Jakarta - Dua hari terakhir, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima kunjungan mahasiswa Program Diploma Komunikasi Institut Pertanian Bogor (IPB) dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Kunjungan itu dalam rangka untuk mengenal KPI lebih dekat dan seputar penyiaran di Indonesia. Kunjungan diterima Asisten Komisiner Bidang Kelembagaan dan Bidang Isi Siaran KPI Pusat, dan Kepala bagian Humas dan Kerjasama KPI. 

Selama kunjungan berlangsung, pertanyaan dari mahasiwa seputar tentang tugas dan wewenang KPI yang diatur dalam Undang-undang Penyiaran dan panduan yang digunakan dalam menilai sebuah program acara di Lembaga Penyiaran, yakni Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).

Kunjungan mahasiswa Diploma Komunikasi IPB, Senin (18/05/2015): 

Kunjungan Mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa (19/05/2015):

 

 

 

 

Jakarta - Beberapa minggu terakhir, pemantauan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan pengaduan masyarakat mendapati sejumlah televisi menampilkan program siaran dengan penyanyi wanita bergoyang erotis, yakni menggoyangkan bagian dada (payudara) yang dikenal dengan “goyang dribble”. Fenomena goyang erotis seperti ini tidak dapat dibiarkan di ruang publik, maka KPI mengeluarkan "Surat Edaran Larangan Menampilkan Goyangan Erotis, termasuk Goyang Dribble", (13/5). 

Dalam surat tersebut, KPI Pusat menilai muatan siaran semacam itu tidak pantas untuk ditayangkan dan akan memberi pengaruh buruk pada anak-anak dan/atau remaja yang menonton serta melecehkan martabat perempuan.

Komisioner KPI Pusat, Koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily mengatakan "jangan merusak kreativitas dengan tampian seronok seperti itu". Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tegas melarang content-content vulgar. Bahkan P3SPS telah memuat larangan tersebut secara rinci. “Kami mengingatkan kembali kepada seluruh lembaga penyiaran agar mematuhi ketentuan yang terdapat dalam P3 KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 dan Pasal 16 serta SPS KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1), Pasal 18 huruf h dan I serta Pasal 20 Ayat (1) dan (2)," ujar Lily.

Dirinya menjelaskan bahwa secara garis besar, aturan dan pasal-pasal itu melarang Lembaga Penyiaran menayangkan atau menyiarkan muatan (baik dari segi cara berpakaian maupun cara bergoyang/menari) yang mengeksploitasi  bagian tubuh tertentu seperti paha, bokong, payudara serta melarang menampilkan gerakan tubuh atau tarian yang erotis. Program siaran juga dilarang menampilkan lagu dan/atau video klip yang bermuatan seks, cabul, mengesankan aktivitas seks dan/atau lirik yang dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks. Adapun bunyi aturan dan pasal-pasal yang mengatur ketentuan tersebut:

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI Tahun 2012; Pasal 9: Lembaga Penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. 
Pasal 14 ayat (1): Lembaga Penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan siaran; (2) Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam aspek produksi siaran.
Pasal 16: Lembaga Penyiaran wajib tunduk kepada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan.

Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2012: Pasal 9 ayat (1): Program Siaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik terkait agama, suku, budaya, usia, dan/atau latar belakang ekonomi. (2) Program siaran wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat.

Pasal 15 Ayat (1): Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja.
Pasal 18: huruf (h); Mengkeploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot. Huruf (i); Menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis.
Pasal 20 Ayat (1); Program siaran dilarang berisi lagu dan/atau video klip yang menampilkan judul dan/atau lirik bermuatan seks, cabul, dan/atau mengesankan aktivitas seks;  (2) Program siaran yang menampilkan musik dilarang bermuatan adegan dan/atau lirik yang dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks.

Lily mengingatkan agar lembaga penyiaran sungguh-sungguh mematuhi ketentuan tersebut. Lebih lanjut Lily mengatakan bahwa program siaran yang mengandung muatan pornografi, selain memiliki konsekuensi sanksi dari KPI Pusat juga memliki konsekwensi pidana seperti yang diatur dalam undang-undang Penyiaran dan UU Pornografi.

Jakarta - Anggota DPRD Kabupaten Banyumas, Jawa tengah mengunjungi Kantor KPI Pusat, Jakarta. Peserta kunjungan terdiri dari Ketua DPRD Banyumas Juli Krisdianto, Pimpinan Komisi A DPRD Banyumas Sardi Susanto dan sejumlah anggota Komisi A lainnya.

"Kunjungan ini untuk mengetahui proses perizinan pendirian Lembaga Penyiaran dan pelibatan daerah," ujar Sardi di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu, 13 Mei 2015. Selain itu menurut Sardi, kunjungan itu untuk mengetahui tentang persentase siaran konten siaran lokal oleh Lembaga Penyiaran yang berada di daerah.

Kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho, Kepala Sekretariat KPI Maruli Matondang, dan jajaran sekretariat lainnya.

Fajar menjelaskan, untuk perizinan Lembaga Penyiaran wewenangnya ditangani oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang melibatkan jajaran dinas di daerah. Sedangkan KPI dan KPI daerah setempat, menurut Fajar, masuk dalam ranah pengawasan isi siaran. "Setelah tahap permohonan selesai selanjutnya melalui proses perizinan," ujar Fajar.

