Jakarta - Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode keempat (September-Oktober 2015) yang digelar oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 9 (Sembilan) perguruan tinggi negeri di 9 (sembilan) kota di Indonesia menunjukkan masih rendahnya kualitas program sinetron, variety show dan infotainment di televisi. Dalam survei yang dilakukan bersama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Hasanuddin Makasar, Universitas Sumatera Utara Medan, Institut Agama Islam Negeri Ambon, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dan Universitas Udayana Denpasar ini terjadi penurunan nilai indeks kualitas program televisi. Dari empat kali survey yang dilakukan oleh KPI, indeks yang diperoleh pada survey pertama (Maret-April) sebesar 3,25, survey kedua (Mei-Juni) sebesar 3,27, survey ketiga (Juli-Agustus) 3,59 dan survey keempat (September-Oktober) 3,42. Hasil ini menunjukkan, bahwa kualitas program siaran televisi masih di bawah indeks standar yang ditetapkan KPI, yakni 4.

Dalam survei ini, KPI telah menetapkan indikator-indikator dengan rujukan tujuan diselenggarakannya penyiaran seperti yang disebutkan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.” Indikator tersebut adalah, membentuk watak, idetitas dan jatidiri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman, menghormati keberagaman, menghormati orang dan kelompok tertentu. Selain itu, masih merujuk pada undang-undang yang sama, indikator yang ditetapkan oleh KPI adalah program tayangan tidak memuat kekerasan, tidak bermuatan seksual dan tidak bermuatan mistik, horor dan supranatural.

Berdasarkan indikator yang merujuk pada regulasi penyiaran tersebut, survei periode September-Oktober  2015 ini menunjukkan program-program infotainment, sinetron dan variety  show masih rendah (infotainment 2,56, sinetron 2,84, dan variety show 2,96).  Perolehan itu masih jauh dari standar baik yang ditetapkan KPI, yakni angka indeks 4. Selama empat kali survey, ketiga program ini konsisten mendapatkan nilai indeks yang rendah. Pada survey pertama infotainment 2,34 , sinetron 2,51 dan variety show 2,68, survey kedua infotainment 2,37, sinetron 2,68 dan variety show 2,7, dan pada survey ketiga infotainment 3,01, sinetron 3,02 dan variety show 3,48.

Secara umum ada 9 (Sembilan) kategori program siaran yang ikut disurvey, yakni program anak-anak, komedi, wisata/ budaya, religi, talkshow, variety show infotainment, sinetron/FTV, dan berita. Dari sembilan kategori ini terdapat dua kategori yang mencapai indeks 4 yakni program religi dan wisata/ budaya.

Pada survei periode ini, responden juga diminta untuk menilai program acara yang berkualitas dari program yang pernah ditonton dalam sebulan terakhir. Hasilnya adalah, Mata Najwa, Kick Andy, Liputan 6 Petang, Seputar Indonesia, My Trip My Adventure, Indonesia Lawyer Club, Laptop Si Unyil, Damai Indonesiaku, Ini Talkshow dan Olimpiade Cerdas Indonesia.

Berdasarkan hasil dari survey ini, KPI menilai masyarakat Indonesia memberikan apresiasi terhadap program siaran religi dan wisata/ budaya di televisi. Dengan indeks yang didapat selama 4 kali survey, dua program ini seharusnya menjadi cerminan bagi televisi untuk mengemas program menjadi berkualitas dan juga bermanfaat. Sedangkan dari sepuluh program televisi yang dinilai berkualitas oleh masyarakat dapat dilihat bahwa bagaimana masyarakat mengapresiasi program siaran. KPI berharap, program-program berkualitas yang juga diminati oleh masyarakat ini dapat diproduksi dengan lebih massif. Dengan demikian muatan televisi dapat sejalan dengan arah dan tujuan diselenggarakannya penyiaran, seperti yang disebut dalam Undang-Undang Penyiaran, dan orientasi program siaran teelvisi bukan lagi sekedar mencari popularitas tapi juga mengedepankan kualitas.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengumumkan nama-nama nominator Anugerah KPI 2015 dalam jumpa pers di kantor KPI Pusat, Jakarta, Jumat, 27 November 2015. Pengumuman nominator tersebut disampaikan langsung PIC Anugerah KPI 2015 yang juga Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily didampingi tiga orang wakil dewan juri Anugerah KPI 2015 antara lain Hanung Bramantyo, Meutya Hafid dan Seto Mulyadi yang biasa disapa Kak Seto.

