Batu – Hasil riset indeks kualitas program siaran televisi yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada periode I tahun 2021, menunjukkan nilai indeks program hiburan masih di bawah nilai standar kualitas yang ditentukan KPI. Stagnasi nilai indeks program hiburan dalam riset yang digelar KPI ini akan ditindaklanjuti secara khusus. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela mengatakan hal tersebut saat menyampaikan kesimpulan penutup dalam acara Ekspos Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode I tahun 2021, yang digelar di kota Batu, Jawa Timur, (9/9). 

Meskipun secara umum, selama dua tahun terakhir, nilai indeks kualitas siaran televisi menunjukkan informasi positif tentang wajah penyiaran Indonesia, harus diakui dari delapan kategori program siaran masih terdapat tiga kategori yang hingga saat ini belum mampu menjcapai indeks berkualitas, yakni sinetron, variety show dan infotainment. Hal ini, ujar Hardly, tentu menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi KPI untuk merumuskan kebijakan dan strategi pendekatan yang tepat dalam mendorong pembenahan. Apalagi ketiga program ini, dalam studi kuantitatif dari lembaga pemeringkat, memiliki jangkauan pemirsa yang demikian besar.

Lebih lanjut Hardly mengatakan, angka indeks dalam riset ini adalah indikator pergerakan pembenahan yang dilakukan oleh program siaran dan lembaga penyiaran. Selain itu riset ini juga memberikan catatan kualitatif pada setiap masing-masing kategori program. Untuk itu, KPI meminta kepada seluruh lembaga penyiaran menjadikan hasil riset ini sebagai “insight” dalam proses produksi siaran. 

Sorotan terhadap program hiburan yang mengalami stagnasi nilai indeks juga diberikan oleh Wakil Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputra, yang turut hadir sebagai penanggap dalam forum tersebut. Menurut Iswandi, KPI harus melakukan perlakuan khusus pada tiga program siaran ini.  “Lubang hitam konten penyiaran kita ada di situ,” ungkapnya. Kalau KPI memiliki semacam ”pasukan khusus” ini, tentu saja para pelaku penyiaran di tiga program tersebut akan merasa semakin serius diawasi oleh KPI. Tentu harapan kita, dengan pengawasan dan perlakuan yang lebih ketat, wajah program hiburan dapat menjadi lebih baik. 

Hadir dalam Ekspos tersebut Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo yang menegaskan bahwa riset ini merupakan komitmen KPI dalam menerima aspirasi masyarakat tentang kualitas konten penyiaran. Diingatkan Mulyo, pada tahun 2022 mendatang ada tantangan besar yang harus dihadapi seluruh lembaga penyiaran dengan pembelakuan Analog Switch Off (ASO), Mau tidak mau, pergeseran teknologi penyiaran dari analog ke digital ini akan melipatgandakan jumlah pelaku di industry penyiaran. Konsekuensinya tentu saja, persaingan semakin ketat dan memaksa pelaku penyiaran menghadirkan konten-konten berkualitas.

 

Senada dengan Mulyo, penanggung jawab program riset KPI yang juga komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis mengingatkan tentang tantangan penyiaran digital ke depan. Televisi harus semakin kreatif dalam menghadirkan konten-konten siaran ke tengah publik. Khazanah kearifan lokal, menurut Yuliandre, harus dapat menjadi inspirasi bagi pelaku penyiaran dalam menyajikan keberagaman konten. Ekspos hasil riset ini bukan hanya memberikan catatan tapi juga harapan. Riset ini jadi tumpuan utama negeri ini untuk mengarahkan bagaimana konten di Indonesia ke depan. KPI telah meregistrasikan sekitar 1100 televisi yang tersebar dalam berbagai platform. Baik itu televisi lokal, komunikas, berjaringan, ataupun berlangganan dan satelit. Banyaknya jumlah televisi dalam beragam platform ini akan sia-sia jika tidak ada kualitasnya, termasuk jika hanya bermodalkan prinsip ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) belaka. 

