Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta televisi memenuhi hak informasi para penyandang disabilitas tuna rungu, dengan menyediakan translasi bahasa isyarat pada program siaran. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, di kantor KPI Pusat (15/2). 

Idy mengatakan, saat ini hanya TVRI yang merupakan lembaga penyiaran publik (LPP) yang masih bertahan menyediakan penerjemahan bahasa isyarat dalam program acaranya.  Padahal Undang-Undang Penyiaran menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata. Untuk itu keberadaan bahasa isyarat di stasiun televisi menjadi salah satu implementasi pemenuhan hak informasi secara adil dan merata kepada penyandang disabilitas tuna rungu.

Pemenuhan kebutuhan atas informasi bagi penyandang disabilitas disebut juga pada Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM). Dalam Perpres tersebut disebut bahwa salah satu hak dasar masyarakat adalah hak masyarakat untuk  mengakses informasi (public right to access information). Karenanya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha berkewajiban menyediakan  aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai dengan haknya tersebut.

Idy mengingatkan bahwa televisi yang menggunakan frekuensi publik dalam bersiaran, memiliki kewajiban memenuhi kepentingan publik. Termasuk kepentingan para penyandang disabilitas tuna rungu untuk memperoleh informasi yang benar, seimbang dan bertanggungjawab. Tahun 1994 lalu, translasi dengan bahasa isyarat bukan hanya di TVRI. Beberapa stasiun televisi swasta lainnya juga menyiarkan translasi bahasa isyarat. Sekarang, televisi dapat memulai penyediaan translasi bahasa isyarat dengan memilih program-program tertentu yang memiliki nilai informasi penting bagi penyandang disabilitas tuna rungu. “Misalnya pada program berita, program keagamaan dan program dokumenter, dengan kuantitas yang meningkat secara bertahap,” ujar Idy.

Dalam upaya penyediaan translasi bahasa isyarat di televisi, KPI terus berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Sosial (Kemensos). Idy juga memastikan bahwa KPI akan memperjuangkan pemenuhan hak-hak informasi penyandang disabilitas tuna rungu,  dengan mengingatkan televisi akan kewajiban regulasi yang harus ditaati.

Jakarta – KPI Pusat mengimbau lembaga penyiaran televisi yang menayangkan pemberitaan Gafatar agar lebih banyak menyajikan berita yang mendorong proses rekonsiliasi mantan anggota Gafatar. Upaya ini untuk menghindari terjadinya reaksi negatif publik terhadap mantan anggota Gafatar. Imbauan disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan melalui surat imbauan kepada lembaga penyiaran televisi, Senin, 15 Februari 2016.

Menurut KPI Pusat, berdasarkan hasil aduan masyarakat dan pemantauan pihaknya, masih banyak program siaran jurnalistik menyiarkan pemberitaan mengenai Gafatar yang arahnya membentuk stigma negatif terhadap para mantan anggota Gafatar. Hal ini, kata Judha, dikhawatirkan berpotensi meningkatkan eskalasi penolakan masyarakat serta tindakan anarkis terhadap orang-orang yang merupakan mantan anggota Gafatar.

“Karenanya, kami meminta seluruh lembaga penyiaran, khususnya yang menayangkan program siaran jurnalistik, untuk lebih banyak menyajikan berita yang mendorong proses rekonsiliasi mantan anggota Gafatar. Hal ini dimaksudkan agar proses rekonsiliasi tersebut dapat berjalan dengan baik,” demikian disampaikan Judha. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang tayangan yang mengampanyekan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) hadir di layar kaca, karena melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012. Untuk itu, KPI sangat mengapresiasi kebijakan dari salah satu stasiun televisi yang memutuskan tidak memberikan ruang sama sekali bagi promosi LGBT.  Hal tersebut terungkap dalam acara diskusi terbatas tentang penyimpangan orientasi seksual di kantor KPI Pusat dengan pembicara Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  Asrorun Ni’am. 

Idy Muzayyad menjelaskan, larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan remaja yang rentan menduplikasi perilaku menyimpang LGBT. Karenanya, baik televisi maupun radio, tidak boleh memberikan ruang yang dapat menjadikan perilaku LGBT itu dianggap sebagai hal yang lumrah.