Dihadapan para jurnalis yang hadir, Agatha Lily menyampaikan, KPI akan menyelenggarakan Malam Anugerah KPI 2015 pada 2 Desember 2015. Acara ini akan disiarkan secara langsung di stasiun televisi NET TV mulai pukul 19.30 Wib hingga selesai. Adapun tema yang diangkat pada Anugerah KPI kali ini yakni “Indonesia Berinovasi”.
“Kami ingin mengajak lembaga penyiaran untuk terus berinovasi dalam menampilkan karya-karya terbaiknya,” ajak Lily.

Lily juga menyampaikan, ada tiga kategori baru di Anugerah KPI 2015 yang pada Anugerah sebelumnya belum diikutsertakan. Tiga kategori tersebut yaitu Program Animasi, Program Infotainmen dan Iklan Layanan Masyarakat (ILM). 

Dalam Anugerah KPI 2015, juri-juri yang terlibat merupakan orang-orang pilihan dari para pakar yang kompeten di bidangnya. Mereka pun bertugas secara independen. Adapun juri-juri tersebut yani Seto Mulyadi, M. Asrorun Niam Sholeh, Bobby Guntarto, Hikmat Darmawan, Hanung Bramantyo, Anjasmara, Mayong Suryo Laksono, Mulharnetty Syas, Meutya Viada Hafid, Riza Primadi, Garin Nugroho, Firman Kurniawan Sujono, Hery Margono, Ari Junaedi, Wawan Hari Purwanto dan Asep Chaerudin.

Berikut nama-nama nominator Anugerah KPI 2015:

1. Kategori Program Anak-Anak
- Buah Hatiku Sayang | “Angklung” | TVRI
- Hompimpa | “Berbagi” | Global TV
- Bocah Petualang | “Persahabatan Lintas Budaya” | Trans 7

2. Kategori Program Animasi
- Kiko | “Gara-Gara Magnet” | RCTI
- Keluarga Somat | “Air Sumber Kehidupan” | Indosiar
- Adit, Sopo dan Jarwo | “Cherrybel” | MNC TV

3. Kategori Program Drama
- Single & Hopefully Happy | “Putus” | Kompas TV
- Tetangga Masa Gitu | “Basket and Pride” | NET.
- Di Bawah Lindungan Abah | “Episode 1 (Serial)” | Trans TV

4. Kategori Program Infotainment
- Go Spot | RCTI
- Seleb on News | “Spesial Kemerdekaan 70th” | MNC TV
- Entertainment News | “Entertainment News Siang” | NET.

5. Kategori Program Talkshow
- Basa-Basi | “Hentikan Kekerasan Seksual Pada Anak” | Trans TV
- Indonesia Lawyer Club | “50 Tahun G 30 S PKI Perlukan Negara Minta Maaf” | TV One
- Kick Andy | “Keberhasilan Membebaskan Kemiskinan” | Metro TV

6. Kategori Program Feature
- Indonesia Bagus | “Kisah Kebanggaan dari Kampung Tarak Fak Fak, Papua” | NET.
- Delik | “Riak Suram Danau Toba” | RCTI
- 360 | “Jutawan Sampah & 200 Tahun Tambora” | Metro TV

7. Kategori Iklan Layanan Masyarakat Televisi
- Nasionalisme | “Apapun Gaya Kita, Hati Tetap Indonesia” | TVRI
- Dunia Binatang | “Hasil Alam Nusantara (Hari Air Sedunia)” | Trans 7
- DKP Kabupaten Bintan | Batam TV

8. Kategori Iklan Layanan Masyarakat Radio
- Hemat Listrik | Bens Radio
- Naik Kendaraan Umum Aja | Prambors
- Wajib Belajar 12 Tahun | RRI Bengkalis

