Jakarta – Sering kali tayangan atau isi media menayangkan acara atau tayangan yang tidak sesuai dengan nilai, moral, dan budaya bangsa yang diajarkan di sekolah. Kondisi tersebut ternyata dikeluhkan para guru dan pengajar sekolah SMA, SMK dan MA yang tergabung dalam Musyawarah Guru Kabupaten Cilacap (MGKC). Pasalnya, apa yang ditayangkan banyak yang bertolak belakang dengan yang ditanamkan para guru tersebut di sekolah.

“Tayangan atau isi media kerap kali menginformasikan hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang kami tanamkan di lingkungan sekolah. Banyak media yang tayangkan soal anak sekolah tapi tidak selaras dengan apa yang kami ajarkan. Seharusnya, isi media mendukung penempatan moral yang baik yang diajarkan di sekolah dengan keselarasan terhadap isi medianya,” kata Halimah salah satu guru dari Cilacap kepada Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad, di kantor KPI Pusat, Selasa, 14 Mei 2013.

Menurut Halimah, beberapa contoh yang menjadi keluhan mereka adalah soal pergaulan anak-anak sekolah di dalam tayangan sineteron. Kemudian mengenai pakaian para siswa yang tidak sesuai atau pantas dengan apa yang semestinya dipakai di lingkungan sekolah. Penggunaan bahasa atau berkomunikasi juga menjadi masalah karena tidak mencerminkan budaya pelajar Indonesia semestinya.

“Hal – hal seperti ini akan menjadi inspirasi bagi murid-murid di daerah. Mereka akan menjadikan apa yang dilihat di televisi sebagai acuan,” kata Halimah.

Menanggapi hal itu, Anggota KPI Pusat, Idy Muzayyad menjelaskan jika fungsi media atau lembaga penyiaran adalah sebagai sarana memberikan informasi yang layak dan benar, pendidikan bagi masyarakat, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, dan sarana kebudayaan dan ekonomi. Karena itu, media atau lembaga penyiaran memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan dan juga moral bangsa.

Menurut Idy, dalam kondisi seperti ini pendidikan literasi media menjadi sangat penting bagi para pelajar. Dan, pendidikan literasi media bisa diajarkan secara langsung para guru. Literasi media ini akan memberi pemahaman dan pengertian kepada para murid untuk bisa memilih media mana yang baik untuk mereka konsumsi. Literasi media dapat pula mematik sensitifitas mereka dan juga kritisi. Red

Foto Berita Utama di ambil dari MitraFM.Com

Jakarta – Koordinator Divisi Penyiaran dan Media Baru Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Indonesia Dandy Dwi Laksono mengajak para jurnalis tak ragu mengambil posisi sebagai mata-mata publik menghadapi penyalahgunaan jurnalisme dan frekuensi. 

Menurut dia, penyalaghunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik harus dilawan.

“AJI sebagai bagian dari Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan teman -kawan jaringan civil society atas partisipasinya mengumpulkan bukti-bukti penyalahgunaan domain publik, khususnya frekuensi televisi untuk kepentingan politik praktis,” kata Dandy di Jakarta seperti dikutip VHRmedia,.

Dandy mengungkapkan salah satu yang sudah dilakukan KIDP dalam kampanye melawan penyalahgunaan domain publik untuk kepentingan politik 2014 yakni dengan mengunggah rekaman acara pembekalan caleg Partai Hanura.  

Pada acara itu, Hanura menyalahgunakan layar RCTI untuk kepentingan kampanye, video penyalahgunaan sudah diunggah di situs YouTube. “Sebelumnya sudah dirilis bukti- bukti pelanggaran yang sangat kuat melalui film dokumenter Di Balik Frekuensi,” kata Dandy.

AJI juga mengaku telah berkoordinasi dengan anggota Dewan Pers  untuk membuat posko pengaduan bagi para jurnalis yang ‘diperintahkan’ atau melihat serta mengalami praktik penyalahgunaan jurnalisme dan frekuensi publik untuk kepentingan politik. 

Bentuk kontribusi bisa apa saja rekaman audio, rekaman video, notulensi rapat, naskah sebelum dan sesudah diedit atas pesanan pihak tertentu,rundown versi tayang dan versi tidak tayang, materi yang didrop dan tak bisa dipublikasikan, dan lain-lain.

