Spanyol – RTVE (Radio Televisión Español) menjadi saluran TV nasional pertama di Spanyol yang melakukan siaran langsung menggunakan teknologi Dolby Audio dan Dolby Vision, 5 Juli 2017 lalu. Siaran langsung ini menggunakan teknologi Dolby Vision High Dynamic Range (HDR) dan suara Dolby AC-4, serta menggunakan saluran uji coba DVB-T2 4K yang dioperasikan oleh RTVE dan Cellnexx Telecom. Saluran ini tersedia di saluran terestrial di Madrid (saluran 32), Barcelona (saluran 43) dan Sevilla (saluran 36), namun hanya penonton yang memiliki TV HDR 4K dapat menerima tayangan ini.
Agar program ini berhasil, RTVE harus menggunkan alat bantu yang ditempatkan ke dalam dua truk penyiaran yang ditempatkan dilokasi terbuka dengan rincian satu truk untuk video dan satu truk untuk audio, yang dimasing – masing truk terdapat pemutar audio, video, teknologi Dolby Vision dan Dolby Audio. Satelit Hispasat digunakan sebagai penghubung dan mendistribusikan sinyal ke Barcelona dan Sevilla.
Siaran langsung ini, RTVE harus berkolaborasi dengan National Heritage dan The Royal House dan didukung oleh beberapa mitra seperti Dolby Loewe, LG, Cellnex, Albala, Abacanto, Grass Valley, Crosspoint, Moncada Y Lorenzo, Canon dan RTVE juga mempunyai mitra teknis Ateme yang menyediakan encoder untuk membantu menghasilkan saluran video dan audio, termasuk metadata yang dinamis yang disediakan oleh peralatan dolby untuk menghadirkan dolby vision HDR. Red dari advance-television.com
Jakarta – Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau (KNMSPT) mendukung penuh langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menegakkan sanksi terhadap semua bentuk iklan rokok yang melanggar. Hal itu disampaikan juru bicara sekaligus Koordinator KNMSPT, Ifdhal Kasim, saat melakukan audiensi dengan KPI Pusat, Senin (10/7/17).
“Kami mendukung kebijakan KPI untuk memberi sanksi pada iklan rokok yang melanggar dan jangan pernah ragu-ragu untuk melakukan hal itu,” kata Ifdhal Kasim yang diamini semua perwakilan koalisi yang hadir dalam audiensi antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), ICW (Indonesia Corruption Watch), HRWG (Human Rights Working Group), Raya Indonesia (Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyataan), IISID (The International Institute for Sustainable Development's) dan MPKU (Majelis Pembina Kesehatan Umum).
Menurut Ifdhal, pemberian sanksi terhadap iklan rokok oleh KPI merupakan bentuk dukungan KPI terhadap penegakkan hak dasar masyarakat yakni memperoleh kesehatan yang baik dan pencegahan dari dampak buruk rokok. “Karenanya kami terus mengharapkan KPI dan berkomitmen untuk tegas memberikan sanksi teguran terhadap lembaga penyiaran yang off side dalam tayangan iklan rokok ini,” tegasnya.
Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, menanggapi hal itu menyatakan bahwa pihaknya selalu bekerja dan mengeluarkan sanksi dalam koridor peraturan yang ada yakni UU Penyiaran dan P3 dan SPS KPI tahun 2012. Karenanya, KPI akan tegas terhadap semua iklan rokok yang melanggar aturan meskipun dikemas dalam bentuk apapun.
Hal senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono. Menurutnya, KPI masih menggunakan UU Penyiaran dan P3 dan SPS KPI dalam menegakkan aturan penyiaran khususnya siaran iklan rokok yang melanggar.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran tentang siaran iklan rokok yang dibungkus dalam bentuk konten beasiswa. Terkait hal itu, KPI Pusat telah memberikan sanksi teguran kepada lembaga penyiaran yang melanggar aturan terhadap aturan penayangan iklan rokok di lembaga penyiaran.
Dalam kesempatan itu, koalisi menyampaikan persoalan hilangnya pasal pelarangan iklan rokok dalam draft revisi UU Penyiaran yang dikeluarkan Badan Legislatif (Baleg). Menurut Virgo Sulianto Gohardi, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, pihaknya sangat menyesalkan hilangnya aturan pelarangan iklan rokok dalam draft yang dikeluarkan Baleg tersebut. Padahal, revisi UU Penyiaran ini diharapkan menjadi payung hukum yang tegas terkait siaran iklan rokok di lembaga penyiaran.
