Jakarta - Upaya perbaikan program siaran di Lembaga Penyiaran terus dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Di antaranya dengan meluncurkan program Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). Sekolah P3SPS adalah upaya KPI membumikan nilai-nilai peraturan penyiaran yang selama ini dijadikan pedoman menilai isi siaran dalam bentuk pelatihan bimbingan teknis.

Komisioner KPI Pusat yang juga Kepala Sekolah P3SPS Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan, lahirnya ide untuk menggagas bimbingan teknis penyiaran karena selama ini, dari pengawasan KPI sering menemui kesalahan yang berulang dalam siaran televisi dan radio. Selain itu, menurut Rahmat, selama ini KPI sering undang untuk menyampaikan tentang P3SPS ke sejumlah Lembaga Penyiaran. 

"Dengan Sekolah P3SPS, KPI langsung mengundang seluruh elemen penyiaran untuk mengikuti pelatihan bimbingan teknis pedoman yang selama ini kita gunakan," kata Rahmat dalam sambutannya di Auditorium Pertemuan, Lantai VIII, Gedung Bapeten, Jalan Gajah Mada No.8, Jakarta Pusat, Selasa, 21 April 2015.

Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, selama menjadi Komisioner Bidang Isi Siaran KPI, masih banyak pelaku dan praktisi penyiaran yang belum paham P3SPS. Menurutnya, Sekolah P3SPS upaya menyamakan persepsi dan pandangan dalam melihat P3SPS antara regulator penyiaran dan pelaku penyiaran itu sendiri.

Rahmat berharap dengan adanya Sekolah P3SPS, seluruh elemen penyiaran bisa memahami nilai-nilai dan pedoman penyiaran itu sendiri dan bisa diterapkan dalam lingkungan kerjanya. Selain itu, menurut Rahmat, program itu nanti bisa dijadikan prasyarat untuk standar dan kelayakan profesi dunia penyiaran.

"Harapan ke depannya, profesionalitas profesi penyiaran tidak hanya menekankan pada kemampuan teknis, juga pemahaman atas nilai, pedoman dan peraturan penyiaran itu sendiri," ujar Rahmat.

Program siaran di Lembaga Penyiaran saat ini, menurut Rahmat, adalah bentuk dialektika yang intens antara penonton, Lembaga Penyiaran, dan lembaga pengukur rating itu sendiri. Menurutnya, atas dasar itu, KPI sepenuhnya sadar, upaya perbaikan program siaran melalui Sekolah P3SPS tidak akan serta-merta langsung bisa memperbaiki kualitas siaran yang ada.

Setidaknya, menurut Rahmat, Sekolah P3SPS adalah bentuk ikhtiar atau langkah kecil KPI dalam upaya memperbaiki program siaran di Lembaga Penyiaran secara perlahan-lahan. 

Dalam penjelasan Rahmat, Peserta Sekolah P3SPS adalah pemilik dan karyawan di Lembaga Penyiaran, calon pekerja penyiaran, mahasiswa, dan masyarakat yang peduli dengan isu-isu penyiaran. "Bisa jadi, kalau pemilik Lembaga Penyiaran ikut serta, sekat antara karyawan dan pemilik bisa diminimalisir dalam melihat program siaran yang akan diproduksi atau ditayangkan," ujar Rahmat.

Logo Sekolah P3 SPS

Jakarta - Dalam menilai konten dan perilaku Lembaga Penyiaran, KPI menggunakan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). P3SPS juga panduan bagi praktisi di Lembaga Penyiaran dalam memproduksi program siarannya. Peraturan itu bersifat operasional dalam memandu pelaku penyiaran apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan kepada publik, dan bagaimana semestinya dilakukan oleh Lembaga Penyiaran.
 
Secara filosofi, P3SPS adalah bentuk perlindungan negara kepada publik dalam ranah penyiaran. Peraturan itu dibuat untuk menjamin masyarakat dalam mendapatkan informasi yang sehat, layak, dan benar. Cakupan dan tujuan utamanya kepada perlindungan publik di atas kepentingan pribadi dan kelompok para pemilik lembaga penyiaran, maka peraturan itu wajib dipahami dan diterapkan oleh pelaku penyiaran dalam program siarannya.
 
