Jakarta -- Perubahan landskap industri penyiaran akibat digitalisasi membuat media penyiaran harus mengubah orientasi isi kontennya ke arah yang lebih spesifik. Jika media penyiaran khususnya TV masih berkutat dengan konsep lama yakni satu saluran bermacam model konten atau program, hal ini dikhawatirkan membuat TV tersebut sulit berkompetisi dan pada akhirnya ditinggalkan.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengatakan digitalisasi penyiaran akan mengubah landskap industri penyiaran di tanah air dan hal ini harus diantisipasi oleh stasiun TV. Salah satu upaya TV untuk mengimbangi perubahan itu yakni dengan mengubah arah konten TV menjadi lebih spesifik atau khusus seperti yang telah dilakukan oleh industri penyiaran radio.

“Landskap penyiaran kita ke depan seperti itu. Kita bisa lihat apa terjadi dengan radio hari ini yang sudah spesifik audiensnya. Nah, ke depan, TV kita arahnya akan seperti itu. Dalam konteks inilah saya meletakkan kenapa kita harus diversty of konten. Bukan berarti keragaman ini ada dalam satu siaran TV saja. Tapi harus spesifik konten berikut dengan audiensnya,” kata Hardly saat menjadi narasumber acara literasi media yang diselenggarakan KPID Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (19/10/2021).

Saat ini, lanjut Hardly, siaran TV yang dinikmati masyarakat hanya terbagi dua kategori yaitu berjenis TV berita dan TV hiburan. Dia memprediksi, setelah kick off penyiaran digital pada 2022 mendatang, kategori TV hiburan akan tersegmentasi menjadi TV-TV dengan konten yang spesifik.

“Bisa jadi akan ada TV yang dari sore hingga malam menyiarkan sinetron, atau juga variety show atau juga infotainmane dan religi. Jadi dengan begini, jangan lagi ada tuntutan isi harus sama setiap siaran TV,” ujar Hardly.  

Namun begitu, Hardly berharap, berubahnya landskap penyiaran dengan macam jenis TV tersebut harus diimbangi dengan porsi kemanfaatan konten yang disiarkan bagi masyarakat. Menurutnya, poin perubahan ini bukan seberapa banyak jenis durasinya tapi bagaimana isi siarannya mengandung hal yang baik, bernilai, inspiratif dan tentunya aman serta nyaman ditonton.  

Terkait berubah model penyiaran akibat digitalisasi, Hardly juga mengingatkan persoalan yang terkait dengan perubahan tersebut yakni perlunya payung hukum yang jelas dan adil bagi seluruh pemain yang akan berkompetisi. Menurutnya, perlu ada pengaturan yang setara (equal) antara media penyiaran (TV dan radio) dengan media internet. 

“Jangan sampai seolah-olah yang buruk itu hanya ada media penyiaran. Padahal jika kita lihat dan ketahui bahwa yang buruk itu ada dan lebih banyak di media baru. Jadi, saya menilai perlu dibuat regulasi yang equal bagi siapapun,” pinta Hardly.  

Masih soal media baru, Hardly menilai konten yang bermasalah seperti kekerasan, pornografi hingga SARA lebih banyak ada dan terjadi di media baru. Menurutnya, isi di media lama lebih aman, nyaman dan bisa dipertanggungjawabkan. Kondisi ini tidak lepas karena adanya pengawasan dan paying regulasi yang hal ini tidak ada di media baru.

“Kenapa media lama bisa seperti itu, karena ada proses kontrol, ada juga perusahaan media yang memiliki mekanisme kontrol, jika melanggar ada dampaknya. Di media baru belum ada mekanisme pengaturan konten yang memadai. Karena itu, konten kreator di media penyiaran lebih professional dan lebih bisa diatur ketimbang media baru,” tutur Hardly.

Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Kompas TV, Yogi Arif Nugraha, mengatakan berubahnya arah penyiaran ke digital membuat banyak perubahan dalam industri penyiaran konvesional dan juga penonton seperti konsumsi informasi di masyarakat. Dia juga mengkhawatirkan migrasi teknologi yang cepat tidak diimbangi dengan proses edukasi atau literasi bagi masyarakat. “Teknologi bergerak cepat tapi literasinya lamban. Karena itu, saya mengapresiasi literasi yang diselenggarakan KPID Kaltim ini,” katanya.  

