Jakarta -- Wakil Ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) RI (Republik Indonesia), Ahmad Basarah, berharap kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk bisa mengoptimalkan peran pengawasannya kepada lembaga penyiaran, mengingat perkembangan digital saat ini sudah semakin mendominasi.

"Kami mendukung KPI mengawasi lembaga penyiaran untuk kembali pada tugas utama menjaga Pancasila dan merawat nasionalisme," ujar Ahmad Basarah secara virtual dalam acara PressCamp KPI, Minggu (5/9/2021) kemarin.

Basarah mengatakan, lembaga penyiaran dibentuk sebagai upaya memperkokoh integrasi nasional, sehingga hadir pula KPI yang diharap bisa menjadi penyeimbang fungsi lembaga penyiaran agar proporsional yakni melingkupi media informasi, pendidikan, hingga hiburan.

Maka dari itu ia menegaskan sekaligus berharap kepada KPI sekaligus lembaga penyiaran untuk bisa menyajikan sebuah tontonan yang tidak hanya berorientasi pada rating yang ujungnya untuk meraup keuntungan.

"Harus diseimbangkan dengan tanggung jawab sosial bersama. Lembaga penyiaran jangan semata-mata mengejar rating untuk komersial, tapi harus mengedepankan kualitas penyiaran dan dapat mengedukasi masyarakat," tandas Basarah.

Dalam acara bertajuk sarasehan dengan puluhan wartawan nasional dan lokal tersebut, turut hadir sebagai narasumber Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia dan Hardly Stefano. 

Irsal Ambia menjelaskan salah satu tugas KPI yakni memberikan literasi kepada publik. Lewat literasi ini diharapkan akan muncul agen-agen literasi yang mencerdaskan masyarakat. Selain itu, dijelaskan tentang tugas dan fungsi KPI membuat regulasi sistem penyiaran di Indonesia. 

“Kami memiliki kewenangan menyusun aturan kode etik boleh dan tidak bolehnya di perilaku penyiaran yaitu P3SPS. Inilah menjadi dasar bagi penyelenggaraan di Indonesia diatur dalam SPS,” kata Irsal.

Menurut Irsal, P3 merupakan pedoman bagi lembaga penyiaran, baik sebagai entitas bisnis dan proses produksi sebelum ditayangkan. Adapun SPS adalah sebuah standar yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh ditampilkan. “Ini adalah buku suci KPI dan menjadi dasar kerja KPI,” tegasnya.

Sementara itu, Hardly Stefano menyampaikan kondisi penyiaran terkini di tengah era disrupsi informasi. Menurutnya, situuasi ini membuat kita bisa mengaksies informasi dari dan di mana saja. “Penyiaran sedang bertransformasi dari analog ke digital yang membuat perubahan dan menuntut untuk segera beradaptasi,” tandasnya. ***/Editor:MR

 

 

Tindaklanjut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual dan Perundungan (bullying) di Lingkungan Kerja KPI Pusat

Jakarta (3/9/2021) – Menindaklanjuti dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut; 

1. Mendorong penyelesaian jalur hukum atas permasalahan dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat 

2. Mendukung penuh seluruh proses hukum dan akan terbuka atas informasi yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus ini

3. Melakukan pendampingan hukum terhadap terduga korban serta menyiapkan pendampingan psikologis sebagai upaya pemulihan terduga korban

4. Telah melakukan investigasi internal dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pihak terduga pelaku

5. Membebastugaskan terduga pelaku dari segala kegiatan KPI Pusat dalam rangka memudahkan proses penyelidikan oleh pihak kepolisian

Demikian yang dapat kami sampaikan.

 

Jakarta, 3 September 2021

Ketua KPI Pusat

AGUNG SUPRIO 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menampung masukan dari stakeholder serta publik terkait revisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. Di hari pertama pelaksanaan FGD (diskusi kelompok terpumpun) yang dimulai Senin (30/8/2021) ini, KPI menerima masukan untuk klaster kesehatan, perlindungan anak dan perempuan, perlindungan kelompok disabilitas, iklan niaga, hingga bahasa isyarat. 

