Jakarta - Tayangan televisi saat ini, jika dibandingkan dua puluh tahun lalu, sudah jauh lebih berkualitas. Salah satunya dikarenakan adanya kemitraan yang kuat antara lembaga penyiaran dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal tersebut disampaikan Harsiwi Ahmad, Direktur Program SCTV dalam Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang diselenggarakan KPI Pusat di Jakarta (5/11).

Siwi mengakui saat ini KPI lebih ketat mengawasi muatan program siaran di televisi, terutama yang terkait dengan perlindungan anak. Dirinya memberikan contoh saat SCTV mendapat tawaran program telenovela seperti yang pernah hits di tahun sembilan puluhan. “Sulit bagi SCTV menerima program tersebut untuk tayang, karena muatannya penuh dengan materi yang harus disensor. Misalnya seperti belahan dada,” terang Siwi. Ini menunjukkan quality control sudah berjalan di dalam lembaga penyiaran. Namun demikian dirinya mengakui bahwa televisi tetap memerlukan pengawasan dari pihak luar, baik dari KPI ataupun masyarakat.

FMPP ini sendiri bertemakan Optimalisasi Peran Kelompok Peduli Penyiaran Dalam Mencegah Kejahatan Terhadap Anak. Hadir dalam acara tersebut, Komisioner dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti. Pada kesempatan tersebut, Maria menyampaikan tentang kriteria tayangan yang baik untuk anak. Dirinya menegaskan bahwa syarat tayangan yang aman untuk anak harus memenuhi unsur edukatif, informative, iteraktif, imaginatif, menarik, menghibur, membuat penasaran, non adiktif, non violence dan memiliki pesan positif. Sementara, ujar Maria, saat ini justru tayangan televisi didominasi dengan muatan kekerasan, pornografi, eksploitasi, Judi, horor, sadism, rokok, minuman keras dan narkoba, orientasi seksual, khayalan, kebencian dan kriminalitas. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa muatan televisi belum aman  bagi anak-anak.

Secara khusus Maria menjelaskan efek negatif yang menimpa anak jika terpapar muatan negatif televisi. Dirinya mengkhawatirkan adanya perilaku imitasi yang dilakukan anak terhadap hal-hal negatif yang muncul di televisi, disamping efek lain yang muncul akibat konsumsi televisi berlebihan. Meskipun teknologi sudah berkembang dengan adanya penggunaan gawai (gadget) yang semakin mudah diakses anak-anak. Penelitian justru menunjukkan bahwa konsumsi anak-anak terhadap televisi masih jauh lebih besar ketimbang penggunaan gawainya. Karenanya Maria menekankan seharusnya anak lebih banyak melakukan kegiatan fisik, dan menjadikan kegiatan menonton televisi hanya sebagai sampingan, dan bukan yang utama.

Dalam kesempatan itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang kelembagaan Bekti Nugroho mengatakan bahwa KPI sudah meminta kepada Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan, untuk menjadikan literasi media sebagai kurikulum di sekolah. Menurut Bekti, dengan adanya pengetahuan literasi media sejak dini, anak-anak dapat mengatur dirinya sendiri dalam menggunakan media sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, Bekti mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama terlibat dalam Gerakan Sadar Media. “Salah satunya dengan tidak menonton program televisi yang buruk,” ujarnya.

Ajakan ini disambut baik oleh KPAI. Maria mengatakan bahwa sudah saatnya industri juga didorong untuk memproduksi hanya tayangan yang baik. “Kita harus mengajak industri televisi untuk melek juga dan bersama membangun bangsa lewat tayangan dan program siaran yang berkualitas,”ujarnya.  Gerakan sadar media ini memang harus dilakukan bersama-sama dan tidak mungkin sendiri-sendiri. Masyarakat sebenarnya punya kekuatan dalam menekan media agar menyetop tayangan yang jelek, apalagi yang punya dampak buruk bagi anak-anak. Namun masih banyak yang belum tahu bagaimana cara melakukan protes dan menyampaikan hal tersebut. KPI berharap, dengan tumbuhnya kelompok-kelompok pemantau media dari masyarakat, juga menjadi mitra dalam menghadirkan penyiaran yang mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka membangun masyrakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera.

Jakarta - Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) masuk angkatan ke-6. Pendaftaran peserta kini telah dibuka. Program bimbingan teknis penyiaran yang melatih soft skill tentang dunia penyiaran ini diperuntukkan bagi semua kalangan mulai dari praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa hingga masyarakat umum. Pelaksanaannya akan digelar pada 10 - 12 November 2015.  