Dalam kesempatan itu , Yogi mengingatkan soal dampak akibat informasi yang disampaikan media. Menurutnya, media yang baik akan berpikir soal dampaknya yang akan terjadi di masyarakat ketika sebuah informasi atau berita akan disiarkan. “Seringkali soal kecepatan menjadi hal yang tidak dipikirkan. Cara kerja dan dampak media harus dipikirkan. Apalagi lembaga penyiaran menggunakan kanal free to air,” tandasnya. ***/Editor:MR

Jakarta -- Setelah tertunda beberapa kali karena kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan didukung oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta Kementerian Agama (Kemenag) akan mengumumkan pemenang program acara Ramadan terbaik dan penghargaan individu lainnya dalam Anugerah Syiar Ramadan (ASR) tahun 2021 yang akan diselenggarakan pada Jumat (22/10/2021) di Auditorium Abdurahman Saleh Gedung Lembaga Penyiaran Publik (KPP) Radio Republik Indonesia (RRI) Pukul 14.00 WIB. 

Wakil Ketua KPI Pusat sekaligus PIC kegiatan Anugerah Syiar Ramadan 2021, Mulyo Hadi Purnomo mengatakan, anugerah ini merupakan salah satu kegiatan dari beberapa penghargaan yang secara rutin setiap tahun diberikan KPI kepada lembaga penyiaran untuk program-program acara yang berkualitas dan baik. Menurutnya, ada tiga anugerah yang diselenggarakan KPI setiap tahunya yakni Anugerah Syiar Ramadan (ASR), Anugerah Penyiaran Ramah Anak (APRA) dan Anugerah KPI (KPI Award). Selain juga anugerah-anugerah lain yg diberikan oleh KPID.

Adapun maksud dari diselenggarakannya Anugerah Syiar Ramadan, Mulyo menjelaskan, hal ini merupakan bentuk apresiasi dan penghargaan khusus dari KPI terhadap program-program tayangan ramadan berkualitas yang telah disiarkan.

“Apresiasi bagi program berkualitas ini penting karena hal ini bagian dari upaya peningkatan kesadaran lembaga penyiaran dalam menyuguhkan program siaran yang sehat dan berkualitas khususnya dalam bulan ramadan. Peningkatan kualitas siaran ini tidak hanya dengan punishment lewat sanksi tapi juga reward dan reward ini melalui rangkaian anugerah yang diselenggarakan oleh kami,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Mulyo, anugerah yang diberikan KPI untuk memacu persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dalam menyuguhkan program siaran yang sehat dan berkualitas. “Lewat kegiatan anugerah ini, kami ingin mendorong seluruh lembaga penyiaran, baik radio maupun televisi, untuk memproduksi dan menyiarkan lebih banyak lagi program siaran yang dapat membentuk jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,” pintanya.

Dalam kesempatan itu, Mulyo menjelaskan alasan penundaan pelaksanaan ASR yang seharusnya diselenggarakan pada bulan Juni setelah bulan Ramadan selesai. “Karena kondisi yang tidak memungkinkan akibat gelombang tsunami Covid-19 dan kebijakan PPKM, perhelatan anugerah syiar ramadan kami tunda. Baru bulan ini kami bisa mengumumkan dan menyelenggarakan anugerah ini. Oleh karena penundaan tersebut, kami mohon maaf. Kemudian, ada sepuluh anugerah yang akan diberikan pada tahun ini. Beberapa di antaranya merupakan kategori baru, terutama kategori untuk program yang disiarkan  radio,” kata Mulyo Hadi. ***/Editor:MR

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran “Indonesia Menyapa Pagi” di RRI Pro 3 FM Jakarta. Program siaran ini dinyatakan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran pertama untuk program bersangkutan yang telah disampaikan ke RRI Pro 3 FM, awal pekan lalu.

Dalam surat teguran dijelaskan, pelanggaran acara “Indonesia Menyapa Pagi” RRI Pro 3 FM Jakarta terjadi pada 14 September 2021 pukul 09.51 WIB. Dalam siarannya ditemukan perbincangan atau pembahasan tentang muatan dewasa terkait disfungsi ereksi. Dalam acara itu memang ada pendampingan oleh praktisi kesehatan, namun waktu siarnya tidak tepat. Semestinya pembahasan terkait masalah seksualitas disiarkan antara pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan seluruh program acara atau siaran yang membahas persoalan atau masalah seks harus mematuhi dan menyesuaikan dengan waktu siar yang sudah diatur dalam P3SPS. Menurutnya, meskipun sudah didampingi oleh praktisi kesehatan atau ahli yang berpengalaman, tetap saja pembahasan soal seks ini harus mengikuti peraturan yang ada yakni tayang atau siar di waktu dewasa yakni di antara pukul 22.00 sampai 03.00 waktu setempat. 

