Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Senin, 21 Maret 2016, terkait penayangan secara esklusif pembuatan berita acara pemeriksaan atau BAP dan interogasi beberapa kasus yang sedang marak diberitakan media akhir-akhir ini.

Pertemuan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa penayangan sesi interogasi tersebut dinilai melanggar aturan yang berlaku baik P3SPS KPI, aturan internal Polri, maupun UU tentang Keterbukaan informasi Publik.

Hadir dalam pertemuan Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily dan Sujarwanto Rahmat, Kasubag Kemitraan Dalam Negeri Divisi Humas Polri AKBP Achmad Sabri.

AKBP Achmad Sabri mengatakan proses interogasi tidak boleh diliput oleh media dan larangan itu terdapat dalam telegram internal Kepolisian. Seraya membacakan telegram tersebut yang berbunyi, "Tidak memberi kesempatan media di ruang penyidikan saat melakukan pemeriksaan."

Selain itu, penyebaran informasi pemeriksaan sifatnya dilarang dalam aturan internal kepolisian dan bertentangan dengan Undang-undang No.18 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Ada pasal yang menyatakan larangan tersebut,"katanya.

Sementara itu, Koordinator bidang Isi Siaran Agatha Lily menambahkan, larangan tersebut sudah ada dalam Pasal 43 butir B tentang Standar Program Siaran (SPS) bahwa program siaran jurnalistik wajib mengikuti hal-hal yang diantaranya tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian terhadap tersangka tindak kejahatan.

Terkait hal itu, kata Lily, KPI Pusat akan menyurati semua lembaga penyiaran mengenai larangan menyiarkan tayangan interogasi dalam siaran. Sementara itu, mengenai hal yang sama, pihak kepolisian akan menyampaikan edaran ke bawah tentang larangan interogasi yang diliput media. AKBP Achmad Sabri mengatakan bahwa sanksi tegas akan dilakukan kepada anggota yang melanggar aturan ini. ***

Jakarta – Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Bachtiar Nasir mendukung penuh langkah KPI mengeluarkan surat edaran pelarangan promosi Lesbian, Guy, Bisex dan Transgender (LGBT) di lembaga penyiaran serta edaran pelarangan pria berpenampilan dan beperilaku wanita. Menurutnya, larangan itu dapat mencegah dampak negatif pada generasi penerus bangsa melalui lembaga penyiaran.

“Saya sangat berterimakasih kepada KPI yang berani melarang promosi LGBT dan melarang tampilan pria kewanitaan di lembaga penyiaran,” ujar Ustad Bachtiar kepada Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, Sujarwanto Rahmat Arifin dan Amirudin di kantor KPI Pusat, Selasa, 15 Maret 2016.

Dinilai dari sudut pandang agama, Bachtiar mengatakan, eksistensi komunitas penyimpangan orientasi seksual sama sekali tidak diterima. “Islam sudah pasti tidak menerima,Hindu tidak memberi legitimasi mereka, Kristen dan Budha juga demikian,” katanya. 

Adapun negara, kata Bachtiar, memang negara bertanggungjawab menjamin hajat hidup warga negara dgn orientasi seksual menyimpang tetapi tidak untuk gaya hidup. “Kita punya kearifan lokal dan etika yang harus dipertimbangkan,” lanjut Bachtiar

Dalam kesempatan tersebut,Bachtiar mengucapkan rasa syukurnya atas perjuangan KPI menghadapi persoalan LGBT ini. KPI dinilainya sebagai benteng terakhir pertahanan moral bangsa ini melalui dunia penyiaran. ***

Jakarta – Hari ini, Kamis, 17 Maret 2016, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memanggil RCTI untuk diminta klarifikasi terkait pernyataan Zaskia Gotik yang melecehkan lambang negara Republik Indonesia dalam program acara “Dahsyat” yang ditayangkan RCTI Selasa, 15 Maret 2016.