“Aturan dalam P3 & SPS itu sudah jelas, baik tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesusilaan dan kesopanan, ataupun tentang perlindungan anak dan remaja yang melarang adanya muatan yang mendorong anak dan remaja belajar tentang perilaku tidak pantas dan/ atau membenarkan perilaku tersebut,” ujarnya. Selain itu, Idy mengingatkan bahwa dalam undang-undang penyiaran juga menegaskan bagaimana tujuan penyelenggaraan penyiaran. “Salah satunya untuk terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa”, ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman yang mengingatkan lembaga penyiaran tentang hal-hal apa saja yang dapat dikategorikan sebagai kampanye LGBT. KPI sendiri berharap meskipun regulasi sudah jelas memberikan pembatasan dan larangan, hati nurani pelaku industri penyiaran ikut digunakan. Ke depan, ujar Idy, bila diperlukan akan dibuat batasan yang lebih rinci lagi di P3 & SPS, agar TV dan radio tidak salah dalam penayangan program terkait LGBT. Sikap KPI ini sejalan dengan sikap Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menolak promosi dan legalisasi terhadap LGBT.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan sanksi administrative berupa teguran kedua untuk program siaran “Anak Jalanan” yang ditayangkan RCTI. Sanksi ini diberikan karena program “Anak Jalanan” pada 22 Januari 2016 ditemukan melanggar aturan dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat tegurannya yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Jumat, 12 Februari 2016.

Program tersebut menayangkan adegan 2 (dua) orang pria yang melakukan freestyle menggunakan motor. Selain itu, terdapat adegan kejar-kejaran antara 3 (tiga) orang pria yang menggunakan motor dengan kecepatan tinggi di jalan raya. KPI Pusat menilai muatan demikian dapat memberikan dampak negatif dan berpotensi ditiru oleh khalayak yang menonton khususnya remaja. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan remaja dan penggolongan program siaran.

Selain itu, pada tanggal 27 Januari 2016 pukul 19.13 WIB KPI Pusat juga menemukan adegan perkelahian secara eksplisit yang dilakukan oleh sekelompok pria. Berdasarkan catatan KPI Pusat, program yang sama telah mendapatkan Surat Teguran Tertulis Nomor 24/K/KPI/01/16 tertanggal 11 Januari 2016.

“Kami akan terus melakukan pemantauan intensif terhadap program RCTI, jika masih ditemukan pelanggaran di kemudian hari, kami akan meningkatkan sanksi sesuai dengan Pasal 75 SPS KPI Tahun 2012,” kata Ketua KPI Pusat Judhariksawan.
 
KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

KPI Pusat juga menyampaikan jika pihaknya menerima banyak keluhan masyarakat baik dari organisasi, instansi, dan orangtua yang mengkhawatirkan dampak tayangan tersebut terhadap perilaku anak-anak dan remaja yakni: konflik dan perkelahian, perilaku negatif mengebut di jalan raya, serta freestyle.

KPI Pusat juga meminta RCTI melakukan evaluasi internal agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. RCTI juga diminta menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan terima kasih pada masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam Uji Publik dengan memberikan catatan dan masukan (kepada KPI terhadap program siaran dari 10 televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional, yang berakhir 31 Januari lalu. Partisipasi masyarakat yang disampaikan melalui surat elektronik tersebut mencapai 5.750 surat, baik yang disampaikan secara perorangan ataupun lembaga. Dari surat elektronik tersebut, KPI menerima kritikan, saran hingga apresiasi atas tayangan 10 (sepuluh) televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional. Hingga saat ini, data partisipasi masyarakat ini masih diolah lebih detil, mengingat nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan dalam proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) antara KPI dengan stasiun televisi.

Dalam proses perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) ini, KPI akan memberikan fokus penilaian di aspek program siaran yang didasarkan pada dua hal, yakni; 1. kepatuhan stasiun televisi pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),  2. implementasi program lokal dalam sistem stasiun jaringan (SSJ).
Untuk kepatuhan pada P3 & SPS, evaluasi KPI terkait hal ini didasarkan pada 3 (tiga) komponen yaitu:
1.    Rekapitulasi sanksi yang dijatuhkan KPI kepada setiap televisi selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.
2.    Penilaian dari tim panel ahli
3.    Masukan  masyarakat yang menjadi bagian dari verifikasi faktual secara sosiologis di masyarakat.

Terkait implementasi SSJ oleh 10 (sepuluh) televisi itu, KPI mengevaluasi relay dari stasiun induk maksimal 90 (sembilan puluh) persen. Sementara anggota jaringan memiliki kewajiban menyiarkan program lokal minimal 10 (sepuluh) persen. Atas implementasi program lokal dalam SSJ ini, KPI sudah melakukan evaluasi berdasarkan data Juni-Agustus 2015. Pada proses perpanjangan izin ini, KPI mendorong televisi untuk memperbaiki implementasi program lokalnya dalam SSJ. Hal ini dikarenakan ke-sepuluh televisi tersebut, berdasar data Juni-Agustus 2015, belum ada yang memenuhi regulasi.

Hingga Februari 2016 ini, KPI sudah melakukan verifikasi administratif dan faktual terhadap semua 10 (sepuluh) stasiun televisi tersebut. Agenda selanjutnya adalah Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk mengeluarkan Rekomendasi Kelayakan (RK). Selanjutnya, bagi televisi yang mendapatkan RK akan diikutkan dalam Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.