“Aturan soal waktu dewasa ini telah ditegaskan dalam standar program siaran KPI Pasal 22 ayat 1. Jadi hal ini harus dipahami dan dimengerti karena ada aspek perlindungan terhadap anak dan remaja di dalamnya, selain juga penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan,” jelasnya.

Perbincangan seks dan segala bentuk permasalahannya yang dibahas secara ilmiah memang bermanfaat untuk kalangan tertentu, tapi hal ini jadi tidak layak dan tidak pantas ketika waktu siarnya ada di jam-jam ramah anak. “Ketika anak dan remaja mendengarkan atau menerima siaran ini tentunya tidak sama dengan apa yang diterima oleh orang dewasa. Ada hal-hal yang belum mereka ketahui dan pahami karena konteksnya sangat privasi atau khusus. Kita harus memikirkan dampaknya bagi mereka. Jangan sampai rasa penasaran terhadap hal yang disampaikan dalam program tersebut justru disalahmanfaatkan oleh remaja,” jelas Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo mengingatkan, RRI Pro 3 FM Jakarta untuk lebih berhati-hati sebelum menayangkan program acara berkaitan dengan pembahasan soal dewasa. “Sangat penting membaca kembali dan mengerti secara dalam aturan-aturan dalam P3SPS untuk meminimalisir adanya pelanggaran ataupun kesalahan,” tandasnya. ***

 

Jakarta - Menyiarkan muatan pribadi di televisi dan radio telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012. Salah satu ketentuan yang tertulis adalah tidak menjadikan masalah pribadi sebagai materi yang ditampilkan dalam seluruh isi mata acara. Selain itu, masih dari P3 & SPS, ketentuan untuk menyiarkan masalah kehidupan pribadi diantaranya tidak berniat merusak reputasi dan memperburuk keadaan obyek yang disiarkan.  Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan hal tersebut dalam acara Pembinaan Isi Siaran terkait aduan masyarakat atas tayangan televisi yang mengungkap masalah pribadi, (15/10). 

Panduan atau guidance dalam P3 & SPS sebetulnya sudah sangat jelas untuk masalah privat. Poin yang harus diingat adalah soal kemanfaatan siaran bagi publik. “Jangan mengumbar apa-apa yang disampaikan oleh artis,” ujar Mulyo. Sekalipun memberikan ruang bagi dua belah pihak yang sedang  berperkara.

Di satu sisi, Mulyo berharap lembaga penyiaran juga dapat mengambil insight penting dari kasus-kasus privat yang hendak disiarkan, sebagai bahan pembelajaran. Untuk kasus kekerasan yang dialami perempuan misalnya, dapat diangkat tentang keberanian perempuan bicara dan menolak kekerasan yang dialami. Ini akan membawa pesan penting kepada masyarakat luas, bahwa ada perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Sedangkan di sisi lain juga menjadi pesan untuk laki-laki bahwa ada ancaman hukum atas perilaku kekerasan di rumah tangga.  

Meski dalam P3 & SPS dimungkinkan adanya pembahasan masalah pribadi di televisi, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Mimah Susanti meminta televisi memilik diksi yang lebih tepat dan sesuai dengan jam tayang anak. “Agar tidak memberikan inspirasi pada anak-anak dan remaja yang masih mungkin menonton tayangan tersebut,” ujar Santi. 

KPI mengingatkan pada perwakilan lembaga penyiaran yang hadir, jangan mengorek terlalu dalam sebuah masalah pribadi yang biasanya terjadi pada artis, apalagi membahasnya dalam satu program penuh. Segala sesuatu yang terjadi pada selebriti, harus diakui, memiliki magnitude yang tinggi. Di sisi lain, program infotainment punya kecenderungan membongkar  kasus dengan cara membuka aib pihak lain. Inilah yang akan menyebabkan keadaan pihak lain semakin buruk, ujar Mulyo.  Karenanya Mulyo menegaskan, pengola program siaran harus mampu mengemas berita seperti ini sebagai pembelajaran berharga bagi publik. 

 

Jakarta -- Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) telah mengubah prosedur seluruh perizinan berusaha termasuk perizinan untuk penyelenggaraan usaha penyiaran menjadi lebih ringkas. Efektifitas dan efesiensi perizinan menjadi kunci utama dari lahirnya UU yang merupakan penyederhanaan dari sejumlah UU yang ada.  

