Madura - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan melakukan pengawasan  penyiaran Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Demikian disampaikan Komisioner KPI Pusat Fajar A.Isnugroho dalam Dialog Publik dengan tema, "Optimalisasi Peran Lembaga Penyiaran dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak", di Kampus Universitas Trunojoyo, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Jumat, 14 Agustus 2015. 

Adapun narasumber dalam dialog itu adalah Ketua KPU Provinsi Jawa Timur Eko Sasmito, Kaprodi Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura Surochiem AS, Komisioner KPI Pusat Bekti Nugroho dan Fajar A. Nugroho. 

Menurut Fajar, dalam Pemilukada 2015 KPI kembali terlibat aktif dalam Gugus Tugas Pengawasan Penyiaran Pemilihan Kepala Daerah 2015 bersama KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara Pemilu. Dalam rapat koordinasi dengan Bawaslu di Jakarta pada Kamis lalu, KPI mendesak Bawaslu dan KPU segera membuat surat edaran bersama atas nama gugus tugas yang diharapkan menjadi panduan bagi penyelenggara Pemilu terutama di Daerah yakni KPU dan Bawaslu di tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga ke tingkat PPK dan Panwascam di kecamatan- kecamatan. 

"Pengawasan KPI dilakukan semata-mata untuk melindungi kepentingan publik dari dampak siaran pemilihan kepala daerah di media penyiaran radio dan televisi yang berpotensi mengaduk emosi masyarakat dan cenderung mengarah pada pemberitaan yang tidak proporsional dan berimbang," kata Fajar. Lebih lanjut, Fajar menjelaskan, KPI akan berkoordinasi dengan seluruh KPI Daerah di seluruh Indonesia untuk terlibat aktif dan bersinergi dengan penyelenggaraan Pemilukada untuk mengefektifkan pengawasan penyiaran pemilihan kepala daerah serentak. 

Sementara itu, Ketua KPU Jawa Timur Eko Sasmito menjelaskan, seusai Peraturan KPU Nomor 7 tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah, semua iklan kampanye difasilitasi oleh KPU Daerah dengan menggunakan anggaran APBD, meski materi kampanye dibuat oleh pasangan calon. Selain itu KPU akan berkoordinasi dengan KPI Daerah untuk menentukan lembaga penyiaran yang difasilitasi iklan kampanye. “Sinergi pengawasan penyiaran pemilihan kepala daerah di tingkat pusat juga bisa efektif sampai ke daerah-daerah untuk terciptanya pemilihan kepala daerah serentak yang demokratis dan berintegritas,” ujar Eko.

Surochiem menjelaskan tentang peran media penyiaran yang ikut mewarnai demokrasi pemilihan umum di tanah air. Surochiem juga memaparkan konglomerasi, integrasi dan konsentrasi media di tanah air yang menempatkan media sebagai media industri dan bahkan ada yang memilih sebagai media partisan. Menurutnya, dampak media cenderung memenuhi tuntutan korporasi dan pemilik, sehingga akses publik menjadi terbatas dan isi media menjadi homogen.

Diskusi publik dibuka oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan dihadiri komisioner KPI Pusat di antaranya S. Rahmat M. Arifin, dan Azimah Subagijo. Mengawali diskusi publik, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman tentang sosialisasi pelaksanaan literasi media di Madura dan sekitarnya.

Jakarta -  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan kewajiban lembaga penyiaran untuk menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya setiap hari di awal siaran. Jika lembaga penyiaran bersiaran 24 jam, maka lagu kebangsaan wajib diputarkan pada pukul 06.00 waktu setempat. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo, usai melakukan pertemuan dengan lembaga penyiaran di kantor KPI Pusat  (13/8).

Selain lagu kebangsaan, lembaga penyiaran juga harus menyiarkan lagu wajib nasional di akhir siaran. Sedangkan untuk yang bersiaran 24 jam, kewajiban menyiarkan lagu wajib nasional jatuh pada pukul 24.00 waktu setempat. Kewajiban ini telah tercantum pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI tahun 2012 pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), serta Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012) pasal 54.