Sampai saat ini, peraturan itu belum sepenuhnya dipahami pelaku penyiaran. Nilai-nilai yang termuat dalam P3SPS belum seutuhnya terinternalisasi dalam Lembaga Penyiaran itu sendiri. Ini terbukti dengan masih banyaknya program acara berpotensi dan melanggar P3SPS. Belum lagi dari hasil pantauan KPI akan kualitas siaran, yang sepenuhnya belum bisa dikatakan baik. Buah pikiran Undang-undang Penyiaran yang mengamanatkan media penyiaran sebagai agen dan pendorong peradaban masyarakat yang lebih baik, masih jauh dari harapan.
 
Selaku regulator penyiaran, KPI memiliki tugas memastikan bahwa pelaku dan insan penyiaran harus memahami arah menyiaran Indonesia dan kompeten di bidangnya. Upaya memperbaiki penyiaran, mau tidak mau harus melihat bagian hulu, yakni pelaku dan insan penyiaran itu sendiri. Bagian ini harus benar-benar diperhatikan, karena pada mereka disandarkan harapan akan arah penyiaran kita. Selain bagian hulu, juga bagian hilir, yakni masyarakat itu sendiri selaku penonton.
 
Atas dasar itu KPI merasa penting untuk menggagas Sekolah P3SPS atau pendidikan singkat tentang panduan penyiaran. KPI sepenuhnya sadar, bimbingan teknis untuk pelaku penyiaran sebagai bentuk upaya membumikan nilai-nilai P3SPS dalam tataran yang paling teknis dan implementatif. Ini juga sebagai bentuk ikhtiar dalam menyamakan persepsi, pemahaman, sudut pandang, interpretasi hingga pengujian dalam ranah implementasi di lapangan akan nilai-nilai P3SPS.
 
Peserta Sekolah P3SPS adalah pemilik dan karyawan di Lembaga Penyiaran, calon pekerja penyiaran, mahasiswa, dan masyarakat yang peduli dengan isu-isu penyiaran dengan jumlah peserta 25 - 30 orang setiap angkatan. Pelaksanaan akan dilakukan di Kantor KPI Pusat, Jakarta dengan target penyelesaian kurikulum dan materi selama tiga hari. Selama dua hari diisi dengan paparan materi dan diskusi, sedangkan hari tarakhir peserta akan diberikan ujian akhir dan dipresentasikan untuk dibahas bersama.
 
Materi pengajaran dalam Sekolah P3SPS nanti benar-benar langsung pada pada bahasan praktis hingga filosofis. Pengayaan materi akan disesuaikan dengan studi kasus program siaran yang sudah tayang dengan melihat klasifikasi yang disematkan di dalamnya. Kemudian dibahas dengan menganalisa makna dan nilai-nilai konten di dalamnya dengan bahasan yang lebih spesifik akan nilai dan unsur konten penyiaran itu sendiri, seperti pornografi dan seksual, horor, mistik, kekerasan, kesopanan dan kesusilaan, jurnalistik, jaminan kepentingan publik, dan penegakan hukum dan sanksi.
 
Harapannya, lulusan Sekolah P3SPS ini bisa memahami dan menerapkan nilai-nilai penyiaran yang berlandaskan kode etik (Code of ethic ) yang merunut pada Pedoman Perilaku (P3) dan implementasi teknis (Code of conduct) mengacu Standar Program Siaran (SPS), serta berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku. Ke depan melalui pendidikan ini, nilai-nilai itu diharapkan melekat pada pelaku penyiaran itu sendiri maupun masyarakat peduli penyiaran.
 
Sekolah P3SPS menawarkan pengalaman lain dalam melihat regulasi penyiaran, karena pelatihannya dalam bentuk kelas tatap muka dari para Komisioner KPI. Secara tidak langsung Sekolah P3SPS adalah perpaduan bahasan dalam sudut pandang regulator penyiaran dan pelaku penyiaran itu sendiri. Selain instruktur dari komisioner KPI, akan ada pemateri tamu dari tokoh dan ahli dalam bidang penyiaran. Seluruh peserta ditargetkan mampu memahami P3SPS dan mampu mengaplikasikan dalam lingkungan kerja.
 