9. Kategori Lembaga Penyiaran Televisi Peduli Perbatasan
- Indonesia Borders | “Episode 15” | Inews
- Lentera Indonesia | “Bersama Rakyat Indonesia Kuat” | NET.
- Explore Indonesia | “Damai Untuk Amel” | Kompas TV

10. Kategori Lembaga Penyiaran Radio Peduli Perbatasan
- Siaran Bela Negara | RRI Studio Produksi SKOUW
- INDONESIA MENYAPA | “Peran Pemuda Perbatasan sebagai Sabuk Pengaman dalam Mengawal NKRI” | RRI Pontianak
- Sekolah Udara Bela Negara | RRI Bengkalis

11. Kategori Presenter Wanita Terfavorit
- Deasy Indriyani | “Dewan Pers” | TVRI 
- Reska Amelia | “Lintas Malam MNC TV” | MNC TV
- Risca Indah | “Talk To iNews” | iNews TV
- Cici Panda | “Basa-Basi” | Trans TV
- Retno Pinasti | “Liputan 6 Siang Live Terumbu Karang 3 Titik” | SCTV
- Utrich Farzah | “Patroli” | Indosiar
- Restu Wulandari | “Topik Pagi” | ANTV
- Sarah Sechan | “Sarah Sechan” | NET TV

12. Kategori Presenter Pria Terfavorit
- Ariyo Ardi | “Seputar Indonesia” | RCTI
- Herjuno Syahputra | “Buletin Indonesia Siang” | Global TV
- Deddy Corbuzier | “Hitam Putih” | Trans 7
- Karni Ilyas | “Indonesia Lawyers Club” | TV One
- Wahyu Wiwoho | “Prime Time News” | Metro TV
- Aiman Witjaksono | “Aiman” | Kompas TV
- Michael Tjandra | “Lensa indonesia Sore” | RTV.***

Jakarta - Media harus memberikan sanksi sosial pada artis dan selebriti yang bermasalah dengan hukum, terutama yang sudah diberikan vonis pengadilan. Hal itu disampaikan pelawak yang juga politisi, Dedi Gumelar, dalam acara diskusi terbatas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tentang Variety Show, (25/11).  Menurut Dedi, kemunculan kembali artis-artis yang pernah menjadi terpidana atau kasus asusila di layar televisi sebagai pengisi acara, tidak memberikan pembelajaran yang baik pada masyarakat.”Masyarakat dipaksa menerima, karena televisi  kembali membuatnya menjadi idola”, ujar Dedi. Dirinya menyampaikan, jika hal-hal tidak biasa dibuat jadi biasa, dan hal-hal biasa dianggap tidak biasa, maka itu tanda-tanda keruntuhan sebuah peradaban.

Pada diskusi terbatas itu, Dedi menjelaskan tentang kontribusi televisi terhadap pembangunan karakter bangsa. Prinsipnya, ujar Dedi, kalaupun televisi tidak mampu membuat program siaran yang bermanfaat, setidaknya jangan sampai program tersebut merusak dan merugikan bangsa. Dedi yang pernah menjadi anggota DPR RI ini menyampaikan bahwa dekadensi dan teririsnya budaya kita sekarang tidak terasa seperti halnya perang fisik. “Kita sedang mengalami perang budaya yang masuk lewat televisi,” tegasnya. Sayangnya regulasi yang ada tidak siap menghadapi perang budaya tersebut.

Ketidaksiapan itu sebenarnya secara nyata dapat dilihat melalui politik anggaran pemerintah terhadap pengawasan media, khususnya televisi. “Politik anggaran untuk KPI sekarang menunjukkan seberapa besar keberpihakan pemerintah tersebut”, tegasnya.  Dedi menyampaikan kritisi terhadap kewenangan yang dimiliki KPI serta pelaksanaan  regulasi penyiaran yang belum sepenuhnya ditegakkan oleh pemerintah. “Jadi kalau pemerintah sayang pada rakyatnya, KPI harus ditata KPI dengan penguatan anggaran,” tegasnya.