Azimah melihat, sejauh ini lembaga penyiaran radio jauh lebih taat pada aturan ini. Sedangkan untuk televisi yang bersiaran berjaringan nasional, dirinya justru melihat adanya ketidaktaatan atas aturan ini. “Hanya beberapa televisi yang menyiarkan lagu kebangsaan dan lagu nasional lainnya di pembukaan dan penutupan siaran,” ujar Azimah.

Bagi KPI, kelalaian lembaga penyiaran menyiarkan lagu kebangsaan ini sangat disayangkan. “Hal ini menjadi catatan KPI dalam rapor masing-masing televisi yang bersiaran jaringan secara nasional pada proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran yang akan dilakukan tahun 2016 mendatang,” tuturnya.

Dirinya mengingatkan, bahwa siaran lagu kebangsaan dan lagu nasional oleh radio dan televisi merupakan salah satu kontribusi penting lembaga penyiaran dalam meneguhkan rasa kebangsaan rakyat Indonesia. “Radio sudah patuh soal ini, jika kita dengar radio di pukul 6 pagi,  semua chanel putar lagu Indonesia Raya,  sehingga mampu menggetarkan jiwa dan membangkitkan Nasionalisme. Harapan kami, televisi juga dapat memberi kontribusi yang sama,” pungkasnya.

Jakarta - Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah hal dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-70 Kemerdekaan RI di sidang bersama DPR dan DPD. Jokowi salah satunya menyinggung mengenai nilai kesopanan bangsa Indonesia yang semakin menipis.

"Menipisnya nilai kesantunan dan tata krama juga bahaya. Menipisnya budaya saling menghargai," terang Jokowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).

"Ada kecenderungan semua orang merasa terlalu bebas menyuarakan," tambah dia.

Jokowi juga menyinggung peran media yang selama ini mengejar rating, tapi tidak meneguhkan nilai kebangsaan bagi masyarakat.

"Ketika media hanya mengejar rating dibanding memandu publik untuk meneguhkan nilai keutamaan dan budaya kerja produktif. Masyarakat mudah terjebak histeria publik. Terutama isu-isu yang berdimensi sensasional," tutur dia.

"Kita akan miskin tatanan berkehidupan bertatanegara," tambah Jokowi lagi.

Jokowi juga menyampaikan, perlunya persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti halnya ketika menghadapi penjajah. Dahulu hubungan pemimpin dan rakyat terjalin erat.

Saat ini berbagai persoalan bangsa menghadang, mulai dari infrastruktur kurang, illegal fishing, ketersediaan tenaga listrik, defisit BBM, gizi buruk, juga fenomena kekerasan anak.

"Untuk atasi persoalan bangsa, harus tetap utuh, tidak boleh terpecah belah," tutup dia. (sumber: www.detik.com)

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah menyinggung peran media penyiaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dalam pidato kenegaraan dalam HUT ke-70 Kemerdekaan RI di sidang bersama DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2015.    

Hal itu dikemukakan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam menanggapi pidato kenegaraan itu. Menurut Judha, apa yang disampaikan Presiden Jokowi tentang media hanya mengejar rating dan keuntungan semata saat ini menjadi keprihatinan bersama. "Selama ini KPI terus mengingatkan Lembaga Penyiaran agar mengubah paradigmanya, tidak hanya mengedepankan komersialisasi dan mengabaikan kualitas isi siaran," kata Judhariksawan, Jumat, 14 Agustus 2015.

Tujuan penyiaran dalam perundangan adalah bertujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Selain itu, penyiaran juga berfungsi sebagai medium bagi publik yang informatif, edukatif, pengawasan, hiburan yang sehat, sebagi perekat sosial/empati sosial, dan menjaga nilai-nilai kebudayaan berbangsa dan bernegara.

Selama ini, menurut Judha, Lembaga Penyiaran diarahkan oleh hasil rating yang sering kali terbaiknya tidak mencerminkan kualitas yang diinginkan. Oleh karena itu, KPI, bersama Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 9 Perguruan Tinggi Negeri di 9 Kota telah melakukan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2015. “Dari dua kali hasil survei yang telah dilakukan kami menemukan, bahwa kualitas program siaran belum sesuai harapan,” ujar Judha.