Harus disadari, ekosistem penyiaran yang sehat harus dibangun, dijaga, dikembangkan, dan terus diupayakan dengan terus menerus. Untuk mewujudkannya, tak cukup hanya sebatas kesadaran, tanpa ada dukungan, komitmen, dan partisipasi semua pihak, khususnya masyarakat, insan dan pelaku penyiaran itu sendiri.

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengunjungi Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Kunjungan itu membahas iklan "Mavrodi Mondial Moneybox (MMM)" yang tayang di Lembaga Penyiaran dan bahasan kemungkinan kerja sama kedua lembaga.

Hadir dalam pertemuan itu Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Sri Rahayu Widodo, Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Rusli Nasution, dan pejabat OJK lainnya. Kunjungan diterima langsung oleh Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, Amirudin, dan Bekti Nugroho, serta Sekretaris KPI Maruli Matondang.

Sri Rahayu mengatakan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat atas MMM, pihaknya sudah berkoordinasi dengan seluruh lembaga terkait. Termasuk juga tentang iklan MMM yang sudah tayang di beberapa televisi jaringan nasional.

"Terima kasih atas respon KPI yang sudah responsif atas surat kami, telah memberikan teguran atas iklan itu ke pihak televisi," kata Sri Rahayu di, Ruang Rapat KPI Pusat, Kamis, 16 April 2015.

Rahmat yang juga Komisioner Bidang Isi Siaran menjelaskan, sejak tayangnya iklan MMM di televisi KPI juga menerima banyak aduan dari masyarakat. Menurutnya sebelum mengeluarkan surat peringatan itu, KPI juga berkoordinasi dengan Dewan Periklanan Indonesia (DPI). "Wewenang KPI dalam pengawasan konten dari Lembaga Penyiaran setelah siaran ditayangkan. Panduan kami dalam menilai konten tayangan adalah Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)," kata Rahmat.

Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, bila tayangan di luar P3 dan SPS, KPI akan berkoordinasi dengan lembaga atau pihak berwenang. Rahmat berharap, pertemuan KPI dengan OJK lebih intensif terkait dengan jasa layanan sistem keuangan yang menggunakan iklan di televisi untuk mencari calon pelanggan.

Rusli Nasution menjelaskan, dari kajian lembaganya, MMM secara hukum tidak melanggar, namun kegiatan MMM berpotensi merugikan masyarakat. Rusli juga mengaku sudah mengkonfirmasi kegiatan MMM ke pengelolannya di Indonesia. "Kami sudah menghubungi pihak MMM, namun mereka tidak bersedia hadir dalam undangan kami," ujar Rusli. 

Sementara itu Komisioner KPI bidang Kelembagaan, secara pribadi sepakat iklan MMM yang tayang dalam televisi saat ini dihentikan. Menurutnya, terkait dengan aturan hukum dan pertanggungjawaban dana, sedangkan OJK yakin karena niatnya mulia untuk melindungi masyarakat dari potensi pengumpulan dana spekulatif. "Saya berharap iklan itu dihentikan dengan menyurati seluruh Lembaga Penyiaran," ujar Bekti.

Rahmat mengatakan saat ini KPI terus memantau iklan MMM di Lembaga Penyiaran. Sebelumnya, KPI sudah mengeluarkan Surat Peringatan terkait Iklan MMM yang tayang di televisi berjaringan nasional. Surat Peringatan itu dikeluarkan pada Jumat, 10 April 2015, kepada SCTV, TV One, dan Global TV. Setelah surat itu keluarkan, KPI menerima respon dari Lembaga Penyiaran atas isi Surat Peringatan itu.


Jakarta: Komisi I DPR RI berencana merevisi Undang Undang Penyiaran nomor 32 Tahun 2002, tahun ini. Namun, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan Rancangan UU Penyiaran baru

"Pertama, jangan ada dominasi kepemilikan media elektronik," kata Anggota Komisi I DPR Fraksi Gerindra Elnino M. Husen Mohi disela diskusi 'Revisi UU Penyiaran Yang Memihak Kepentingan Publik' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/4/2015).