Pelaksanaan program yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam menjamin profesionalitas di bidang penyiaran ini tidak memungut biaya apapun. Penyelenggaraannya ditanggung oleh APBN. Berdasarkan hasil pendaftaran, berikut nama peserta Sekolah P3SPS angkatan VI:


NO

NAMA

LEMBAGA

1

Muhammad Agus Riyadi

CNN

2

Idaman Putri Erwin

CNN

3

Ichsan Marsha

TV MU

4

Irmalia Septiana

TV MU

5

Wahab

TV MU

6

Mochamad Nurul Anwar

Surya University

7

Prestiadi Pratama

 Radio Sonora FM

8

Andi Nashrul Fauzi

I NEWS TV

9

Faldy Faldano Amahorseja

I NEWS TV

10

Anik Kustiani

Radio Bahurekso Weleri

11

M. Ichwan

RCTI

12

Jahja Rianto

RCTI

13

Utami Dewi

RCTI

14

Eminensi

TRANS 7

15

Daniel Terah Erza Gultom

TRANS 7

16

Emy Wahyuningsih

GLOBAL TV

17

Ciptono Setyobudi

Indosiar

18

Fatih Fulki

Indosiar

19

Budi Utami

Indosiar

20

Budi Pranoto

Indosiar

21

Roro Ratih Dewanti

NET.TV

22

Muhammad Alfath Tauhiddillah

TV ONE

23

Deny Hendrawan

TV ONE

24

Ciptono Setyobudi

Akademi Televisi Indonesia

25

Putri Faradilla

SCTV

26

Irnawati Widji Kahardja

SCTV

27

Indah Purnama Sari

SCTV

28

Nita Prihatiningrum

SCTV

29

Rahmanawati Agustina

MNC TV

30

Bambang Suryanto

MNC TV

31

Rm. Ramadhan

Umum

32

Ustirah

Umum

33

Veronika Hartati

Umum

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendapati banyak sinetron dengan setting berlatar belakang lembaga pendidikan. Sayangnya, yang muncul kemudian di layar kaca bertolak belakang dengan gambaran lingkungan sosial masyarakat. Terdapat sinetron yang menayangkan perilaku anak yang tidak pantas baik itu di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin saat membuka acara Konsinyasi Sosialisasi P3SPS bertajuk “Sinetron dan FTV dalam Lingkungan Pendidikan” di kantor KPI Pusat, Selasa, 3 November 2015.

Apa yang disampaikan Rahmat selaras dengan aduan yang masuk ke KPI terkait tayangan sinetron. Menurut data KPI, sepanjang Januari hingga September 2015 terdapat 684 yang mengeluhkan tayangan sinteron mengenai perilaku anak baik itu di dalam maupun di luar sekolahnya.

Beberapa adegan perilaku yang tidak pantas tersebut antara lain tampilan menggunakan pisau, menyiramkan air panas, memukul dengan balok kayu, bullying, diguyur air, dipukul berdarah, berkata kasar, adegan mabuk-mabukan dan merokok serta pergi ke diskotik. Belum lagi tampilan hamil dan aborsi, mendukung geng motor di antara anak sekolah, serta memakai anting menjadi hal-hal yang ditonjolkan dalam penggambaran anak sekolah.

Menurut Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, fenomena tersebut dapat ditekan dengan keterlibatan lembaga penyiaran dalam hal ini TV sebagai pengontrol. “Banyak sinetron yang baik seperti Para Pencari Tuhan, Single and Hopefully, Lorong Waktu, Di Bawah Lindungan Abah dan lain sebagainya. Mulai hari ini kita coba merubah cerita sinteron dan FTV kita menjadi lebih inspiratif. Kita akan mendiskusikan ini,” kata Lily kepada peserta Sosialisasi yang setengahnya datang dari rumah-rumah produksi.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan media dianggap sebagai cermin masyarakat namun tidak sepenuhnya karena apa yang terjadi di masyarakat juga dibentuk oleh media. “Ada hubungan dua arah antara media TV dengan masyarakat,” kata Idy pada saat menyampaikan presentasinya.

Dalam kesempatan itu, Idy mengeluhkan adab berpakaian anak sekolah yang digambarkan di sinetron. Menurutnya, cara berpakaian seperti menggunakan rok mini bukanlah cermin dari adab berpakaian anak sekolah di Indonesia. Harusnya penggunaan rok untuk anak sekolah harus sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal Kemendikbud yakni 5 cm di bawah lutut.

Sebelum Lily dan Idy bicara, KPI memutarkan potongan-potongan adegan yang dinilai KPI tidak pantas dan melanggar aturan kepada peserta sosialisasi.

Jangan lecehkan guru

Pada sesi diskusi, perwakilan dari Persatuan Guru Rebuplik Indonesia (PGRI) Tayib mengusulkan supaya peran guru dalam sinetron jangan dilecehkan. Karena banyak anak didik yang juga belajar dari TV dan tindakan-tindakan yang tidak etis tersebut ditakutkan ditiru mereka dalam keseharian. PGRI juga meminta KPI untuk tegas terhadap TV yang melanggar dunia pendidikan.