“Di antara negara-negara di Asia, tinggal Indonesia saja yang belum meratifikasi aturan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Jika iklan rokok dilarang tayang di lembaga penyiaran, upaya ini dapat menekan perkembangan angka perokok sebanyak tujuh persen,” jelasnya.
Virgo bersama dengan perwakilan koalisi meminta KPI untuk ikut mendorong Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperjuangkan pelarangan iklan rokok di lembaga penyiaran dalam revisi UU Penyiaran. ***
Jakarta - Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) memasuki angkatan XIX. Setelah pendaftaran dibuka pada 03 Juli 2017, lebih dari 45 orang yang mendaftarkan diri hingga ditutupnya masa pendaftaran pada 07 Juli 2017. Peserta Sekolah P3SPS adalah praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa dan masyarakat umum. Pelaksanaan program yang bertujuan untuk mengembangkan soft skill dan profesionalitas praktisi penyiaran ini tidak memungut biaya apapun. Penyelenggaraannya ditanggung oleh APBN.
Panitia mengumumkan peserta Sekolah P3SPS angkatan XX yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 11-13 Juli 2017. Dikarenakan terbatasnya kuota, maka nama pendaftar yang belum masuk angkatan XX akan didaftarkan pada angkatan selanjutnya (Agustus 2017).
Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya di Ruang Rapat KPI Pusat pada pukul 08.30 dan membawa foto ukuran 3x4, dua lembar (satu lembar ditempel di sertifikat, 1 lembar untuk arsip). Adapun peserta Sekolah P3SPS angkatan XX adalah:
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) mendorong kepedulian lembaga penyiaran terhadap harapan anak-anak melalui keberpihakan lembaga penyiaran akan siaran yang ramah dan nyaman untuk anak-anak. Harapan itu mengemuka dalam pertemuan KPI dan ISKI membahas peranan lembaga penyiaran dalam perlindungan anak disalah satu ruang pertemuan di Gedung 77, Jumat (7/7/17).
Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Dewi Setyarini, yang hadir mewakili KPI Pusat dalam pertemuan tersebut mengatakan, kepedulian lembaga penyiaran khususnya televisi dapat diwujudkan dengan membuka ruang yang luas bagi anak-anak untuk berkarya. Ruang tersebut berupa program anak-anak yang berisikan edukasi dan kreativitas.
“Tidak bisa dipungkiri jika lembaga penyiaran seperti televisi memiliki tingkat penetrasi tinggi dan semestinya hal itu dapat diarahkan dengan penyampaian pesan-pesan atau siaran positif,” kata Dewi Setyarini.
Saat ini, lanjut Dewi, porsi siaran yang layak untuk anak-anak sangatlah sedikit. Hal itu menyebabkan anak-anak tidak memiliki pilihan lain selain menonton tayangan untuk dewasa yang kemungkinan mengandung kekerasan dan pornografi.
“Memang ada tayangan film kartun tetapi bukan berarti tayangan ini aman sepenuhnya untuk mereka karena ada juga tayangan kartun yang juga mengeksploitasi kekerasan dan menjadikan kekerasan sebagai bagian penyelesaian konflik,” tegas Dewi.
Selain itu, tayangan televisi masih sangat kental dengan Jakarta sentris. Padahal, Indonesia memiliki keragaman budaya dan bahasa yang mestinya diekplorasi menjadi tayangan atau siaran yang edukatif. “Sayangnya, kekayaan budaya dan bahasa yang ada di pelosok nusantara belum diekplorasi. Padahal budaya anak Papua pasti beda dengan Jawa, begitu pula Bali dan Sumatera,” jelas Dewi.
Dalam kesempatan itu, Dewi mengapresiasi ISKI yang membuat tayangan video pendek tentang pendapat dan harapan anak-anak tentang acara televisi. ***
Yogyakarta - Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pencinta Penyiaran Sehat Indonesia meminta Badan Legislasi DPR RI membahas kembali draf revisi Undang-Undang Penyiaran untuk memastikan sistem penyiaran lebih demokratis.