RCTI yang diwakili bagian produksi program “Dahsyat” Sambodo dan Jahja I Rianto (Opa) serta Corporate Secretary menyampaikan permohonan maaf dan memberikan  penjelasan mengenai Zaskia Gotik kepada Anggota KPI Pusat Agatha Lily dan Sujarwanto Rahmat Arifin di acara “Dahsyat”. Menurut RCTI, pernyataan Zaskia di luar skenario. “Kami sangat terkejut dengan jawaban Zaskia dan langsung menegur keras Zaskia untuk segera menyampaikan permintaan maaf,” kata Opa.

Keesokan harinya Zaskia meminta maaf secara langsung kepada masyarakat Indonesia disela-sela program acara “Dahsyat” Rabu, 16 Maret 2016. Dalam pernyataannya, Zaskia Gotik sangat menyesal dan memohon maaf kepada masyarakat dan juga negara. Dirinya mengaku tidak sengaja dan di luar kesadaran saat melontarkan jawaban tersebut.

Sementara itu, KPI melalui Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily menegaskan apa yang dinyatakan Zaskia Gotik dalam acara “Dahsyat” tanggal 15 Maret lalu sangat menghina dan melecehkan kehormatan lambang negara. Yang bersangkutan juga tidak menghargai sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dengan berkata tidak layak. Menurutnya, komentar tersebut sangat tidak pantas. "Artis - artis yang sering salah bicara dan melakukan pelanggaran sangat riskan kalau terus siarkan secara live,” tegas Lily kepada perwakilan RCTI yang hadir.

Meskipun Zaskia Gotik sudah meminta maaf, KPI tetap mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada acara “Dahsyat” RCTI. Sanksi teguran akan disampaikan KPI Pusat ke RCTI pada Kamis sore ini.  "‎Ini adalah merupakan teguran terakhir, jika pelanggaran kembali terjadi makan program tersebut akan kami hentikan kembali," tegas Lily.

Dalam kesempatan tersebut, pihak RCTI juga menyatakan  akan menyiarkan permintaan maaf Zaskia Gotik pada program acara lain sbg bentuk tanggung jawab RCTI.

Sebelum acara ditutup Sujarwanto Rahmat mengatakan bahwa produser acara ini harus selalu melakukan briefing dan memberikan catatan kepada para pengisi acara mengenai hal yangg tidak boleh dilakukan seperti penghinaan terhadap lambang negara, pelecehan SARA dan perilaku lainnya yang tak pantas. RCTI dan Dahsyat berjanji akan segera menindaklanjuti apa yg disampaikan KPI dan menyatakan akan mematuhi aturan P3 dan SPS KPI.***



Jakarta
– Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan sanksi teguran kedua untuk Program Siaran “Dahsyat” RCTI terkait pernyataan Zaskia Gotik yang melecehkan lambang negara RI (Republik Indonesia) pada acara “Dahsyat” tanggal 15 Maret 2016. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran keduanya kepada Program Acara “Dahsyat” RCTI yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Kamis, 17 Maret 2016.

Menurut penjelasan dalam surat teguran tersebut, pernyataan Zaskia yang melecehkan kehormatan negara terjadi dalam segmen “Cerdas Cermat Bersama Cecepy”. Pada segmen tersebut terdapat pertanyaan tanggal Proklamasi dan dijawab oleh Zaskia Gotik “Setelah adzan subuh… tanggal 32 Agustus.” Selain itu, ketika Zaskia diberi pertanyaan soal “Apa lambang dari Pancasila, sila ke 5?” dijawab oleh Zaskia Gotik “Bebek Nungging”.

Terkait hal di atas, Koordinator Isi Siaran yang juga Anggota KPI Pusat Agatha Lily mengatakan, jawaban-jawaban yang disampaikan Zaskia dinilai menghina dan merendahkan kehormatan lambang negara serta melecehkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Selain itu, tambah Lily, jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan, perlindungan anak-anak dan remaja, penggolongan program siaran, serta penghormatan terhadap lambang negara.

Dalam surat teguran kedua itu juga disampaikan, KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14, Pasal 21 Ayat (1), dan Pasal 37 dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (2), Pasal 15 Ayat (1), Pasal 37 Ayat (4) huruf a, dan Pasal 54 Ayat (1).

Menurut catatan KPI Pusat, program “Dahsyat: RCTI telah mendapat surat sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama Nomor 131/K/KPI/02/16 tertanggal 10 Februari 2016.

