Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima pengaduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Anak Dari Zat Adiktif. Koalisi yang terdiri dari Lentera Anak Indonesia, Remotivi, Tobacco Control Support Center, Komnas Pengendalian Tembakau, Indonesia Institute for Social Development, Yayasan Pusaka Indonesia, LP2K, Ruandu Foundation, dan Gagas Foundations menyampaikan pengaduan terkait adanya pelanggaran siaran iklan rokok di televisi.

Pengaduan diterima oleh tiga Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, Fajar Arifianto Isnugroho, dan Amirudin di Ruang Rapat KPI Pusat, Senin, 1 Desember 2014. 

Hery Chariansyah juru bicara Koalisi mengatakan anak-anak dan remaja adalah masa depan bangsa yang harus dijaga dari godaan iklan rokok dan pengaruh zat adiktif lainnnya. Menurut Heri, saat ini iklan rokok yang tampil di televisi sudah melanggar ketentuan penanyangan yang sudah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 59 Ayat 1 yang melarang iklan rokok tayang di luar pukul 21.30 - 05.00 waktu setempat.

Roy Thaniago dari Remotivi menjelaskan, dari hasil pantauan lembaganya pada 14 Agustus lalu, ditemukan 23 spot iklan rokok yang tampil di luar pukul 21.30-05.00 waktu setempat di 7 lembaga penyiaran. "Iklan rokok ini mencuri start iklan, rata-rata iklannya mulai muncul pada menit-menit rentan, mulai dari pukul 21.15, 21.20, dan seterusnya," kata Roy.

Poin pengaduan lainnya adalah tampilan peringatan kesehatan bergambar pada iklan rokok yang tidak sesuai ketentuan. Dalam aduan itu Koalisi meminta melalui KPI, agar memberikan sanksi kepada Lembaga Penyiaran yang menayangkan iklan rokok di luar ketentuan, melarang iklan rokok yang menggunakan Peringatan Kesehatan Bergambar yang menampilkan wujud rokok dan atau orang yang sedang merokok, dan memberikan perhatian kepada iklan rokok dengan membuat program pemantauan khusus.   

Komisioner Bidang Isi Siaran Agatha Lily mengatakan pemahaman atas pengaduan itu sama dengan KPI. Menurut Lily, dalam UU Penyiaran menyebutkan Lembaga Penyiaran memiliki kewajiban melindungi anak-anak dan remaja dari jenis tayangan yang tidak sesuai dengan umurnya, termasuk iklan rokok. "Terima kasih atas pengaduannya, kami akan tindak lanjuti ini," kata Lily.     

Sejak Mei dan Juni lalu, Lily menjelaskan, KPI sudah mengeluarkan Teguran Tertulis kepada Lembaga Penyiaran yang menampilkan iklan rokok di luar Pukul 21.30-05.00 waktu setempat. Selain itu menurut Lily, pada Maret lalu, KPI sudah mengeluarkan Surat Edaran ke seluruh Lembaga Penyiaran terkait iklan rokok yang juga menindaklanjuti berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 23 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada kemasan Produk Tembakau.

Lebih lanjut Lily menjelaskan, regulasi tentang aturan iklan rokok ini masih tumpang tindih dengan peraturan yang lainnya. Seharusnya, menurut Lily, apapun yang terkait dengan penyiaran masuk dalam ranah UU Penyiaran. "Kita perlahan saja, sambil menunggu revisi UU penyiaran yang baru tahun ini," ujar Lily.

Fajar Arifianto mengatakan dalam revisi nanti, KPI berharap agar UU Penyiaran bisa menjadi lex specialis, agar yang tampil dan tayang di televisi menjadi ranah dan wewenang KPI. 

Amirudin menjelaskan, banyaknya iklan rokok yang mencuri waktu sesuai ketentuan akan dijadikan kajian dalam melihat jadwal jam tayang anak ke depan. Menurut Amir, jam tidur anak sekarang sepertinya sudah bergeser hingga saat mereka menonton televisi masih bisa melihat iklan rokok.

Denpasar - Perhelatan Rapat Koordinasi (Rakor) antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) di Bali pada 20 November 2014 telah menghasilkan kesepakatan bersama kaitan optimalisasi kordinasi pengaturan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) Kabel.

“Koordinasi dengan Pemerintah Daerah ini penting, mengingat menjamurnya LPB Kabel di daerah yang berhimpitan dengan penyediaan instalasi dan domain infrastruktural di daerah. Termasuk beragam pemikiran tentang sejauhmana TV berbayar kabel ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah,” ungkap Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI Pusat selaku penanggungjawab acara tersebut.