Perlu diketahui, FGD tahap mendengarkan masukan dari stakeholder ini, KPI mengundang 71 lembaga dari kementerian, lembaga, organisasi, dan kelompok masyarakat. Acara ini dilaksanakan dari tanggal 30 Agustus hingga 1 September 2021. "Setelah ini, forum akan dilanjutkan mendengarkan masukan dari lembaga dan organisasi lain serta perguruan tinggi termasuk dengan para alumni KPI," kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo. 

Untuk sesi pertama FGD, KPI mengundang Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Komnas Perempuan, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, dan Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli). 

Komisioner KPI Pusat sekaligus PIC Revisi P3SPS, Irsal Ambia, pada saat sesi masukan dan tanggapan menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan revisi. Setelahnya, dia mempersilahkan seluruh perwakilan stakeholder dan kelompok masyarakat yang hadir secara daring menyampaikan masukan.  

Perwakilan dari Kemenkes, Aji menyampaikan usulan terkait pemanfaatan tenaga kesehatan dalam program siaran. Menurutnya, kegiatan penyiaran dalam hal ini lembaga penyiaran harus memastikan narasumber yang digunakan memiliki izin atau registrasi dari organisasi profesi atau juga dari Kemenkes dalam hal ini KKI.

“Agar nanti informasi yang keluar memang bersumber dari tenaga profesional di bidangnya dalam hal ini tentunya dokter, perawat dan sebagainya yang berhubungan dengan profesinya sebagai tenaga kesehatan,” kata Aji.

Kemenkes juga mengingatkan aturan tentang tenaga kesehatan yang sebetulnya dilarang beriklan, menjadi model iklan alat kesehatan, perbekalan, kecuali dalam iklan layanan masyarakat (ILM). “Kita menyaksikan banyak tenaga kesehatan yang menjadi endorser bukan hanya di media sosial, namun juga di lembaga penyiaran seperti TV maupun Radio. Kalaupun harus terjadi seperti itu, maka memang harus memastikan lagi soal perizinan ataupun registrasi dari lembaga-lembaga yang berwenang,” ujar Aji.

Hal lain yang jadi sorotan Kemenkes tentang prokontra soal pelayanan kesehatan tradisional dalam program siaran. Aji menyebut bahwa ada regulasi yang mengatur soal itu. “Iklan pelayanan kesehatan itu sebetulnya tidak diperbolehkan untuk memberikan informasi yang hiperbola, tidak memiliki kekuatan science atau validitas bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa pelayanan kesehatan itu dapat menyembuhkan. Pada intinya dilarang melakukan publikasi di penyiaran, karena manfaat dan keamanan belum terbukti atau diragukan secara khusus dalam masyarakat kedokteran atau masyarakat kesehatan. Kita ingin iklan-iklan dan program pelayanan kesehatan tradisional lebih bisa diatur lebih lanjut,” tuturnya.

Pendapat yang sama juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Melalui Fery Rahman, IDI meminta pedoman penyiaran yang baru mengadopsi sejumlah aturan dan etika yang berlaku dalam lingkup kesehatan atau kedokteran. 

Dia mencontohkan, dalam etika kedokteran misalnya tidak boleh menyampaikan kelebihan atau menyampaikan keberhasilan hasil pengobatan. Larang ini berkaitan dengan maraknya iklan-iklan pengobatan tradisional di media penyiaran. “Saya kira ini cukup berbahaya dan masyarakat sudah dibuat kecele. Seperti narasi, inilah obat satu-satunya, inilah obat covid, jadi menurut kami itu harus ditertibkan,” tegas Fery.

Dalam kesempatan itu, IDI menyatakan siap mendukung KPI menertibkan iklan-iklan yang berlebih dan menyesatkan tersebut agar tidak meluas. IDI juga meminta KPI membuat aturan dengan merujuk kode etik kedokteran Indonesia. 