Lily menyampaikan, di dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 57 disebutkan bahwa setiap orang dilarang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,  atau merendahkan kehormatan Lambang Negara. “Kami menerima cukup banyak pengaduan masyarakat akan hal tersebut,” tambah Lily.

Meskipun yang bersangkutan (Zaskia Gotik) melalui program “Dahsyat” yang disiarkan oleh RCTI pada tanggal 16 Maret 2016 telah melakukan permintaan maaf secara langsung kepada seluruh masyarakat Indonesia, KPI Pusat tetap mengingatkan bahwa perbuatan menghina dan merendahkan kehormatan lambang negara dapat berimplikasi pada ancaman pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 68.

Diakhir surat teguran kedua tersebut, KPI Pusat meminta RCTI untuk bersungguh-sungguh melakukan perbaikan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. ***

Jakarta –  Program televisi dengan latar belakang cerita seni budaya dan tradisi harus mengikuti aturan serta batasan yang berlaku agar tidak keluar dari konteks hingga terkesan melecehkan. Pentingnya aturan dan batasan ini untuk menjaga nilai budaya dan tradisi tersebut supaya tetap sesuai dan lestari. Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Tuti N. Roosdiono dalam diskusi terbatas dengan KPI Pusat di kantor KPI Pusat, Selasa, 15 Maret 2016.

Menurut Tuti, ada beberapa hal yang patut diperhatikan setiap pengelola televisi sebelum menayangkan program dengan latar belakang seni budaya dan tradisi seperti pesan moral yang disampaikan dalam isi cerita ke publik, tidak melecehkan, berisi pengetahuan yang manfaat, correct (benar atau tidak dibuat-buat), ada runtutan cerita (script) dan tema,  serta mengandung hal-hal yang mendidik.

“Orang yang bertanggungjawab terhadap program tersebut harus paham benar dan bisa memilah mana yang benar sesuai dengan nilai budayanya. Orang ini pun pemikirannya harus baik dan kematanganya dalam mengenal budaya sudah tinggi jadi tidak asal-asalan,” kata Tuti yang aktifitas luarnya berhubungan dengan kebudayaan serta melestarikan wayang orang.

Tuti mencontohkan seni ludruk dari Jawa Timur. Di dalamnya terdapat tahap-tahapan  cerita mulai dari pembukaan, pengenalan tokoh, kemudian sesi serius, lalu sesi guyonan, perang kembang, sampai penutupan yang memuat pesan moral kepada penonton.

Siaran televisi memiliki pengaruh yang luar biasa bagi penontonnya. Karena itu, tambah Tuti, setiap cerita dan lakon yang tampil harus sesuai dengan pakemnya. Jika lakonnya berprilaku tidak pantas dan tidak sesuai dengan cerita dan selalu begitu terus menerus, ini akan tidak baik bagi penonton. Mereka akan beranggapan hal itu jadi lumrah dan boleh ditiru.

“Misalnya pemeran sinden. Dimana-mana pakem sinden itu seorang perempuan tidak boleh seorang pria. Yang saya saksikan di TV ada sinden diperankan pria, itu sangat melecehkan,” jelasnya kepada Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, S. Rahmat Arifin, Amirudin, dan Fajar Arifianto Isnugroho yang ikut dalam diskusi terbatas tersebut.

Mengenai kombinasi tari modern dalam cerita berlatar seni dan budaya, Tuti menjawab itu tidak ada bermasalah. Dia menghargai adanya modernisasi gerakan karena memang seni itu berkembang dan jangan sampai stagnan. “Yang penting adalah jangan sampai keluar dari aturan dan batasan yang sudah ada. Pada intinya tontonan budaya itu mendidik yang melihatnya dan mereka jadi belajar dari situ,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Tuti menyatakan mendukung surat edaran  yang dikeluarkan KPI Pusat mengenai larangan  pembawa acara pria berpenampilan perempuan yang dikeluarkan akhir Februari 2016. Tuti juga prihatin dengan isi tayangan televisi yang dinilainya sudah melenceng dari etika dan tujuan penyiaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.