Dua kali publikasi hasil survei yang dilakukan KPI selama Maret - April dan Mei - Juni tahun ini didapatkan, dari 9.000 program acara masih memiliki kualitas di bawah rata-rata yang ditetapkan KPI, yakni 4 untuk program yang memiliki kualitas baik. Pada survei yang pertama (Maret-April 2015), indeks yang didapat 3,25 dan pada survei kedua (Mei-Juni 2015) indeks kualitas program televisi sebesar 3,27.

Melalui pidato kenegaraan presiden hari ini, menurut Judha, semakin menjelaskan kualitas siaran dari Lembaga Penyiaran saat ini sudah menjadi keprihatinan semua pihak. "Kita berharap, Pidato kenegaraan Presiden dan momentum 70 tahun kemerdekaan Indonesia bisa menumbuhkan kesadaran semua pihak, terutama para stakeholder, Lembaga Penyiaran, Production House (PH), dan kalangan periklanan untuk senantiasa menggunakan penyiaran yang sebesar-besarnya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Judha.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus melakukan dialog dengan stasiun TV guna meminimalisir pelanggaran dalam tayangan. Dialog hari ini, Rabu, 12 Agustus 2015, KPI Pusat mengundang SCTV untuk membahas tiga program acara mereka antara lain Liputan 6, Liputan Malam, dan Hallo Selebritis.

Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin di awal dialog mengatakan, dalam tiga program acara itu terdapat adegan yang dinilai KPI melanggar aturan tentang tayangan kekerasaan dan juga perlindungan terhadap anak dan remaja. “Kekerasan yang vulgar dalam pemberitaan tidak boleh tampil di TV. Adegan perusakan terhadap barang secara ganas juga tidak boleh karena dikhawatirkan jadi model. Ini contoh yang tidak baik,” jelas Rahmat kepada perwakilan SCTV antara lain Pemimpin Redaksi Liputan 6 SCTV, Mohamad Teguh, Corsek SCM, Hardijanto, Uki Hastama dan Deni.

Selain itu, lanjut Rahmat, penayangan berita dengan korban ataupun diduga pelakunya anak-anak, baik kasus asusila maupun tidak, harus ditampilkan SCTV secara hati-hati mungkin karena berkaitan dengan masa depan mereka. “Bahkan, wawancara yang bisa membangkitkan trauma juga tidak boleh. Kami sangat perhatian terhadap perlindungan anak-anak dan remaja. Masa depan mereka harus diselamatkan. Karena itu, identitasnya harus benar-benar dijaga,” tambah Komisioner bidang Isi Siaran ini.

Rahmat menyadari pemberitaan sangat mengedepankan fakta yang ada di lapangan. Namun, alangkah bijaknya jika fakta tersebut dapat disaring terlebih dahulu oleh TV. “Fakta yang mana saja yang memang layak atau tidak layak untuk ditayangkan. Saya harap ini bisa menjadi pertimbangan karena kita berupaya menekan potensi pelanggaran di pemberitaan,” kata Rahmat.

Menurut Rahmat, konsep dialog seperti ini dinilai penting dan efektif untuk memperbaiki isi tayangan TV. “Kami harap catatan-catatan ini dapat digunakan SCTV untuk eveluasi internal. Kita berharap tayangan pemberitaan kita lebih baik dan soft,” paparnya. 

Sementara itu, Uki Hastama meminta adanya contoh bentuk-bentuk visual yang tidak boleh dan boleh ditayangkan. Contoh yang diberikan KPI dinilai dapat memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap hal-hal yang tidak layak atau layak ditampilkan. Pasalnya, kata Uki, tidak semua orang memiliki rasa yang sama terhadap sesuatu yang dilihat atau didengar.

Di awal pertemuan, KPI Pusat dan SCTV menyaksikan bersama-sama klip-klip tayangan tiga program yang dinilai melanggar P3SPS KPI.***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.