Tayib juga sependapat dengan KPI agar kalangan industri membuat film dan sinetron yang bagus dan juga inspiratif. Upaya tersebut nantinya harus diikuti oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan memberikan penghargaan kepada PH atau stasiun TV yang memiliki upaya besar dalam mendorong kemajuan dunia pendidikan nasional.

Pernyataan senada turut disampaikan wakil dari Yayasan Pendidikan Media Anak (YPMA) Rita yang mengatakan agar program TV di Indonesia bisa lebih baik dan mencerdaskan.

Pun demikian yang dinyatakan Paulus Widyanto dari Masyarkat Cipta Media (MCM). Menurutnya, negara kita harus punya strategi kebudayaan dan kreativitas seperti yang dilakukan Jepang, Kanada, dan Prancis. Strategi kebudayaan itu berkaitan dengan pensiasatan untuk strategi kebudayaan yang bermutu dan laku. “Jangan pasar yang menentukan isi, harus ada intervensi negara,” katanya. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memutuskan memberi sanksi administrasi berupa surat teguran pada Trans TV terkait tayangan acara “Happy Show” yang disiarkan pada 1 November lalu. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Selasa, 3 November 2015.

Berdasarkan keterangan di dalam surat teguran itu, teguran diberikan lantaran adanya pelanggaran terhadap aturan penyiaran yakni percakapan antara Raffi dan Billy yang dinilai KPI tidak pantas dan dapat menyebabkan ketersinggungan dalam masyarakat khususnya profesi wartawan di Indonesia.

Berikut bunyi pembicaraan antara Raffi dan Billy: “Ngariung itu bahasa apa sih?”, “Ngariung itu lagi ngumpul. Ni misalnya lagi dikejar-kejar lo giniin aja duit ni, wartawan kan…setiap orang kan pasti mata duitan. Pas lari ke sana gw tinggal tarik dan wawancara, kelar ni.”

Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat Agtha Lily mengatakan pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan dan penghormatan terhadap etika profesi.

“Kami memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 10 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 10. Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis,” jelas Lily.

Di dalam surat juga disampaikan permintaan KPI Pusat kepada Trans TV agar segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama. Trans TV juga diminta menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan diskusi bertemakan “Implementasi Iklan Layanan Masyarakat di Lembaga Penyiaran” Jumat, 30 Oktober 2015 di kantor KPI Pusat, Jakarta Pusat. Diskusi ini diharapkan menjadi cikal tergeraknya keinginan lembaga penyiaran membuat dan menyiarkan iklan layanan masyarakat atau ILM di masing-masing lembaga penyiaran.

Koordinator sekaligus Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily pada saat diskusi tersebut mengatakan siaran ILM di lembaga penyiaran khususnya di lembaga penyiaran swasta masih sangat sedikit. Hanya beberapa TV yang tercatat KPI menyiarkan iklan layanan masyarakat.

Padahal di dalam aturan penyiaran, baik UU Penyiaran maupun P3SPS, terdapat kewajiban lembaga penyiaran untuk membuat dan menyiaran ILM minimal 10%. “Kami ingin lembaga penyiaran membuat dan menyiarkan ILM,” kata Lily di depan peserta diskusi yang datang dari kalangan lembaga penyiaran.

Minimnya siaran ILM di lembaga penyiaran khususnya TV dapat dilihat dari sedikitnya peserta yang ikut dalam Anugerah KPI 2015 untuk kategori siaran ILM terbaik. Menurut Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin yang juga hadir dalam diskusi tersebut hanya tiga TV yang mengirimkan iklan layanan masyarakatnya pada Anugerah KPI 2015. “Kalau yang ikut untuk kategori ILM radio cukup banyak,” kata Rahmat.

Rahmat menjelaskan bagaimana konsep siaran ILM yang berlandaskan semangat non komersil. Ini dalam upaya memperkenalkan kepada masyarakat mengenai gagasan, cita-cita, anjuran atau pesan yang sifatnya untuk masyarakat.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menyatakan perlunya KPI membuat surat edaran guna mendorong setiap lembaga penyiaran membuat dan mensiarkan ILM. Idy berkeyakinan bahwa lembaga penyiaran bisa melaksanakan hal ini terlebih mereka memiliki kreatifitas untuk membuat iklan tersebut.

Sementara itu, Wakil dari MNC Grup menyatakan pihaknya terbuka lebar menerima ILM dari luar. Namun, mereka tidak sepenuhnya memberikan gratis terhadap ILM dari pemerintah dengan alasan ILM yang dibuat tersebut sudah ada budgetnya.

Dalam diskusi itu, Heri Margono wakil Dewan Periklanan Indonesia (DPI) yang hadir sebagai narasumber menyampaikan presentasi yang memotivasi bagaimana membuat iklan yang inovatif sekaligus positif. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.