“Ajakan ini tidak hanya terjadi pada para jurnalis di lapangan, juga) untuk anggota AJI yang sudah menempati posisi-posisi tinggi di ruang redaksi,” kata Dandy. Red

Jakarta - Film dokumenter berjudul 'Di Balik Frekuensi' garapan Ucu Agustin memaparkan bukti-bukti berupa salinan tayangan bagaimana stasiun televisi menggunakan frekuensi dan menyalahgunakan jurnalisme untuk kepentingan politik pemilik usaha. Film ini masih diputar di berbagai komunitas untuk mendorong masyarakat peduli terhadap tayangan televisi.

Pada saat penayangan perdana film tersebut, Komisioner KPI Pisat Ezki Suyanto memberikan kata pengatar dan memaparkan soal banyaknya iklan politik dan potongan-potongan berita partai milik pengusaha televisi.

Mantan Ketua IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Iman Wahyudi mengatakan semakin beragamnya kepemilikan harusnya kian beraneka konten televisi. "Independensi adalah amanat undang-undang, sudah jelas," katanya seperti ditulis di merdeka.com.

Dia mengatakan KPI bisa melakukan klarifikasi jika ada pengaduan dari masyarakat. Dia menilai saat ini penyiaran sudah menjadi industri dan pemodal bisa mengintervensi isi siaran. Sebab itu, jangan heran ada pimpinan televisi tidak pernah menjadi wartawan. Bahkan, di tingkat bawah bisa juga ditempatkan orang tidak berkualitas dalam dunia jurnalistik. Yang dibutuhkan saat ini adalah pelaku industri penyiaran yang profesional. "Ini mempengaruhi hasil," ujarnya.

Karena itu, Iman mengusulkan membentuk ombudsman di semua lembaga penyiaran untuk menangani pelbagai kasus, termasuk berkaitan dengan penonton. Rekomendasi ombudsman ini nantinya bisa menjadi pertimbangan bagi lembaga terkait, termasuk KPI dan Dewan Pers.

Ketua Dewan Pimpinan Serikat Perusahaan Pers Amir Efendi Siregar mengakui isi stasiun televisi menggunakan frekuensi publik lebih ditujukan terhadap penduduk kota bersifat seragam dan elitis. Mayoritas stasiun televisi, 218 dari 300 lembaga penyiaran swasta, dikuasai sepuluh stasiun televisi berpusat di Jakarta.

Dia menegaskan kepemilikan satu orang atau badan hukum atas lebih dari satu stasiun jaringan harus dibatasi. Hal ini berlaku juga terhadap stasiun televisi lokal.

Salah satu perumus undang-undang penyiaran ini setuju netralitas isi media harus jelas dan tegas, termasuk batasan intervensi pemilik atas berita disiarkan. Para pemodal dan pemilik stasiun televisi menggunakan ranah publik ini juga memakai stasiun televisi mereka buat kepentingan pribadi, termasuk politik. "Di pabrik tahu pun harus ada undang-undang antimonopoli. Apalagi di frekuensi milik publik, sampai hari ini masih terbatas dan akan tetap terbatas," tutur Amir.

Saat ini terdapat lima perusahaan menguasai jaringan televisi di tanah air, yakni MNC mempunyai RCTI, Global TV, dan MNC TV, Emtek memiliki SCTV dan Indosiar, Trans Corp menaungi Trans TV dan Trans 7, Visi Media Asia (VIVA) yang merajai ANTV dan TV One, serta Metro TV.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Hayono Isman mengakui pemerintah perlu menata aturan soal penyiaran, selain peningkatan sumber daya produksi serta komitmen, idealisme, dan isi siaran tidak berorientasi kepada pemilik. "Keberagaman dan kualitas isi siaran terkendala pemilik, dimana faktor modal menjadi kunci keberagaman. Isi siaran saat ini masih sangat Jakarta," ujarnya. Red

Jakarta - Kementerian Sosial (Kemensos) menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melindungi masyarakat dari tindak penipuan undian termasuk "game online". "Kami prihatin masih terjadi tindak penipuan berkedok undian, baik melalui pesan singkat atau sms dan juga dengan surat," kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri di Jakarta.

Perlindungan masyarakat dari undian yang menawarkan hadiah besar dan terindikasi penipuan, merupakan tanggung jawab bersama, tambah Mensos. Selain menjalin kerja sama dengan Kemenkominfo, pihaknya juga menggandeng Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Bareskrim Polri.

