Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan 4 (empat) surat teguran dan 13 (tiga belas) surat peringatan kepada lembaga penyiaran televisi, Senin, 22 Agustus 2016. Sanksi teguran dan peringatan ini diharapkan segera direspon pihak lembaga penyiaran dengan melakukan evaluasi internal agar pelanggaran serupa tidak terulang kembali. Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran dan peringatan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis.
Adapun program siaran dan televisi yang mendapat sanksi teguran tertulis dari KPI Pusat yakni Program Siaran “Tanpa Batas” Trans TV, Program Siaran “Stand Up Comedy Academy 2” Indosiar, Program Jurnalistik “Liputan 6 Pagi” SCTV, dan Program Siaran “Damai Indonesiaku” TV One.
Sedangkan program siaran yang memperoleh surat peringatan KPI Pusat antara lain: Program “One Pride MMA” TV One, Program Siaran “Mermaid In Love” SCTV, Program Jurnalistik “Investigasi” Trans TV, Program Siaran “Si Biang Kerok Cilik” SCTV, Program Siaran “Monyet Cantik” SCTV, Program Siaran “Ummat” Trans TV, Program “Tuyul dan Mbak Yul” ANTV, Program Jurnalistik “30 Minutes” Metro TV, Program Jurnalistik “Buletin Indonesia Siang” Global TV, Program Siaran “Let’s Go” MNC TV, Program Jurnalistik “Lintas Pagi” MNC TV, Program Jurnalistik “Selamat Pagi Indonesia” Metro TV, dan Program “On The Spot” Trans 7.
Bentuk pelanggaran masing-masing program siaran serta pasal-pasal yang dilanggar dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012 dapat di lihat dalam kolom sanksi di laman kpi.go.id.
Dalam surat teguran dan peringatan itu, KPI Pusat tidak henti-hentinya meminta kepada lembaga penyiaran untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***
Jakarta – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah sambangi KPI Pusat, Senin, 22 Agustus 2016, bahas tatacara penjaringan Calon Anggota KPID Sulteng periode 2016-2019 menggantikan Anggota KPID Sulteng yang segera habis masa baktinya dalam waktu dekat. Kunjungan diterima langsung Komisioner KPI Pusat Mayong Suryo Laksono dan Nuning Rodiyah serta Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang.
Ketua Komisi A DPRD Sulteng Sri Indraningsih Lalusu menyatakan maksud pihaknya mengujungi KPI Pusat untuk mendapatkan banyak masukan terkait rekruitmen KPID. “Kami perlu datang ke KPI Pusat untuk memperjelas bagaimana proses penjaringan KPID yang sesuai dengan aturan dan kebiasaan yang ada,” katanya yang diamini seluruh rombongan yang ikut dalam kunjungan tersebut.
Selain membahas rekruitmen, persoalan televisi kabel di daerah Sulawesi Tengah juga disertakan dalam pembicaraan. Menurut Sri, DPRD sudah mulai mengagendakan rencana pembentukan Perda mengenai televisi kabel. “Keberadaan televisi kabel di tempat kami perlu di atur karena banyak sekali jumlahnya yang tersebar di tiga belas kabupaten dan kota. Kami minta dukungan dari KPI Pusat untuk masukannya dalam Raperda tersebut,” katanya.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Mayong Suryo Laksono dan Nuning Rodiyah serta Kepala Sekretariat Maruli Matondang saling bergantian menjelaskan perihal proses dan aturan rekruitmen yang sesuai dengan ketentuan dalam UU Penyiaran. ***
Jakarta - Wakil ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Sudjarwanto Rahmat M. Arifin mengingatkan SCTV dan Indosiar mengenai proporsi program acara berita yang ditayangkan kedua stasiun televisi tersebut. Menurutnya, dalam beberapa waktu belakangan ada kecenderungan berkurangnya jumlah spot siar program berita. Hal itu dinilai dapat mengurangi hak masyarakat memperoleh informasi.
“Jika sebelumnya ada di jam pagi, siang, sore dan malam, kini hanya tayang dua spot sehari, itu pun di jam hantu (tengah malam, red),” kata Rahmat, ketika mengunjungi kantor PT Elang Mahkota Teknologi tbk. (EMTEK) bersama 6 komisioner KPI Pusat yang lain di SCTV Tower, Senayan, (16/8).