Persentase konten lokal, menurut Fajar, sudah ditetapkan dalam UU Penyiaran sebanyak 10 persen dari seluruh siaran. "KPI sudah mengirimkan surat ke Lembaga Penyiaran untuk menegakkan aturan itu. Dalam tahap pengawasan, selain ada di KPI Daerah, juga menjadi tugas kita bersama dalam pengawasannya di lapangan. Sedangkan untuk konten dari Lembaga Penyiaran Lokal bisa koordinasikan dengan KPID Jawa Tengah," kata Fajar.

Acara diakhiri dengan serah terima cinderamata oleh Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto dan Ketua DPRD Banyumas Juli Krisdianto.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan "Surat Edaran untuk Seluruh Lembaga Penyiaran Mengenai Larangan menampilkan  pamer harta kekayaan dan barang mewah artis. Surat yang dikirimkan ke seluruh Lembaga Penyiaran pada, Rabu, 13 Mei 2015 itu meminta untuk tidak lagi menayangkan artis adu/pamer harta kekayaan dan barang mewah seperti yang dilakukan artis Bella Sophie dan Roro Fitria di beberapa stasiun tv.

"Surat edaran KPI Pusat ini dimaksudkan agar lembaga penyiaran menyajikan konten siaran yang bermanfaat bagi masyarakat bukan menimbulkan kesenjangan sosial" demikian tertuang dalam Surat Edaran itu. Menurut Agatha Lily (Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang pengawasan isi siaran), surat edaran ini juga sebagai tindak lanjut dari aduan masyarakat tentang maraknya tayangan artis dengan perilaku adu pamer kekayaan, gaya hidup konsumtif dan hedonistik, mulai dari harga jam tangan, sepatu, pakaian, tas, perhiasan emas dan berlian, deposito, buku tabungan secara detail hingga nilai nominalnya.

Sesuai dengan ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012, KPI menilai tayangan itu sangat tidak pantas ditayangkan dan tidak ada manfaatnya untuk masyarakat. Lily nmengingatkan bahwa Televisi bersiaran menggunakan frekuensi milik publik, tolong hormati publik dengan tidak menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat dan kesenjagan sosial seperti itu.

Surat edaran ini dikeluarkan berdasarkan ketentuan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012 Bagian 4, Klasifikasi R, Pasal 37 Ayat (4) huruf c menyebutkan: Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: Materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik, dan/atau horor.

Jakarta - Hari pertama, Bimbingan Teknis Sekolah P3SPS tanggal 5 Mei 2015, disambut antusias oleh peserta dari berbagai lembaga penyiaran baik televisi maupun radio. Bertempat di kantor KPI Pusat, 30 peserta mengikuti sesi demi sesi Bimtek tersebut. Sesi ke-3 yang mengangkat tema kekerasan, mistik, horor, dan supranatural menghadirkan narasumber Anggota KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, S.Sos., M.Si., yang juga merupakan koordinator bidang pengawasan isi siaran.

Sesi ke-3 ini diawali dengan menonton tayangan-tayangan yang melanggar P3SPS. Peserta yang sebagian besar terdiri dari produser mengamati tayangan-tayangan tersebut dengan cermat. Sesekali mereka meringis takut ketika melihat adegan berbahaya seperti orang makan beling dan memasuki benda tajam ke tubuhnya. Sesekali mereka tertawa melihat keanehan-keanehan tayangan tersebut.

Agatha Lily menjelaskan bahwa P3SPS memuat ketentuan pembatasan dan pelarangan terhadap adegan kekerasan, horor,  mistik, dan supranatural. Sebagai contoh film action yang memuat tarung atau kontak fisik bisa disiarkan tetapi harus ditempatkan di jam tayang dewasa yaitu di atas pukul 22.00 WIB. Namun demikian bukan berarti di atas pukul 22.00 WIB semua kekerasan boleh  ditampilkan, tetap saja ada larangan yang ketat, seperti tidak boleh menampilkan darah-darah dan potongan tubuh yang mengerikan penonton.

Begitu pula dengan muatan horor, mistik, dan supranatural perlu diatur jam tayang dan content-nya tidak boleh menampilkan kengerian yang ekstrim. Dalam kesempatan tersebut, Lily pun mengingatkan bahwa P3SPS yang baru, kelak akan melarang adegan kesurupan. Penyiaran Indonesia harus semakin baik dan berkualitas. Banyak pilihan-pilihan untuk menyajikan content  yang menarik tanpa membodohi masyarakat.

Sesi tersebut sangat istimewa karena kehadiran tamu kehormatan yaitu Menteri Komunikasi Informatika . Bapak Rudiantara. Selain mengunjungi kelas P3SPS, Menkominfo juga menyempatkan memberikan sambutan sekitar 5 menit di hadapan 30 peserta angkatan pertama sekolah P3SPS. Pak Rudiantara mengingatkan bahwa peserta yang hadir hari ini adalah orang-orang yang menentukan kualitas penyiaran kita akan seperti apa. Semua menyadari bahwa bisnis televisi harus memperoleh keuntungan untuk bisa menjaga sustainability, ujarnya. Namun demikian ada sisi-sisi etika dan nilai-nilai yang harus dipegang teguh. Jangan sampai kita  hanya menjadi “economic animal” karena hanya terpaku pada rating dan share, ujar Rudi. 

Sesi Bimtek P3SPS ini ditutup dengan diskusi interaktif. Peserta sepakat bahwa penyiaran perlu diatur ketat karena menggunakan frekuensi milik publik. Agatha Lily mengingatkan ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan frekuensi milik publik yakni kepentingan publik (public interest), kebutuhan publik (public necessity), dan kenyamanan publik (public convenience).  (Elf)     

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.