Sementara itu, Kemensos meminta adanya perlindungan pada kelompok masyarakat rentan seperti anak, penyandang disabilitas, para gelandangan dan pengemis. Menurut Kemensos yang diwakili Hashim, kelompok rentan adalah mereka yang memiliki keterbatasan untuk mengakses hak-hak dasarnya. 

“Dunia penyiaran perlu upaya untuk memperhatikan kelompok rentan, sesuai batas yang mereka miliki. Perlindungan terhadap anak adalah memastikan tayangan tidak mengandung kekerasan, pornografi, pornoaksi serta bentuk tayangan lain yang mengganggu kelompok anak dan kelompok rentan lainnya,” katanya.

Menurut Kemensos, perlindungan dan pemenuhan hak-hak itu jangan dipandang sebagai sebuah belas kasihan terhadap kelompok rentan, tapi menjadikannya sebagai mitra penguatan peran mereka sebagai kelompok rentan. “Masih banyak kemasan konten yang mengedepankan konten belas kasihan,” ujar Hashim.

Perhatian terhadap kelompok rentan ini juga menjadi perhatian Komnas Perempuan. Menurut wakilnya, Veriyanto Sihotang, tayangan charity program yang menyasar penyandang disabilitas banyak yang mengabaikan aspek pemberdayaannya. Siaran yang mereka lihat lebih sering mengedepankan aspek belas kasihan. “Baik sekali jika KPI secara tegas melarang eksploitasi kelompok masyarakat tertentu,” katanya.

Dalam sesi itu, KPI juga menerima banyak masukan dari asosiasi pengiklan dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan anak dan perempuan. Semua masukan dan tanggapan yang disampaikan akan menjadi catatan  serta pertimbangan KPI dalam merevisi P3SPS KPI tahun 2012. ***/Editor:MR

 

 

SIKAP KPI PUSAT

ATAS INFORMASI DUGAAN PELECEHAN SEKSUAL DAN PERUNDUNGAN

DI LINGKUNGAN KERJA KPI PUSAT

 

Jakarta (1/9/2021) – Menyikapi beredar informasi di tengah masyarakat terkait kasus dugaan pelecehan seksual  dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Maka, kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun. 

2. Melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak. 

3. Mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. 

4. Memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi  terhadap korban.

5. Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying)  terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku.

Demikian keterangan yang dapat disampaikan KPI Pusat. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih. 

 

Jakarta, 1 September 2021

Ketua KPI Pusat

AGUNG SUPRIO

 

 

Jakarta -- Perumusan draft akhir revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 memasuki tahapan menerima atau mendengar masukan dari stakeholder terkait. Proses ini menjadi salah satu tahap yang menentukan isi P3SPS terbaru yang rencananya akan disahkan tahun ini.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam sambutan membuka kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD perihal masukan draft P3SPS dengan pihak terkait menjelaskan filosofi dari pedoman penyiaran yang berlaku di Indonesia buatan tahun 2012. Menurutnya, P3SPS merupakan rambu-rambu siaran yang menurutnya mirip dengan rambu lalu lintas. 

“Ibarat lampu lalu lintas itu, jika lampu merah menyala maka mobil itu harus berhenti. Kalau mobil itu tetap berjalan maka mobil tersebut akan dihentikan oleh Polisi dan polisi itu adalah KPI. Tilangnya itu adalah sanksi. Nah kira-kira begitu perumpamaannya. Di dalam penyiaran juga seperti itu, jadi kalau ada yang melanggar P3SPS maka KPI akan memberikan sanksi,” ujar Agung secara daring, Senin (30/8/2021). 

Terkait proses revisi P3SPS ini, Agung menyatakan pihaknya membutuhkan banyak masukan agar kemudian lembaga penyiaran (TV dan Radio) menjadi paham dan tidak bertanya terhadap beberapa hal yang memang belum diatur secara detail (rigid) dalam P3SPS tahun 2012.