Ia melanjutkan, meskipun produksi program acara berita low cost sekaligus low rating, akan tetapi bentuk konkret pemenuhan kebutuhan informasi untuk masyarakat berwujud dalam program acara berita. Selain itu, program berita (informasi) adalah mandat Undang-Undang Penyiaran yang wajib hadir di layar kaca.
Senada dengan Rahmat, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Ubadillah menegaskan kembali komitmen SCTV dan Indosiar dalam menayangkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Menurutnya, ILM penting untuk menyampaikan pesan-pesan sosial, seperti tentang bahaya narkoba, waspada ancaman terorisme, pentingnya toleransi dan hal-hal yang lain.
Sejauh ini sudah banyak apresiasi dari masyarakat atas ditayangkannya ILM itu. “Kami harap ILM terus tayang dan ditambah lagi tema-tema yang lain, seperti komitmen SCTV dan Indosiar ketika Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) permohonan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) beberapa waktu lalu,” kata Ubaidillah.
Menanggapi hal tersebut, PT EMTEK yang merupakan induk dari PT Surya Citra Media (SCM) -membawahi SCTV dan Indosiar- melalui Presiden Direkturnya Alvin Sariatmadja menyatakan siap bekerja sama dengan KPI untuk membangun dunia penyiaran tanah air ke arah yang lebih baik.
“Jika melihat perkembangan industri konten belakangan ini yang bergerak begitu cepat, kami ingin menjadi mitra KPI, kami tidak ingin head on dengan KPI. Kami siap berkolaborasi dan memajukan pertelevisian nasional ini bersama-sama,” kata Alvin.
Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran Hardly Stefano menambahkan, KPI dan SCM bisa saling bekerja sama untuk mewujudkan siaran yang sehat. Hardly menilai stasiun televisi saat ini tidak dapat hanya memikirkan rating dan share. Nilai yang terkandung dalam setiap program acara yang dibuat adalah hal yang tak kalah penting.
“Sinetron yang punya nilai baik dengan sinetron yang asal buat tentu ongkos produksinya sama saja kan? Kenapa tidak sekalian dibuat dengan mengangkat nilai yang baik?” tegas Hardly. Menurutnya upaya itu dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas komunikasi antara KPI dengan lembaga penyiaran dengan melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan dunia penyiaran.
Kunjungan KPI Pusat ini merupakan usaha membangun hubungan yang lebih baik dengan semua stakeholder penyiaran. SCTV dan Indosiar adalah dua stasiun televisi pertama yang dikunjungi komisioner KPI Pusat periode 2016-2019 setelah dipilih oleh DPR.
Dalam pertemuan tersebut, komisoner KPI Pusat yang turut hadir adalah Ketua KPI Yuliandre Darwis, Agung Suprio, Nuning Rodiyah, dan Dewi Setyarini. Sedangkan dari EMTEK hadir Presiden Direktur EMTEK Alvin Sariatmadja, Direktur Utama SCTV Sutanto Hartono, Direktur Utama Indosiar Imam Sudjarwo, Direktur Program SCTV dan Indosiar Harsiwi Achmad, Pemimpin Redaksi SCTV dan Indosiar Mohamad Teguh dan beberapa pemangku kebijakan EMTEK yang lain. (SIP)
Jakarta - Migrasi siaran dari analog ke digital masih belum bisa dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia karena tersandung UU No. 32/2002 tentang penyiaran yang sampai saat ini belum selesai dibahas oleh Komisi I DPR. Yuliandre Darwis, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan pihaknya akan terus mendorong Komisi I DPR dan Kemkominfo untuk segera menyelesaikan tugasnya yang berkaitan dengan digitalisasi penyiaran. Menurutnya, digitalisasi penyiaran harus segera dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain yang sudah menerapkan siaran digital.
“Menurut kami, siaran digital ini harus segera dilakukan, tapi masalahnya kan kami masih menunggu payung hukumnya yaitu UU Penyiaran yang masih digodok oleh DPR sampai saat ini,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (21/8).
Dia menjelaskan jika UU Penyiaran yang kini tengah digodok oleh DPR tersebut rampung, maka KPI akan memiliki payung hukum untuk bergerak cepat menyelesaikan pekerjaaan rumah yang belum diselesaikan pengurus KPI sebelumnya.
Menurut pria yang akrab disapa Andre tersebut, beberapa pekerjaan rumah yang akan diselesaikan KPI dalam waktu dekat di antaraya adalah migrasi siaran dari analog ke digital dan perpanjangan izin penyiaran 10 stasiun televisi.
