Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendukung penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam revisi undang-undang penyiaran yang tengah dibahas oleh Komisi I DPR-RI. Hal tersebut disampaikan Ketua AJI, Suwarjono, dalam audiensi  dengan KPI Pusat bersama jajaran pengurus AJI yang baru saja terpilih, (28/4).

Menurut Suwarjono, peran KPI bukanlah sekedar pemberi peringatan kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. “KPI harus lebih dari itu,” ujarnya. Karenanya, Suwarjono mendukung program Survei Kepemirsaan KPI yang akan menjadi penyeimbang dominasi lembaga rating saat ini, Nielsen.

Dalam pertemuan tersebut, diakui oleh AJI bahwa industri penyiaran saat ini sangat tergantung dengan report (laporan) dari Nielsen yang datang setiap hari.  Karenanya perlu terobosan yang luar biasa, untuk memutus ketergantungan dengan lembaga rating tunggal yang memberikan penilaian secara kuantitatif.

Pada kesempatan itu, koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat, Bekti Nugroho menyampaikan perhatian KPI terhadap revisi undang-undang penyiaran. Menurut Bekti, revolusi mental yang diusung oleh Presiden saat ini harusnya memberikan perhatian besar pada dunia penyiaran. “Jika KPK bekerja pada bagian hulu, KPI justru bekerja pada bagian hilir,” ujarnya. Mental masyarakat, terutama generasi muda bangsa ini dipengaruhi dengan muatan yang ada di layar kaca, televisi. “Karena KPI adalah satu-satunya lembaga yang punya kewenangan mengatur penyiaran, maka harus ada kemauan politik yang besar dari pemerintah dalam menguatkan KPI untuk menata dunia penyiaran,” terang Bekti.

Dirinya memaparkan pula tentang regulator penyiaran di luar negeri yang memiliki kewenangan kuat. Usulan konkrit KPI dalam revisi undang-undang penyiaran adalah pembagian kewenangan perizinan. Perizinan frekuensi tetap ditangani oleh pemerintah, sedangkan izin siaran ditangani oleh KPI.

Di akhir pertemuan, AJI menyarankan agar KPI terus mendesak DPR untuk menyelesaikan revisi Undang-undang Penyiaran. “Jika undang-undang penyiaran belum rampung, maka beberapa rancangan undang-undang yang masih terkait penyiaran seperti RUU Radio/Televisi Republik Indonesia (RTRI) juga terhambat,” kata Suwarjono. Sekalipun RUU Penyiaran sudah masuk Prolegnas, namun AJI menilai, DPR tetap membutuhkan dorongan dan desakan publik agar tahun ini Undang-undang Penyiaran yang baru dapat disahkan.

Jakarta – KPI Pusat menginginkan tayangan yang tidak pantas dan bertentangan dengan etika jurnalistik dalam program pemberitaan di sejumlah televisi dihilangkan. Keinginan ini sesuai dengan prinsip jurnalistik yakni memberikan edukasi yang baik serta aman untuk publik.

Dalam pertemuan yang dihadiri pimpinan dan perwakilan bagian redaksi beberapa stasiun televisi, Senin, 27 April 2015, Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengungkapkan sejumlah tayangan yang dinilai melanggar dalam program jurnalistik di beberapa stasiun televisi. Pelanggaran dilakukan dalam kategori mengerikan dan mengadung unsur destruktif.

“Tayangan bagi korban kekerasaan seksual harus wajib disamarkan baik wajah maupun indentitasnya pribadi, sosial maupu keluarga. Tindakan ini berlaku tidak hanya untuk kasus anak-anak saja tapi juga dewasa. KPI sangat perhatian untuk kasus seperti ini dan dengan tegas melindungi setiap korban tersebut,” kata Rahmat.

Contoh lain kata Rahmat tayangan perusakan terhadap barang atau apapun, tindak kekerasaan orang lain, kejadian atau kecelakaan yang menimbulkan kengerian, serta klip-klip video yang di dalamnya terdapat unsur ketidakpantasan harus mendapat perhatian untuk dihilangkan.