Disrupsi saat ini hadir dengan membawa konten-konten dari luar negeri seperti Korea, India dan lain-lain. Yuliandre menegaskan, khazanah lokalitas Indonesia seharusnya dapat menjadi modal ketahanan industri penyiaran di Indonesia dalam membendung disrupsi dari konten asing. Regulator tidaklah hadir untuk menyulitkan bertumbuhnya industri. Justru regulator hadir untuk mempercepat konten kreatif tumbuh dan masyarakat dapat menikmati konten-konten berkualitas yang beragam, tegasnya. Ekspos ini juga turut mendengarkan masukan dari pemangku kepentingen penyiaran lain yang diwakili oleh Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), serta Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). (Editor : MR/ Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI)

Batu -- Upaya menciptakan siaran televisi yang ramah terhadap perempuan tak hanya melulu soal isi konten siarannya. Keadilan terhadap perempuan dalam ruang produksi, redaksi hingga managerial di lembaga penyiaran pun harus diperjuangkan. Dengan begitu, sensitivitas gender dapat terbangun kuat dalam industry penyiaran. 

Keadilan bagi perempuan atau persfektif gender dalam konteks ini disampaikan Asisten Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Eko Novi Ariyanti, dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021).

“Ketika bicara gender, ini harus juga di level manegerialnya. Media pun harus memberi kenyamanan bagi perempuan bekerja. Misalnya, mereka perlu ruang khusus perempuan dalam lingkungan kantor media seperti ruangan ASI dan juga jam kerja yang fleksibel. Apalagi pada saat seperti PPKM begini,” kata Eko Novi.

Dia mengatakan, pemberdayaan perempuan dalam semua bidang merupakan program prioritas kementerian yang selaras dengan 5 arahan dari presiden terkait perlindungan terhadap anak dan perempuan. Karena itu, kegiatan literasi yang dilakukan KPI sejalan dengan agenda besar dari KPPPA.  “Kami berharap tayangan di media penyiaran berpresfektif perempuan dan anak,” tutur Eko Novi. 

Sementara itu, Psikolog Klinis dari Malang, Dini Latifatun Nafi’ati, menyoroti persfektif psikolog terhadap citra perempuan di media. Menurut dia, identifikasi perempuan di media masih menonjolkan karakter yang didominiasi dorongan dan hasrat-hasrat alamiah atau primitf. Kemudian, citra perempuan di media masih tidak jauh dari mengeksplorasi eksistensi perempuan dan sisi femininitas. 

Perilaku perempuan juga digambarkan reaktif terhadap lingkungan, sehingga gambaran perempuan yang cerdas dan memiliki stabilitas emosi yang baik masih dianggap sebelah mata. Permasalahan perempuan lebih menarik untuk diekspos daripada cerita suksesnya. “Perempuan digambarkan layak terjebak dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar sehingga tidak sampai pada aktualisasi dan optimalisasi diri,” kata Dini.   

Dini melihat proporsi perempuan masih kalah jumlah dibanding laki-laki dalam peran utama dalam program acara seperti sinetron. Selain itu, posisi perempuan lebih sebagai obyek. “Perempuan dan anak menjadi konsumen yang banyak menoton TV dibanding laki-laki. Jadi sisinya perempuan, produsernya laki-laki, tapi penontonnya perempuan. Ini kesadaran kita semua bahwa peta ini ada. Ini dinilai disengaja secara budaya,” ujar Dini. 

Sebelumnya, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menyampaikan cara menonton yang sehat. Menurutnya, masyarakat khususnya orangtua harus memperhatikan klasifikasi setiap program acara agar aman ditonton anak di bawah umur. “Beri klu-klu terhadap tontonan yang akan ditonton jika memang baik dan tidak baiknya. Orangtua harus mendampingi dan memberi pengetahuan. Jika menonton mereka harus menonton sesuai kapasitas mereka. Ini yang harus dilakukan,” tandasnya. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

 

 

 

 

 

 

Jakarta -- Wakil Ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) RI (Republik Indonesia), Ahmad Basarah, berharap kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk bisa mengoptimalkan peran pengawasannya kepada lembaga penyiaran, mengingat perkembangan digital saat ini sudah semakin mendominasi.

"Kami mendukung KPI mengawasi lembaga penyiaran untuk kembali pada tugas utama menjaga Pancasila dan merawat nasionalisme," ujar Ahmad Basarah secara virtual dalam acara PressCamp KPI, Minggu (5/9/2021) kemarin.

Basarah mengatakan, lembaga penyiaran dibentuk sebagai upaya memperkokoh integrasi nasional, sehingga hadir pula KPI yang diharap bisa menjadi penyeimbang fungsi lembaga penyiaran agar proporsional yakni melingkupi media informasi, pendidikan, hingga hiburan.