“Jika kami sudah memiliki payung hukum untuk bergerak, maka semua siaran yang melanggar akan langsung kami tindak tanpa terkecuali layanan OTT asing seperti youtube dan netflix,” katanya.
Tahun ini ada sekitar 10 stasiun televisi swasta yang akan habis masa izin penggunaan frekuensinya yaitu RCTI, MNC TV, Global TV, SCTV, ANTV, Indosiar, TV One, Metro TV, Trans TV, dan Trans7.
Andre berpandangan dewasa ini sudah semakin banyak layanan over the top (OTT) dan stasiun televisi asing yang melakukan penyiaran tanpa adanya pengawasan tampilan konten. Dia menjelaskan, KPI akan melakukan pemblokiran konten terhadap pemain asing tersebut jika DPR sudah merampungkan seluruh revisi UU Penyiaran.
“Kalau tidak salah dari sekitar 200 pasal baru dibahas sekitar 70 pasal oleh DPR, apalagi sekarang kan sedang reses, kami akan kejar itu terus biar cepat selesai,” ujarnya.
Evaluasi
Sementara itu, Plt Dirjen Penyelenggara Pos Informatika pada Kemkominfo, Geryantika Kurnia mengemukakan pihaknya sampai saat ini masih melakukan evaluasi terhadap catatan yang telah diberikan oleh KPI atas penilaiannya kepada 10 stasiun televisi yang dalam waktu dekat habis masa siarannya. “Kami sudah terima catatan dari KPI dan masih kami lakukan evaluasi sampai sekarang,” katanya.
Gery menjelaskan pihaknya juga akan segera melakukan sinergi dengan seluruh anggota KPI baru untuk melakukan diskusi mendalam terkait perpanjangan izin penyiaran 10 stasiun televisi nasional.
Menurutnya, ada beberapa hal yang akan dibahas Kemkominfo dengan KPI dalam waktu dekat di antaranya adalah soal konten siaran dan tarif sewa frekuensi. “Kami pasti akan bersinergi dengan mereka dan merampungkan ini secepatnya,” ujarnya.
Dia mengatakan selama ini seluruh stasiun televisi hanya dikenakan biaya sewa frekuensi sekitar Rp50 juta-Rp80 juta setiap tahun, baik untuk stasiun televisi lokal maupun nasional.
Menurut Gery, Kemkominfo dalam waktu dekat juga akan menyesuaikan tarif sewa frekuensi untuk televisi lokal dan nasional tersebut sebelum perpanjangan izin diberikan kepada 10 stasiun televisi yang tengah dalam tahap diproses perpanjangan. Sumber dari bisnisindonesia.com
Jakarta – Kenapa iklan harus dibatasi atau diatur? Pertanyaan tersebut muncul disela-sela obrolan antara Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat M. Airifin dengan Paulus Widiyanto, Pemerhati Dunia Penyiaran sekaligus orang yang terlibat langsung pembuatan UU Penyiaran No.32 tahun 2002, beberapa waktu lalu. Paulus kemudian menjawab, iklan itu diatur untuk menjamin kenyamanan pemirsa karena frekuensi adalah milik publik, maka pemilik frekuensi harus dijaga kenyamanannya dalam menonton.
“Itu jawaban bapak Paulus, orang yang menggawangi lahirnya UU Penyiaran ketika itu,” ungkap Komisioner Sujarwanto Rahmat M. Arifin kepada peserta Fokus Grup Diskusi (FGD) yang sebagian besar merupakan perwakilan lembaga penyiaran. FGD dengan tema “Merumuskan Kebijakan Implementasi Siaran Iklan 20% di TV”, berlangsung pada Selasa, 16 Agustus 2016, di ruang rapat kantor KPI Pusat.
Cerita dari Wakil Ketua KPI Pusat tersebut merupakan kalimat yang mengawali dibukanya diskusi mengenai iklan pagi itu. Kemudian, menurut Rahmat, hal yang paling mendasar untuk dibicarakan dalam diskusi adalah definisi tentang iklan hingga batasan 20% dalam siaran.
Hal senada turut disampaikan Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang. Menurutnya, FGD ini diperlukan untuk mencari kesamaan pandangan mengenai definisi iklan yang masuk 20% sekaligus batasannya dalam siaran. “Rumusan dari diskusi ini diharapkan menjadi masukan dalam UU Penyiaran yang baru nanti,” sahut Maruli.