Kepada peserta diskusi yang merupakan pekerja di lembaga penyiaran, Dedi juga menceritakan pengalaman dan kiprahnya di industri televisi sebagai pelawak. Ada banyak perbedaan yang ditemui tentang kualitas entertainer televisi saat ini dibanding saat Dedi merintis karir. “Kompetisi yang demikian ketat menghasilkan seleksi yang juga ketat, namun entertainer yang muncul di layar kaca justru berkualitas”, ujarnya. Hal ini menurutnya berkebalikan dengan kondisi sekarang. Padahal, ujar Dedi, seleksi tanpa kompetensi yang dilakukan televisi sekarang justru membahayakan keberlangsungan televisi itu sendiri. “Ujung-ujungnya, rakyat dan bangsa yang jadi korban,” tegasnya.

Kesimpulan ini, menurut Dedi dapat dilihat dengan rotasi artis pengisi acara di televisi swasta yang itu-itu saja. “Televisi tidak mau ambil resiko mengambil artis-artis baru, cukup gunakan artis yang ternama dan punya jaminan rating tinggi,” tambahnya.

Padahal penggunaan rating sebagai satu-satunya tolak ukur program siaran sangat mengkhawatirkan. Apalagi dirinya memperhatikan bahwa program-program televisi yang menjerumuskan bangsa itu ratingnya tinggi. “Jangan-jangan memang ada konspirasi untuk menghancurkan bangsa ini,” ucap Dedi.

Pada kesempatan itu, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily menyampaikan pada peserta, cuplikan tayangan variety show di televisi yang mendapatkan teguran dari KPI. Lily juga memaparkan jumlah program variety show yang mendomasi program di televisi berjaringan, serta pengaduan masyarakat yang cukup tinggi pada program ini. Setidaknya ada sepuluh muatan dalam variety show yang ditemukan KPI tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Diantaranya, konflik dan adu mulut, hedonistik, muatan seksual, atraksi berbahaya, dan konflik keluarga.  Padahal, tambah Lily, dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran hal-hal yang disebut itu jelas-jelas dilarang.

Sementara itu, dalam catatan Rahmat Arifin (Komisioner KPI Pusat  bidang pengawasan isi siaran) sanksi yang diperoleh program variety show disebabkan jadwal tayang yang striping, tayangan langsung serta muatan gimmick yang berlebihan. Rahmat menyarankan untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran, produser variety show harus ada naskah siaran yang detil, persiapan dan briefing dari produser yang rinci, serta pengawasan yang ketat dari bagian quality control saat siaran berlangsung. Dengan demikian pelanggaran-pelanggara P3 & SPS pada program ini dapat diminimalisir. 

Jakarta – Selain mengenalkan kebudayaan negara yang bersangkutan, pertukaran budaya antar dua negara dalam konteks penyiaran dinilai dapat mendorong peningkatan secara ekonomi. Namun demikian, pertukaran budaya haruslah berlandaskan aspek keadilan dan kesesuaian etika yang berlaku dimasing-masing negara.

Pandangan tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam sambutannya di sela-sela acara Pertukaran Budaya melalui Penyiaran antara Indonesia dan Korea Selatan atau Cultural Exchange in Broadcasting between Indonesia and Korea di Hotel Ritz Carlton, Rabu, 25 November 2015.

Menurut Judha, perkembangan media penyiaran di Indonesia sangat tinggi dan ini menjadi kesempatan yang besar untuk mengembangkan ke Korea Selatan melalui pertukaran budaya ini. Namun demikian, pertukaran budaya ini harus seimbang atau merata dan juga saling menghormati. “Budaya Korea telah dikenal dan disukai di Indonesia melalui K-Pop, apakah budaya Indonesia juga bisa tenar dan disukai di Korea misalnya dengan I-Pop nya,” kata Judha langsung disambut tepuk tangan hadirin.

Selain itu, Judha menyampaikan konten Korea sudah banyak merambah penyiaran Indonesia melalui cerita dramanya. Hingga saat ini, belum ada pelanggaran yang terjadi dalam acara-acara tersebut. Tapi, beberapa hal yang penting diperhatikan adalah bagaimana konten-konten tersebut harus sesuai dengan aturan penyiaran yang di Indonesia yakni P3SPS KPI.

Judha berharap kerjasama antar dua negara ini dapat saling menguntungkan dan berkelanjutan. Kerjasama ini dapat juga menjadi pembelajaran bagi kita mengetahui rahasia sukses Korea dengan K-Popnya.