“Sekarang mulai muncul video klip usai acara berita. Memang klip ini untuk mengisi waktu jeda sebelum masuk ke program acara berikutnya. Tapi tolong diperhatikan dan teliti dengan video klip tersebut karena dihawatirkan berisi adegan yang tidak pantas,” jelasnya.

Terkait kekhawatiran KPI soal adegan kekerasaan yang bersifat desktruktif salah satu perwakilan dari Redaksi TV meminta kejelasan batasan yang tidak boleh dan boleh di tayangkan. Pasalnya, tayangan yang didapat adalah fakta dan itu diperlukan dalam pemberitaan. “fakta yang ada kan harus ditampilkan untuk melihat kebenarannya,” katanya.

Rahmat menanggapi bahwa tayangan yang mengandung unsur destruktif memiliki pengaruh terhadap publik karena ada anggapan hal itu sebagai suatu hal yang lumrah. “Kita khawatir jika tayangan perusakan gedung, mobil atau yang lain dianggap sesuatu lumrah oleh masyarakat. Kita tidak ingin ini ditiru,” katanya khawatir.

Meskipun begitu, Rahmat tidak menutup kemungkinan tayangan seperti itu ditampilkan dengan mempertimbangkan seberapa besar intensitas kekerasaannya dan juga durasinya secara terbatas dan diedit begitu juga dengan angle kamera sehingga tidak eksplisit. “Kami melihat kondisi seperti ini sesuai dengan Pasal 23 di SPS,” jelas Rahmat sembari menyebutkan pentingnya Sekolah P3SPS untuk menyamakan pandangan terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012. ***



















































 

Kasus pembunuhan terhadap pekerja seks komersial yang terjadi 2 minggu lalu menimbulkan pemberitaan yang cukup marak mengenai fenomena praktek prostitusi yang ditawarkan melalui media sosial. Beberapa lembaga penyiaran pun secara detail mengupas praktek-praktek prostitusi baik dalam bentuk straight news, wawancara investigasi maupun liputan. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan, KPI menemukan sejumlah muatan yang tidak pantas dan tidak etis untuk disiarkan di ruang publik terkait praktek prostitusi tersebut, seperti cara PSK memasarkan diri, cara melayani pengguna jasa, hal-hal yang dilakukan untuk memuaskan pelanggan, fasilitas yang didapat dari praktek  tersebut,  besaran tarif pelayanan singkat sampai dengan pendapatan perbulan hingga tarif jual keperawanan.  Bahkan terdapat TV yang menampilkan contoh pemasaran PSK melalui media sosial dengan kata-kata yang sangat vulgar.

Kami memahami bahwa media menjalankan fungsi yang sangat penting dalam melakukan kontrol sosial dan membongkar praktek-praktek tidak lazim yang membawa dampak buruk bagi masyarakat, termasuk kasus prostitusi ini. Namun demikian, lembaga penyiaran tidak dapat mengupas praktek-praktek prostitusi tersebut secara detail yang dapat menyebabkan masyarakat mencontoh prilaku yang tidak baik dan tidak pantas. Terlebih tayangan yang mengupas praktek prostitusi secara detail disiarkan di bawah pukul 22.00 dikhawatirkan dapat berdampak buruk bagi anak-anak dan remaja yang masih menonton televisi pada jam tersebut. 

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 secara jelas telah mengatur bahwa program siaran yang menampilkan muatan mengenai PSK wajib memperhatikan nilai-nilai kepatutan yang berlaku di masyarakat (Pasal 21). Program tersebut juga harus disajikan secara santun, berhati-hati dan tidak membenarkan prilaku yang tidak pantas sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari (Pasal 22). Di samping itu, prinsip-prinsip jurnalistik juga melarang program siaran yang bersifat cabul (Pasal 40 huruf a).

Atas dasar hal-hal tersebut, KPI meminta lembaga penyiaran mematuhi ketentuan yang telah diatur di dalam P3SPS dan prinsip-prinsip jurnalistik. Hal ini harus menjadi perhatian mengingat televisi merupakan media yang berpengaruh sangat besar terhadap sikap, pola pikir dan prilaku masyarakat. Fenomena praktek prostitusi yang semakin marak sungguh menjadi keprihatinan bagi kita semua, maka lembaga penyiaran dihimbau tidak over expose dalam menayangkan muatan-muatan yang tidak pantas yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi masyarakat untuk turut menggunakan jasa pekerja seks komersil serta mendorong masyarakat  menempuh jalan instan untuk memenuhi kebutuhan hidup ditengah kondisi ekonomi yang sulit.