KPI menginisiasi Rakor bersama Pemda ini, lanjut Danang, juga merupakan respons atas kebijakan beberapa Pemerintah Provinsi yang telah mengeluarkan Peraturan Daerah perihal LPB Kabel, semisal Provinsi Sulawesi Selatan. Dan akan menyusul Provinsi Kepulaua Riau dan Provinsi Lampung.

“Terkait Perda ini, mendatang dimungkinkan akan lebih banyak lagi regulasi daerah yang mengatur soal LPB Kabel, dan secara umum tentang penyiaran. Nah, karena dinamika yang sedemikian cepat perihal penyiaran di daerah ini, maka penting bagi KPI untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia agar kita benar benar dapat mengoptimalkan penataan penyiaran di daerah, khususnya tentang LPB Kabel,” tegas Danang.

Danang menambahkan, hasil dari Rapat tersebut, menghasilkan tiag rekomendasi, yakni: pertama, perlunya peningkatan koordinasi KPI dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penataan keberadaan LPB melalui pelayanan perizinan dan pengawasan serta pembinaan LPB daerah. Kedua, melakukan kajian penyusunan Peraturan Daerah tentang Penataan Lembaga Penyiaran Berlangganan. Ketiga, membentuk forum koordinasi yang terdiri dari KPI, Pemda, Asosiasi dan pihak terkait lainnya untuk menangani problem-problem LPB yang muncul di daerah.

“Rakor di Bali adalah momentum yang pertama kali dilakukan secara khusus antara KPI dan Pemda dan akan ditindaklanjuti lebih intensif pada pertemuan pertemuan yang lebih khusus,” pungkas Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran ini.

Banten - Program jurnalistik semestinya digunakan untuk kepentingan publik yang lebih besar sebagai penyedia informasi dalam memenuhi Hak Azasi Manusia yang paling hakiki, yakni hak untuk tahu dan hak berpendapat masyarakat. Namun kini ditemukan banyak gejala program jurnalistik digunakan sebagai "Marketing Public Relations" oleh stasiun televisi untuk institusi pemerintah, perorangan, maupun badan privat lainnya. 

Hal itu dikemukakan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Amirudin dalam forum Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) yang dilaksanakan untuk 8 (delapan) Lembaga Penyiaran di Wilayah Banten di Hotel Aryaduta, Tangerang, Karawaci, Banten, Rabu, 26 November 2014.

Amir menambahkan, kecenderungan ini terlihat dari banyaknya program berita berupa program liputan khusus berdurasi  30 - 60 menit yang digunakan untuk tayangan "special event" tertentu di daerah oleh Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) TV Lokal. Program ini rata-rata  berdurasi 30 - 60 menit yang ditayangkan dalam satu hari mencapai 30 persen dari total durasi siaran.

"Ini gejala menarik dan perlu ada penegasan dari pihak televisi bahwa program jurnalistik itu sesungguhnya diperuntukan untuk apa. Sebab jika tidak ada penegasan maka LPS TV tersebut dapat diduga melakukan pelanggaran P3SPS atas larangan pemanfaatan program siaran untuk kepentingan kelompok, golongan, atau pemiliknya. Namun jika program berita itu niatnya diperuntukan sebagai jasa Public Relations, maka dapat diposisikan sebagai program iklan yang masuk dalam hitungan durasi siaran iklan maksimal 20 persen,” ujar Amir. 

Hal serupa juga dijelaskan Ketua KPID Banten  Muhibuddin, “Program jurnalistik wajib menjunjung tinggi prinsip- prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak berpihak dan yang paling penting, wajib menjaga independensi dalam proses produksi program siaran jurnalistik, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal maupun pemilik lembaga penyiaran."

EUCS yang dipimpin Amirudin beserta tim EUCS terdiri dari Ketua KPID Banten, Direktorat Penyiaran Kominfo Agnes Widyanti, Syaharuddin, Dwi Wahyudi beserta Direktorat Sumber Daya Kominfo, Adityawarman dan Balmon Spekturm Frekuensi Kelas II Banten, Insan Semesta, berlangsung lancar. (Int)

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kehadiran anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari daerah pemilihan Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III. Anggota DPD dari Komisi III yang membidangi masalah agama dan budaya ini menyampaikan masukan kepada KPI Pusat terkait sanksi yang dijatuhkan KPI kepada program siaran Little Khrisna, Bima Sakti dan Mahabharata, beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan ini, komisioner KPI Pusat yang hadir adalah komisioner bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, dan komisioner bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho. 