“Pemerintah meringkas beberapa undang-undang agar tercipta efisiensi dan efektifitas terutama dalam proses perizinan. Ini adalah semangat dari terciptanya UU Cipta kerja,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka diskusi bertajuk “Program Siaran dalam Penyelengaraan Penyiaran Pasca UUCK” di Yogyakarta, pekan lalu.

Dia menambahkan, kehadiran UU ini dimaksudkan juga untuk merangsang dan membuka peluang bisnis di semua sektor kehidupan termasuk penyiaran. Semakin ringkasnya proses perizinan akan memudahkan setiap investor yang ingin berusaha di tanah air. “Ini akan merangsang peluang untuk investasi dari luar negeri dan dalam negeri,” ujar Agung.

Terkait hal ini, Agung menilai, UU Cipta Kerja membuat entitas perizinan menjadi dua yakni di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta KPI. Kemkominfo punya kewenangan dalam teknis dan administasi, sedangkan KPI dalam hal pengawasan program siaran. 

“Pengawasan ini terbagi menjadi dua yakni untuk program siaran tingkat pusat dan siaran lokal  atau SSJ (Stasiun Siaran Jarigan). Program siaran pusat diawasi oleh KPI Pusat. Bila ada pelanggaran maka KPI dapat memberikan sanksi. Sedangkan KPID memiliki kewenangan pengawasan siaran lokal. Jika ada lembaga penyiaran yang kurang dalam ketentuan siaran lokal 10%, maka KPID dapat memberikan sanksi,” jelas Agung. 

Oleh karena itu, posisi KPI dalam rantai perizinan penyiaran adalah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah cq Kemkominfo berdasarkan pengawasan isi siarannya. “Rekomendasi ini, termasuk untuk proses perpanjangan dan izin baru,” tegas Agung. 

Dalam kesempatan itu, Agung mengusulkan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk memasukkan program siaran masuk ke dalam syarat perpanjangan izin lembaga penyiaran. “Karena itu, kami mengundang BKPM agar proses perizinan di KPI dalam pengawasan program isi siaran dapat dimasukkan ke OSS dan bila memungkinkan KPI diberikan akses teradap OSS terkait pemberian izin berusaha,” pintanya. 

Pernyataan senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Dia mengatakan peran KPI dalam sistem perizinan pasca UU Cipta Kerja adalah mengatur isi siaran. “Kredibilitas konkrit peran KPI lainnya adalah peran terkait isi siaran di OSS (Online Single Submission). Kami menjaga kesanggupan pemohon memenuhi kewajiban terkait isi siaran,” katanya.

Sementara itu, Direktur Pelayanan Perizinan Berusaha BKPM, Ariesta Riendrias Puspasari, menyampaikan adanya UUCK telah mengubah basis perizinan berusaha ke basis berisiko. Menurutnya, berdasarkan Pasal 6 UUCK, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha meliputi penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sector dan penyederhanaan investasi.

“Dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (7) UUCK, perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.Tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan usaha berisiko rendah, kegiatan usaha berisiko menengah dan kegiatan usaha berisiko tinggi,” jelasnya.

Dia menjabarkan sistem OSS berbasis risiko terbagi menjadi 3 sistem yakni subsistem informasi mencakup informasi umum terkait penanaman modal (persyaratan, tahapan risiko, daftar prioritas investasi, informasi lokal, user manual, kamus, FAQ, mekanisme dan simulasi perizinan berusaha berbasis risiko. Kemudian, subsistem perizinan mencakup validasi (Dukcapil, Imigrasi, DJP, ATR/BPN), smart engine (profil, persyaratan, SOP), eisk management engine, output (penerbitan NIB, sertifikat standar, dan izin), konektivitas dengan K/L/D, dan pemberian fasilitas (tax holiday, tax allowance, fasilitas di KEK, serta masterlist).

“Lalu, ketiga subsistem pengawasan yang mencakup pengawasan terhadap perizinan berusaha, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat insidental. Pelaksanaan pengawasan di tingkat pusat dikoordinasikan oleh BKPM, sedang di tingkat daerah dikoordinasikan oleh DPMPTSP Provinsi/Kabupaten/Kota,” kata Ariesta.

Pada kesempatan itu, Ariesta menyampaikan dasar hukum perizinan penyelenggaraan penyiaran (IPP) OSS yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telemkomunikasi dan Penyiaran, Permen Kominfo No. 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Dan aturan BKPM: Peraturan BKPM No 3,4 dan 5 Tahun 2021. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.