak dimanfaatkan dan berkurang,” katanya di depan peserta diskusi publik bertemakan Urgensi Tata Kelola Perindustrian Nasional yang diselenggarakan Celgor di Restoran Handayani, Jumat, 27 Januari 2017.
Andre mengungkapkan produksi satu episode program siaran lokal bisa menelan biaya hingga 400 jutaan, sedangkan jika membeli program asing hanya 100 juta per episode. Perbandingannya sangat jauh sekali dan tentunya dari segi bisnis memang lebih menguntungkan beli dari luar negeri. “Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya kualitas konten kita. Banyak program diproduksi tetapi isinya tidak mengandung nilai edukasi dan membawa pesan moral. Pasti ada yang salah dengan hal itu,” kata Ketua KPI Pusat.
Selain itu, lanjut Andre, rating televisi dinilainya ikut mempengaruhi perkembangan konten dalam negeri. Karena berpatokan hanya kepada hasil survey satu lembaga rating, kebanyakan program televisi jadi seragam. Padahal kondisi ini tidak sesuai harapan KPI yakni menciptakan konten siaran beragam dengan isi yang berkualitas.
Di Korea Selatan, kata Andre, produksi sebuah program siaran memiliki batasan meskipun program tersebut laku dipasaran. Batasan itu dinilai Andre sangat baik untuk memberikan ruang ide dan kreativitas untuk menciptakan program siaran baru. “Berbeda dengan kita, kalau program tersebut masih tinggi ratingnya akan terus diproduksi bila perlu hingga ribuan episode,” jelasnya.
Menurut Andre, harus ada langkah solutif untuk menata ulang tata niaga industri penyiaran kita supaya lebih baik dan sehat. Tata niaga yang sehat akan berimplikasi dengan konten siaran dan juga sumber daya manusianya. “Industri ini harus ada blueprint yang baik. Jangan hanya serba diadakan. Kita harus juga memikirkan hak masyarakat yakni mendapatkan informasi dan hiburan yang baik, edukatif dan sehat,” paparnya. ***