Kepada masyarakat, khususnya orang tua agar secara selektif memilah tayangan dan melarang anak-anak dan remaja menonton muatan-muatan yang tidak sesuai dengan peruntukan usianya. Orang tua juga diharapkan dapat memberikan pemahaman dan penjelasan agar anak-anak dan remaja tidak terpengaruh pada arus dan gaya hidup yang negatif. 

Jakarta – Kompas TV dan RCTI mendapatkan teguran tertulis dari KPI Pusat. Sanksi diberikan karena program acara “Satu Meja : Prostitusi Terbuka di Dunia Maya” yang disiarkan Kompas TV dan “Satria Garuda Bima-X” di RCTI kedapatan melakukan pelanggaran terhadap  P3 dan SPS KPI tahun 2012. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam dua surat teguran yang dilayangkan Jumat pekan lalu, 24 April 2015.

Menurut Judha, siaran “Satria Garuda Bima-X” yang ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 12 April 2015 mulai pukul 08.23 WIB menayangkan adegan kekerasan eksplisit yakni adegan seorang pria yang membengkokkan besi dengan kepala serta memecahkan batu dengan tangan dan kepala. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, penggolongan program siaran serta pelarangan adegan kekerasan.

“Ini melanggar P3 KPI Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta SPS KPI Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. Berdasarkan hal itulah, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif teguran tertulis kepada Kompas TV,” jelas Judha.

Sementara program siaran Jurnalistik "Satu Meja : Prostitusi Terbuka di Dunia Maya" yang ditayangkan oleh stasiun Kompas TV pada tanggal 21April 2015 mulai pukul 20.01 WIB, kata Judha, menayangkan investigasi terkait maraknya prostitusi di dunia maya (online).

Walaupun media mempunyai fungsi untuk melakukan kontrol sosial, lanjut Judha, namun dalam pemberitaannya tidak boleh menampilkan muatan-muatan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat dan perilaku asusila sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari hari.

Program tersebut menyiarkan perbincangan antara host, Ira Koesno, dengan dua orang pelaku prostitusi online, Angel dan Fitri. Dalam perbincangan tersebut terdapat kalimat-kalimat yang dapat di akses dalam surat teguran KPI Pusat ke Kompas TV.

“Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan norma kesopanan dan kesusilaan, perlindungan kepada remaja, larangan pembenaran hubungan seks di luar nikah, prinsip-prinsip jurnalistik sertya ketentuan program bincang-bincang seks,” tegas Judha.

KPI Pusat melalui Judha meminta Kompas TV dan RCTI agar segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. “Kompas TV wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran,” katanya di kedua surat teguran itu.***


Salah satu tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. Berkaitan dengan hal tersebut KPI membuka "Sekolah P3SPS Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)" yang diperuntukkan bagi praktisi penyiaran, mahasiswa, dan masyarakat umum.
 
sekolah P3SPS Angkatan I akan dilaksanakan pada 5 – 7 Mei 2015, bertempat di Kantor KPI Pusat. Pendaftaran peserta diterima paling lambat tanggal 29 April 2015, Pukul 00.00 WIB. Formulir pendaftaran dapat diunduh dalam tautan ini atau ini. Formulir yang sudah diisi dikirimkan ke: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. atau Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..
 
Selama kegiatan berlangsung KPI Pusat menyediakan, seminar kit, konsumsi, dan sertifikat. Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
 
Ketentuan lain:
  1. Pendaftar yang diterima untuk mengikuti Sekolah P3SPS secara mutlak ditentukan KPI Pusat. Calon peserta yang diterima, langsung dihubungi panitia.
  2. Sekolah P3SPS digelar setiap bulan sekali dengan jumlah peserta maksimal 30 orang. KPI Pusat akan mengumumkan jadwal pendaftaran untuk mengikuti Sekolah P3SPS setiap bulannya.
 
CP: 
Zoel – 0812 9798 5818
Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.