Kedua, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus diberi kewenangan yang lebih besar karena menjadi penghubung kepentingan masyarakat di dunia penyiaran. Ketiga, RUU Penyiaran yang sedang digodok harus semakin memperhatikan kepentingan daerah. Keberagaman konten juga harus semakin ditingkatkan dengan menambah durasi dan slot untuk konten lokal yang dulu hanya sekitar 10 persen

"Yang terjadi sekarang adalah TV dan radio lokal itu sebenarnya milik pusat juga. Lalu konten lokalnya memang perlu dibikin. Tapi sekadar mutar video clip lagu-lagu daerah, itu pun diputar jam 2 sampai 4 malam sekedar mencapai 10 persen," terang dia.

Hal keempat dan paling perlu diperhatikan adalah perkembangan media elektronik di daerah. UU Penyiaran harus memberi peluang perkembangan dan menghindari dominasi modal dan pembentukan opini dari isu nasional yang terpusat.

"Jangan menjadi sekedar corong politik dari politisi nasional maupun politisi lokal di tingkat lokal saja, namun mengedepankan aspirasi publik," tegas dia.
(Metrotvnews.com)

 

 

Banda Aceh - Penyelenggaraan penyiaran di kawasan perbatasan antar negara memiliki nilai diplomasi yang strategis dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Untuk itu, berbagai kendala yang dihadapi seperti kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) Penyiaran, keterlibatan publik, serta profesionalitas SDM, harus diatasi dengan adanya terobosan program yang tepat guna antar-stakeholder terkait. Hal ini mengemuka dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) SDM Penyiaran di Kawasan Perbatasan Antar-Negara yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Banda Aceh (14/4).

Dalam acara Bimtek tersebut, hadir sebagai pembicara Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo, Amiruddin, Danang Sangga Buwana, dan Komisioner KPI Aceh Said Firdaus. Selain itu KPI juga menghadirkan praktisi penyiaran di daerah perbatasan, Widhie Kurniawan yang merupakan perintis Studio Radio Perbatasan RI di Entikong. 

Secara khusus Said Firdaus mengakui bahwa ketersediaan anggaran KPI Aceh untuk pembinaan bagi lembaga penyiaran di kawasan perbatasan masih minim. Namun demikian, dirinya melihat adanya peluang kerjasama dengan pemerintah-pemerintah daerah untuk menjadikan lembaga penyiaran di daerahnya menjadi lebih berkembang dan professional. Said mencontohkan untuk wilayah Sabang yang kawasan lautnya berbatasan dengan India, Srilanka, juga Malaysia. “Luberan siaran dari radio berbahasa China dan India masuk ke Sabang,” ujarnya. Sedangkan radio yang bersiaran di Sabang hanya Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Suara Sabang dan RRI Sabang.

Bahkan, ujar Said, LPPL Suara Sabang telah dijadikan proyek percontohan untuk siaran radio di perbatasan.  Proses perizinan untuk radio dan televisi di kawasan perbatasan memang sudah dipercepat. Bahkan KPI Aceh juga membina hukungan dengan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk membantu pengelolaan lembaga-lembaga penyiaran, diantara melalui pembangunan infrastruktur jalan untuk memudahkan investasi, serta bantuan pengadaan perangkat-perangkat siaran.

Menurut Said, KPI Aceh menyadari betul bahwa kawasan perbatasan antar negara adalah beranda, wajah orang Indonesia.  Untuk itu, siaran yang ditangkap masyarakat di kawasan tersebut haruslah mencerminkan masyarakat Indonesia.

Azimah sepakat bahwa seluruh stakeholder harus berkoordinasi dalam menangani masalah penyiaran di kawasan perbatasan. “Harus diakui, saat ini banyak lokasi di daerah perbatasan yang tidak dapat menerima siaran, atau blakspot,” ujar Azimah. Sementara siaran asing dari negara tetangga justru meluber demikian banyaknya. Padahal, seharusnya sebagai wilayah terdepan negara, siaran di kawasan perbatasan menampilkan wajah Indonesia yang sesungguhnya.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.