Undian yang terindikasi merugikan masyarakat tersebut saat ini bentuknya beragam seiring perkembangan teknologi informasi. Misalnya, permainan ketangkasan atau game online di dunia maya (internet). "Menentukan undian sesuai aturan. Apakah game online di dunia maya terdapat unsur penipuan dengan melibatkan Kominfo. Untuk mengetahui dari sisi agama dan ada unsur judi menggandeng MUI, sedangkan terkait unsur penipuan melibatkan Bareskrim Polri," jelas Mensos seperti ditulis antara.

Saat ini, Kemsos fokus untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindak penipuan undian yang merugikan. Pada umumnya, korbannya merupakan masyarakat awam hukum yang mudah terkecoh oleh iming-iming undian dan hadiah sejumlah uang ataupun barang tertentu.

Para pelaku, kata Mensos, tergolong profesional dengan selalu memanfaatkan undian resmi dan berizin, misalnya undian mobil dan undian hadiah sejumlah uang.

Hasil kajian Kemensos, menunjukkan berbagai kasus tersebut muncul akibat ketidakmauan mengurus izin undian, dengan alasan malas dan birokrasi berbelit. "Termasuk agen-agen yang diminta mengurus izin undian, sering kali mengambil jalan pintas," ujarnya. Red

Palembang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan meminta pimpinan media terutama media elektronik radio dan televisi yang terkait langsung dengan lembaga tersebut agar bersikap netral dalam masa kampanye pilkada gubernur.

"Dalam masa kampanye pilkada Gubernur Sumsel pada 20 Mei hingga 2 Juni 2013, setiap lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan yang sama, bersikap netral, dan tidak memihak kepada salah satu kandidat," kata Komisioner KPI Daerah Sumsel Alfarizi Arma di Palembang, Jumat, 10 Mei 2013.

Selain itu, lembaga penyiaran juga diminta untuk tidak menayangkan atau menyiarkan iklan, advertorial, dan penyebaran informasi yang bersifat kampanye mulai 22 April hingga 19 Mei dan pada masa tenang 3 Juni sampai dengan 5 Juni 2013, katanya.

Menurut dia permintaan terhadap lembaga penyiaran tersebut telah dituangkan dalam surat resmi yang dikirimkan langsung kepada masing-masing pimpinan lembaga penyiaran yang ada di 15 kabupaten/kota provinsi setempat.

Bagi lembaga penyiaran yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi yang tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku berupa peringatan hingga pencabutan izin siaran, ujarnya.

Sementara Komisioner KPI Daerah Sumsel lainnya Tri Widayatsih mengatakan, pihaknya berupaya mencegah terjadinya pelanggaran oleh lembaga penyiaran selama masa tahapan pilkada sesuai dengan ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.

Untuk melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran, kegiatan monitoring isi siaran radio dan televisi di wilayah Sumsel lebih ditingkatkan selama masa pilkada gubernur dan beberapa pilkada bupati di sejumlah kabupaten yang dilaksanakan secara serentak pada 6 Juni 2013.

"Media harus adil dalam kegiatan publikasi dan meliput proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, media jangan sampai berpihak kepada salah seorang kandidat," ujarnya seperti ditulis antara.

Menurutnya, sesuai UU Penyiaran, Pemilu, dan kode etik jurnalistik, media harus bersikap independen, tidak diskriminatif, memberikan porsi seimbang dalam suatu pemberitaan termasuk dalam kegiatan sosialisasi atau pemberitaan setiap kandidat yang akan bertarung dalam pilkada.

Media juga tidak boleh beritikad buruk atau sengaja mencari keburukan seseorang atas kepentingan calon tertentu yang membayar atau memiliki unsur kedekatan dengan pemilik dan pengelola media untuk menjatuhkan pesaing atau lawan poltiknya.

Untuk menjaga kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat tetap kondusif media juga harus menghindari pemberitaan provokatif yang bersifat mengadu domba antarpendukung peserta pilkada.

Melalui berbagai upaya pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penyiaran di daerah ini, diharapkan bisa dicegah timbulnya protes dari masyarakat dan diambilnya tindakan tegas terhadap lembaga penyiaran yang terbukti berpihak terhadap kandidat tertentu, kata dia pula. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.