Bambang Sumaryanto dari Dewan Periklanan Indonesia (DPI), salah satu narasumber FGD mengatakan, untuk menyamakan pandangan mengenai batasan iklan dinilainya tidaklah mudah. Pasalnya, cara pandang industri mengenai iklan diukur dari porsi mereka masing-masing. Sedangkan KPI berlandasakan hukum positif.
Menurut Bambang, pihaknya tidak mempersoalkan persentase batasan iklan. Persentase diartikan supaya para pelaku memanfaatkan dengan sehat atau fair. Beberapa negara Asean seperti Malaysia, berdasarkan survey DPI, kebijakan siaran iklannya lebih dari 20%. Bahkan di Singapura batasannya mentok pada angka 23%. “Memang Indonesia bukan yang terkecil juga tidak yang besar,” katanya.
Bambang juga menyoroti batasan 20% untuk iklan tersebut, apakah per hari atau per program karena yang selama ini DPI pahami adalah slot. Menurutnya, perlu dibuat metode pengukuran yang akurat untuk mendapatkan hasil yang tepat.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat periode 2010-2013 Mochamad Riyanto menilai apa yang disampaikan Bambang sejalan dengan pendapatnya. Menurut Riyanto, dalam konteks perspektif hukum harus dilihat secara hati-hati mengenai batasan 20% itu. Jika berhenti pada angka 20 itu, ajaran post positivisme tidak bisa jalan. Padahal, kata Riyanto yang pernah menjabat Ketua KPI Pusat periode 2012-2013, P3SPS yang memasukan pasal iklan dari EPI itu regulasi.
Lebih rinci Riyanto menjelaskan, P3SPS ada dua yakni rule of conduct dan rule of ethic. Meskipun menjadi pedoman tapi bukan satu-satunya. Pada waktu itu, cerita Riyanto, pihaknya membutuhkan moratorium dan ada 3 substansi tekait persoalan iklan yakni pengawasan, konten dan keberadaan sumber daya dalam negeri.
“Itu menjadi isu utama sehingga batasan iklan itu hanya spot. Dan, dulu zaman Pak Sasa masuknya spot. Sebab penafsirannya penggunaan durasi, tidak segmentasi. Blocking time juga tetap bisa dihitung, sehingga ada kejelasan terstruktur pemahaman regulatif dan norma, dan pemahaman konten,” kata Riyanto.
Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat Agung Suprio dalam presentasi menjabarkan berbagai ketentuan mengenai aturan penyiaran dengan kaitan iklan. Dia pun menjelaskan Pasal 46 dalam UU Penyiaran yang membatasi waktu siar iklan hanya 20%.
FGD yang berlangsung cukup dinamis menghasilkan beberapa kesimpulan yakni kesepakatan mengenai maksud iklan niaga 20% adalah spot iklan. Selain itu, perlu dibentuk task force untuk penentuan mengenai parameter dan klasifikasi iklan (blocking, advertorial dan yang lain). Kemudian, dasar KPI dalam mengklasifikasikan iklan diharapkan dan ditekankan salah satunya pada dampak iklan dari sisi content values. Tidak lupa, KPI Pusat juga mengharapkan pihak lembaga penyiaran menambahkan keterangan data iklan untuk memperkuat argumentasi sebagai masukan. ***
Harapan masyarakat kepada KPI untuk menghapus semua sinetron di semua stasiun tv, sinetron bisa di gantikan dengan tayangan budaya Indonesia, tayangan Budi pekerti karena ada beberapa yg sempat viral waktu itu ada anak muda di tegur ibu² di dalam pesawat, karena pesawat nya sudah selesai landing di tegur ibu² dg sopan kalo tidak inti percakapan nya si ibu bilang jangan berdiri di jalan tunggu di tempat aja karna nanti semua kebagian turun kok si mba mba nya nyolot dan langsung bilang "bacot" maksudnya kurang nya etika di masyarakat kita, dan tidak menanggapi dengan sopan, atau bisa di bilang tidak suka di nasihat kan sama yang lebih tua, nah maksud kami harapan masyarakat kepada pihak KPI beri kami tayangan tv seperti tayangan sopan santun, menghargai semua orang bikin cerita yang adanya sopan santun, menghargai semua orang walaupun banyak masyarakat kami yang sopan juga tayangan itu mengingat kan kami semua masyarakat yang terkadang sesuka nya terima kasih ibu ?