Sebelumnya, di tempat yang sama, Duta Besar Korea Selatan Cho Taiyoung dalam sambutannya mengatakan pihaknya sangat senang melakukan kerjasama dengan Indonesia. Pasalnya, perkembangan penyiaran di Indonesia terbilang cepat dan tinggi.  Dirinya pun berharap kerjasama ini dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan di masa yang akan datang.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kemenkominfo Djoko Agung Herijadi mewakili Menteri Kominfo menyampaikan pihaknya setuju dengan pendapat KPI bahwa konten Indonesia dapat masuk ke Korea dan dikenal oleh penduduknya yang berjumlah kurang lebih 50 juta jiwa tersebut. “Saya sangat setuju adanya kerjasama pertukaran penyiaran ini,” tandasnya. ***

Palembang –  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus berupaya meminimalisir bias gender dalam penyiaran. Upaya meminimalisir bias tersebut ditempuh  KPI dengan beberapa cara yakni melalui pengaturan dalam P3SPS, survey MKK (minat kepentingan dan kenyamanan publik) dan evaluasi dengar pendapat (EDP). Hal itu dikatakan Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo, pada talkshow di konferensi para jurnalis televisi se-Asia Pasifik, pada  20 November 2015 di Palembang.

“Kami mencoba melakukan perubahan tersebut dengan memasukan isu bias gender dalam aturan P3SPS. Upaya ini dilakukan supaya ada keterbukaan informasi. Melalui proses EDP, salah satu rangkaian proses permohonan bagi lembaga penyiaran untuk mendapatkan izin penyiara, KPI bisa mengidentifikasi , mengklarifikasi dan memverifikasi calon lembaga penyiaran dengan melibatkan perempuan dalam proses tersebut. Begitu juga dengan survey MKK yang dilakukan KPI,” jelas Azimah di depan peserta konferensi yang diinisiasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Menurut Azimah, bias gender di penyiaran terjadi dalam bentuk citra perempuan hanya sekedar sebagai objek seperti pornografi, kekerasan dan eksploitasi privasi. Bahkan, bias gender ini tidak hanya ditemukan dalam program non jurnalistik tetapi juga di program jurnalistik. “Kita bisa lihat contohnya dalam pemberitaan prostitusi,” kata Azimah.

Dijelaskan dirinya, KPI telah melakukan upaya penindakan terhadap tayangan yang melanggar aspek pornografi, kekerasaan dan eksploitasi privasi melalui peringatan, sanksi teguran hingga penghentian sementara. Upaya ini tidak lain agar program-program televisi bisa mengusung kualitas intelektul daripada sekadar mempertontonkan tubuh perempuan.

Namun upaya untuk meminimalisir bias gender tersebut tidak hanya dilakukan oleh KPI semata. Menurut Azimah, perlu keterlibatan semua pihak yang sadar gender untuk menjaganya. “Meskipun agak sulit karena adanya faktor bisnis di dalamnya. Kita tetap perlu secara bersama-sama melakukan upaya perubahan tersebut,” tandas Azimah.

Hal itu senada dengan yang dikatakan Endah, salah satu jurnalis senior dari Indonesia. Endah mengatakan, jurnalis perempuan harus berani berjuang untuk menyeimbangkan keadaan ini. “Banyak hak perempuan yang harus diangkat. Ini tanggungjawab bersama baik di Indonesia maupun Asia Fasifi,” katanya bersemangat.

Sementara itu, ditempat yang sama, salah satu jurnalis senior dari stasiun TV Al Jazeera Drew menjelaskan bagaimana prosedur yang dilakukan dirinya saat meliput berita-berita yang berdampak bias gender. Kehati-hatian dalam memilih narasumber, memberikan pertanyaan hingga hal-hal yang terkait menjadi aspek yang perlu diperhatikan dalam peliputan yang bersinggungan dengan bias gender.

Lain halnya dengan perwakilan jurnalis dari negara tetangga yang bercerita soal pengambil kebijakan dan jajaran redaksi lebih banyak dilakukan dan dikuasi oleh kaum lelaki. Perempuan ditempatnya hanya lebih banyak terlibat dalam pemberitaan yang soft saja atau soft news. ***




Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.