Arya berpendapat, sebaiknya KPI mengikutsertakan lembaga keagamaan untuk memberikan pertimbangan terkait program siaran yang dinilai melanggar aturan, namun bermuatan nilai-nilai agama dan budaya tertentu. Hal tersebut, menurut Arya, untuk menghindari adanya persepsi yang salah dari pihak terkait atas keputusan yang diambil KPI. “KPI dapat meminta pertimbangan dari Parisada Hindu Dharma misalnya, untuk tayangan yang memiliki muatan agama Hindu”, ujar Arya.

Kedatangan Arya ini sendiri didasari keresahan masyarakat Bali atas sanksi yang dikeluarkan KPI kepada beberapa tayangan yang bernuansa Hindu. Padahal, menurut Agatha Lily, sanksi-sanksi tersebut dikeluarkan KPI bukan didasarkan pada filosofi ceritanya.  Tiga program tersebut mendapatkan teguran pertama lantaran memuat adegan kekerasan secara berulang-ulang, padahal tayangan ini muncul sebelum jam 22.00. Batasan waktu ini memang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang melarang adanya muatan kekerasan dan pornografi. KPI mengkhawatirkan efek dari muatan kekerasan yang muncul dalam program siaran tersebut dapat diduplikasi oleh anak-anak yang ikut menonton. KPI sendiri menghargai adanya keberagaman nilai-nilai agama dan budaya yang diyakini seluruh masyarakat Indonesia. Hanya saja, jika nilai-nilai tersebut mengandur unsur kekerasan apalagi sadisme, tentu saja tidak dapat tampil di layar televisi.

Namun demikian, menurut Fajar Arifianto, KPI menghargai masukan yang diberikan anggota DPD ini. Fajar juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat Hindu, khususnya di Bali yang sangat responsif terhadap muatan tayangan di televisi, sehingga membantu KPI dalam memberikan penilaian serta menjatuhkan sanksi pada program yang terbukti melanggar. Ke depan, untuk meminimalkan kesalahan persepsi, KPI tentu akan berkoordinasi dengan lembaga keagamaan terkait untuk program siaran bermuatan agama yang dinilai bermasalah. 

Jakarta - Perkembangan teknologi saat ini harus diimbangi dalam kerangka regulasi yang responsif. Sehingga pelbagai implikasi sosial akibat perkembangan teknologi dapat dimitigasi dengan baik. Hal itu dipaparkan Menkominfo Rudiantara dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komite I DPD RI dengan Kominfo, Dewan Pers, Komisi Informasi Pusat, dan Komisi Penyiaran Indonesia, di ruang rapat Komite I DPD RI, Rabu (26/11/2014).

Saat menyoroti persoalan digitalisasi penyiaran Menkominfo Rudiantara menawarkan wacana RUU Konvergensi dalam Renstra 2015-2019 sebagai pengganti UU 36/1999 tentang Telekomunikasi, UU 32/2002 tentang Penyiaran, serta UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) beserta Peraturan Pemerintah turunannya. Wacana ini sebagai bentuk review terhadap perubahan teknologi peyiaran yang tidak bisa lagi dibendung. "Kita akan bersama dengan KPI juga stakeholder penyiaran untuk menyusun regulasi terkait konvergensi telekomunikasi," ungkap Rudiantara selaku Menkominfo.

Ketua KPI Pusat  Judhariksawan, menyikapi konsep penyelenggaraan multipleksing menyatakan bahwa penyelenggaraan digitalisasi ini harus dapat memberikan dampak positif bagi siapapun termasuk daerah baik segi budaya ataupun nilainya. "Daerah bisa ikut merasakan perkembangan dari ekosistem  penyiaran jika lembaga penyiaran mau melaksanakan 10 persen konten lokal," tegasnya.

Hingga saat ini diseminasi informasi di Indonesia masih memprihatinkan. Masih banyak wilayah di Indonesia yang tidak terlayani informasi (blankspot area) akibat keterbatasan infrastruktur bisa karena faktor geografis, atau minusnya penyedia informasi publik, baik pemerintah melalui TVRI dan RRI maupun lembaga penyiaran swasta.  "Masyarakat di area tersebut harus berupaya dengan mempergunakan parabola, celakanya siaran itu masuk tanpa filter dan ini cenderung mengancam ketahanan negara," lanjutnya.

Sementara itu dalam catatan rapat kerja, Ketua DPD RI,  H. Akhmad Muqowam yang sekaligus memimpin rapat dengar pendapat kali ini menyebutkan akan mengkaji lebih lanjut usulan RUU tentang Konvergensi yang diusulkan Kemenkominfo.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.