Maka dari itu ia menegaskan sekaligus berharap kepada KPI sekaligus lembaga penyiaran untuk bisa menyajikan sebuah tontonan yang tidak hanya berorientasi pada rating yang ujungnya untuk meraup keuntungan.

"Harus diseimbangkan dengan tanggung jawab sosial bersama. Lembaga penyiaran jangan semata-mata mengejar rating untuk komersial, tapi harus mengedepankan kualitas penyiaran dan dapat mengedukasi masyarakat," tandas Basarah.

Dalam acara bertajuk sarasehan dengan puluhan wartawan nasional dan lokal tersebut, turut hadir sebagai narasumber Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia dan Hardly Stefano. 

Irsal Ambia menjelaskan salah satu tugas KPI yakni memberikan literasi kepada publik. Lewat literasi ini diharapkan akan muncul agen-agen literasi yang mencerdaskan masyarakat. Selain itu, dijelaskan tentang tugas dan fungsi KPI membuat regulasi sistem penyiaran di Indonesia. 

“Kami memiliki kewenangan menyusun aturan kode etik boleh dan tidak bolehnya di perilaku penyiaran yaitu P3SPS. Inilah menjadi dasar bagi penyelenggaraan di Indonesia diatur dalam SPS,” kata Irsal.

Menurut Irsal, P3 merupakan pedoman bagi lembaga penyiaran, baik sebagai entitas bisnis dan proses produksi sebelum ditayangkan. Adapun SPS adalah sebuah standar yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh ditampilkan. “Ini adalah buku suci KPI dan menjadi dasar kerja KPI,” tegasnya.

Sementara itu, Hardly Stefano menyampaikan kondisi penyiaran terkini di tengah era disrupsi informasi. Menurutnya, situuasi ini membuat kita bisa mengaksies informasi dari dan di mana saja. “Penyiaran sedang bertransformasi dari analog ke digital yang membuat perubahan dan menuntut untuk segera beradaptasi,” tandasnya. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran televisi untuk tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi (membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan) tentang pembebasan Saipul Jamil dalam isi siaran. Permintaan ini merespon sentimen negatif publik terkait pembebasan dan keterlibatan yang bersangkutan di beberapa program acara TV.

“Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan dan sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban,” tegas Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyikapi aduan dan respon negatif masyarakat terkait pembebasan Saipul Jamil, Senin (6/9/2021).

KPI juga meminta lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan muatan-muatan perbuatan melawan hukum atau yang bertentangan dengan adab dan norma seperti (penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba dan tindakan melanggar hukum lainnya) yang dilakukan artis atau publik figur. 

“Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” kata Mulyo. 

Mulyo menambahkan bahwa hak individu memang tidak boleh dibatasi tetapi hak publik dan rasa nyaman juga harus diperhatikan karena frekuensi milik publik dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan (termasuk kenyamanan) masyarakat. “Mengedepankan hak individu tapi melukai hak masyarakat tentu tidak patut dilakukan,” ujarnya.

Mencermati beberapa peristiwa yang sering berulang dalam beberapa kasus serupa, Mulyo mengatakan momentum revisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) tahun 2012 yang sedang dilakukan KPI akan menjadi bahan pertimbangan dan masukan tentang pengaturan secara eksplisit tentang hal ini dalam revisi P3SPS. 

“Saat ini, kami tengah melakukan revisi terhadap P3SPS dan sudah pada tahap mendengarkan masukan dari publik dan stakeholder,” tandasnya. *** /Editor:MR

 

 

Tindaklanjut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual dan Perundungan (bullying) di Lingkungan Kerja KPI Pusat

Jakarta (3/9/2021) – Menindaklanjuti dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut; 

1. Mendorong penyelesaian jalur hukum atas permasalahan dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat 

2. Mendukung penuh seluruh proses hukum dan akan terbuka atas informasi yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus ini

3. Melakukan pendampingan hukum terhadap terduga korban serta menyiapkan pendampingan psikologis sebagai upaya pemulihan terduga korban

4. Telah melakukan investigasi internal dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pihak terduga pelaku

5. Membebastugaskan terduga pelaku dari segala kegiatan KPI Pusat dalam rangka memudahkan proses penyelidikan oleh pihak kepolisian

Demikian yang dapat kami sampaikan.

 

Jakarta, 3 September 2021

Ketua KPI Pusat

AGUNG SUPRIO 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.