“Tentunya dalam perjalanan sampai sekarang itu banyak hal yang perlu dimasukkan ke dalam revisi P3SPS. Setidaknya memang ada beberapa Isu yang dimasukkan ke dalam revisi ini seperti terkait dengan NKRI dan Pancasila atau ideologi Negara, penguatan isu Perempuan, penguatan terhadap anak, dan beberapa hal lainnya yang nanti akan dijelaskan,” katanya. 

Agung berharap pertemuan ini dapat menajamkan pokok usulan dan masukan sehingga akan menghasilkan aturan yang sempurna. “Ini adalah tahap yang hampir terakhir sebetulnya. Kami mengundang bapak dan ibu sekalian untuk berkontribusi. Masukan dari ibu dan bapak adalah hal yang berharga. Kontribusi itu akan menjadi permanen dan akan dilakukan untuk pengawasan dan menghiasi layar kaca kita semua. Jadi layar kaca kita ke depan itu tergantung juga dari masukan bapak dan ibu sekalian,” jelasnya. 

Sementara itu, PIC Revisi P3SPS sekaligus Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat, Irsal Ambia, menambahkan penyiaran merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi dan sistem bernegara. Penyiaran juga merupakan sebuah proses kegiatan yang cukup dinamis. “Sebelumnya juga kita pernah melakukan revisi, pendalaman dan penelaahan. Maka pada tahun 2021 ini kita lakukan revisi kembali, karena ini juga merupakan amanah dari DPR terkait penyempurnaan P3SPS,” tegasnya. 

Menurut Irsal, kewenangan melakukan perubahan dan penetapan aturan P3SPS merupakan hak penuh KPI yang telah dituangkan dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal 8 dalam UU tersebut menegaskan soal kewenangan dan di dalam ayat 2 disebutkan KPI mempunyai tugas penting dalam menetapkan dan menyusun aturan penyiaran.

“Kemudian, di dalam Pasal 49 UU Penyiaran, KPI berkewajiban untuk menilai secara berkala P3SPS sesuai perkembangan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Di Pasal 48, bapak ibu sekalian bisa melihat hal yang menjadi substansi dari P3SPS. Maka dari itu kita mengundang berbagai stakeholder untuk memberikan masukan, saran, tanggapan dan kritik. Karena P3SPS ini mencangkup berbagai isu dan melibatkan banyak pihak karena mencakup banyak hal di dalamnya,” tutur Irsal.

Adapun urgensi dari revisi P3SPS, lanjut Irsal, merupakan bagian dari penyempurnaan terhadap P3SPS yang ada. Menurut dia, pertimbangan terdepan revisi ini karena dinamika penyiaran yang berkembang cepat dan luar biasa seperti hadirnya digitalisasi yang merubah banyak lanskap penyiaran yang di tanah air.

“Dan yang kedua terkait perkembangan hukum. Undang-undang Cipta Kerja mengubah pasal yang ada di dalam Undang-undang Penyiaran, sehingga kita perlu menyesuaikan dengan perkembangan hukum yang terjadi,” ujar Irsal. 

Dalam kesempatan itu, Irsal menerangkan beberapa hal yang menjadi pokok revisi dari aturan yang terdiri dari 10 bab dan 41 Pasal. Persoalan mengenai etika kebangsaan, kemudian profesionalisme SDM, kemerdekaan pers, partisipasi publik dan juga pengenaan sanksi administrasi dan sebagainya. Kami berharap bapak dan ibu bisa memberikan masukan sesuai ruang lingkup lembaga dan institusi dimana bapak ibu berada saat ini,” tandasnya.

Dalam pertemuan awal ini, KPI mengundang Kemenkes RI, Kemensos RI, Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM) RI, Kemenkumham RI, Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia PPPI, Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Komnas Perempuan, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli), dan Gerkatin. Rencananya, FGD masukan untuk draft revisi P3SPS akan berlangsung selama tiga hari hingga Rabu (1/9/2021). ***/Editor:MR

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.