"Pemahaman kami, draf revisi UU Penyiaran versi Baleg DPR belum mencerminkan semangat demokratisasi penyiaran," kata Juru Bicara Koalisi Pencinta Penyiaran Sehat Indonesia Puji Rianto dalam Konferensi Pers menyikapi RUU Penyiaran Versi Baleg DPR di Yogyakarta, Minggu.
Ia menilai draf revisi UU Penyiaran versi Baleg DPR tertanggal 19 Juni 2017 belum bersifat memperbaiki UU sebelumnya, melainkan justru meniadakan demokratisasi dalam penyiaran dengan mengedepankan kepentingan pemilik modal.
Salah satu contohnya, di dalam draf RUU versi Baleg tersebut tidak diatur secara tegas mengenai pembatasan kepemilikan lembaga penyiaran.
"Hal ini akan membuka peluang bagi dominasi segelintir lembaga penyiaran yang menghancurkan keberagaman sebagaimana telah terjadi," kata Puji yang juga peneliti Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media).
Selain itu, porsi siaran lokal yang ditentukan minimal 10 persen dalam draf RUU juga dinilai sangat kecil. Dengan rendahnya kepedulian terhadap siaran lokal tersebut, Puji khawatir masyarakat dan budaya daerah tidak akan terepresentasi dengan baik.
"Sebaliknya, justru tetap seperti sekarang, yakni dominasi siaran Jakarta yang secara bersamaan menindas budaya dan kearifan lokal," kata Puji.
Ia berharap revisi UU Penyiaran ke depan dapat mencerminkan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi keberagaman isi berita (diversity of content) akibat keberagaman pemilik media (diversity of ownership).
Sementara itu, aktivis Yayasan Satunama Valentina Sri Wijiyati memandang draf revisi UU Penyiaran versi Baleg tidak mendukung upaya membangun masyarakat yang produktif dan sehat. Hal itu ditunjukkan dengan peniadaan larangan iklan rokok di media penyiaran.
Upaya yang ditempuh DPR tersebut, menurut Wijiyati, bertentangan dengan mandat Sustainable Development Goals (SDGs) karena menggerogoti kesehatan serta perekonomian masyarakat.
Di samping itu, lanjut Wijiyati, draf revisi UU Penyiaran itu juga belum mencakup kewajiban lembaga penyiaran untuk menyiarkan isi siaran yang memberdayakan serta tidak menjadikan kelompok rentan sebagai objek.
"Kenyataannya kelompok rentan seperti penyandang disabilitas masih dijadikan objek eksploitasi produk siaran," kata dia. Red dari Antara
setelah menonton salah satu program TV di stasiun Trans TV ini dan melakukan kajian terhadap program yang ditayangkan, saya melihat satu ke janggalan pada acara ini yakni pelanggran terhadap tayangan tontonan yang di tayangkan pada siang hari, waktu dimana anak-anak masi banyak beraktivitas. Pada episode ini adegan dimana salah satu artis dangdut memeluk salah satu bintang tamu pada acara itu, dengan cara yang tidak biasa, dimana pada episode tersebut ia memerankan karakter hantu yang tidak terlihat oleh manusia biasa jadi ia melakukan tindakan yang seakan bisa melakukan apa saja dan menyentuh pada bintang tamu di acara itu, untuk tontonan dengan jadwal tayang siang tidak pantas atau tidak cocok ditayangkan pada jam tersebut. Karena acara ini berlangsung pada jam 13.00 maka ini termaksud jam rawan di tonton anak-anak apalagi ditanggal sembilan oktober itu bertepatan pada hari minggu dimana anak-anal libur sekolah dan menghabiskan waktu di rumah berkemungkinan besar akan menonton TV pada waktu itu.
Hal tersebut menyalahi aturan yang tertera pada undang-undang P3SPS BAB X perlindungan kepada anak pasal 14 nomor 1 dan nomor 2, dan undang-undang penyiaran nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran dengan persetujuan DPR dan Presiden RI.
Pojok Apresiasi
Ardan
Saya sangat terhibur dengan acara Tonigh Show karena hanya di acara itu saya melihat para bintang tamu tidak dibuka aib ataupun dibahas kekurangannya,selalu dibahas Karya dan pretasinya