Surakarta - Peringatan Hari Penyiaran Nasional (HARSIARNAS) ke-88 dilaksanakan dalam kondisi pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) yang melanda dunia, termasuk Indonesia. Meski demikian, telah nampak secercah harapan akan berakhirnya pandemi dengan dimulainya proses vaksinasi. Berkenaan dengan kondisi tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tetap menggelar peringatan Harsiarnas ke-88 di kota Surakarta, dengan menegakkan protokol kesehatan yang ketat. Diantaranya, melakukan pembatasan peserta dan menyiapkan fasilitas test swab antigen secara langsung untuk peserta dan panitia yang terlibat di setiap kegiatan.  

Ketua Pelaksana Peringatan Harsiarnas ke-88, Hardly Stefano Pariela menjelaskan, pelibatan peserta dalam setiap kegiatan dilakukan dengan sistem hybrid. “Yaitu melibatkan peserta, baik secara offline atau tatap muka maupun online,” ujarnya. KPI juga memanfaatkan berbagai kanal media sosial untuk meningkatkan jangkauan dan keikutsertaan masyarakat dalam memperingati Harsiarnas ke-88. Selain itu, seluruh kegiatan Harsiarnas ini juga diliput dan disebarluaskan oleh lembaga penyiaran baik melalui liputan pemberitaan maupun siaran langsung melalui televisi dan radio. “Karena substansi peringatan Harsiarnas ini adalah momentum peringatan dan refleksi seluruh insan penyiaran, bukan KPI semata,” tegas Hardly. 

TEMA HARSIARNAS

Peringatan Harsiarnas di tahun 2021 mengambil tema “Penyiaran sebagai pendorong kebangkitan ekonomi pasca pandemi". Diusungnya tema ini memiliki makna bahwa, lembaga penyiaran tidak semata-mata berorientasi bisnis, namun juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi informasi yang benar, khususnya tentang pandemi Covid-19. Melalui iklan layanan masyarakat (ILM), pemberitaan dan program siaran lainnya, lembaga penyiaran hadir sebagai penjernih informasi di tengah maraknya informasi palsu dan berita bohong yang berkembang massif di era disrupsi, ujar Hardly yang merupakan Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan.  

Makna lain yang terkandung dalam tema Harsiarnas adalah melalui agenda vaksinasi yang disertai kedisiplinan menegakkan protokol kesehatan, hadir optimisme bahwa pandemi ini segera berakhir. “Optimisme itulah yang menjadi penyemangat untuk membangkitkan perekonomian negeri ini,” terangnya. 

Selain berada dalam kondisi pandemi covid-19, peringatan Harsiarnas ke-88 berada dalam lintasan waktu menuju diberlakukannya migrasi teknologi modulasi siaran terrestrial. Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan tenggat waktu, 2 November 2022 sebagai batas akhir digunakannya modulasi siaran analog. Artinya, tambah Hardly, dalam waktu 580 hari dari tanggal 1 April 2021, siaran analog akan dihentikan total (Analog Swicth Off), berganti siaran dengan teknologi modulasi digital. Dengan migrasi teknologi modulasi penyiaran ini akan didapat efisiensi penggunaan frekuensi penyiaran, sehingga memungkinkan optimalisasi frekuensi untuk telekomunikasi melalui pemanfaatan digital deviden. 

Perintah regulasi untuk melaksanakan siaran digital memang menghadirkan berbagai peluang. Namun yang patut menjadi perhatian, terang Hardly, masih banyak masyarakat, bahkan insan penyiaran yang tidak paham agenda digitalisasi. “Masih banyak orang yang menganggap bahwa penyiaran digital sama dengan penyiaran streaming dengan internet”. Padahal siaran digital terrestrial dan siaran streaming internet adalah dua hal yang berbeda, meskipun saling terkait. Dalam rangka menyambut ASO, maka Harsiarnas ke-88 juga menjadi momentum seluruh pemangku kepentingan penyiaran untuk berkolaborasi dan bersinergi, dalam menggaungkan agenda digitalisasi penyiaran dengan lebih masif. Agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui, peduli dan berpartisipasi dalam agenda digitalisasi penyiaran, terang Hardly. 

Pelaksanaan Peringatan Harsiarnas tahun 2021 di kota Solo adalah untuk mengingatkan kembali seluruh insan penyiaran yang akan memasuki era digital, tentang sejarah penyiaran nasional. Dimulai dengan berdirinya Solosche Radio Vereeneging (SRV) pada tanggal 1 April 1933, radio siaran pertama yang dimiliki sepenuhnya oleh orang Indonesia atas prakarsa  Mangkunegoro VII. 

Kelindan sejarah penyiaran tak pernah lepas dari sejarah kemerdekaan bangsa ini. Melalui SRV, penyiaran dimanfaatkan sebagai instrumen untuk mengukuhkan eksistensi bangsa, melestarikan kekayaan budaya, mencerdaskan khalayak dengan beragam informasi, serta membangkitkan semangat nasionalisme dan mengobarkan patriotisme seluruh masyarakat Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan. Melalui napak tilas penyiaran, selain membuka cakrawala tentang sejarah penyiaran, juga pengingat seluruh insan penyiaran, bahwa penyiaran bukan semata tentang industri. Namun penyiaran juga memiliki tanggung jawab untuk melestarikan budaya nusantara, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjaga integrasi nasional. 

Rangkaian peringatan Harsiarnas di kota Surakarta digelar sejak 28 Maret 2021 hingga 2 April mendatang. Kolaborasi KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Lembaga Penyiaran, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Surakarta, telah mengagendakan 22 rangkaian kegiatan. Meskipun dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, peringatan Harsiarnas juga menjadi kegiatan kolosal dengan tiga pesan utama. Yaitu, tugas kesejarahan insan penyiaran untuk melestarikan budaya nusantara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga integrasi nasional, komitmen insan penyiaran sebagai kekuatan pendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi, dan kolaborasi serta sinergi seluruh pemangku kepentingan dalam menyongsong era penyiaran digital. 

Puncak acara kegiatan Harsiarnas ke-88, akan dilaksanakan tanggal 1 April 2021, di Auditorium RRI Surakarta, tempat yang pernah menjadi studio SRV. Kegiatan ini akan dikemas dalam acara yang ringkas dan padat selama satu jam, dan disiarkan langsung oleh stasiun televisi induk jaringan. Siaran langsung secara bersama melalui mekanisme TV pool, merupakan bentuk komitmen seluruh lembaga penyiaran, khususnya TV induk jaringan untuk tidak semata memikirkan aspek bisnis, namun dapat berkolaborasi dan bersinergi menggaungkan semangat seluruh insan penyiaran untuk menghadirkan program siaran yang baik dan berkualitas.

 

(Pengguntingan Pita di Balai Kota Surakarta mengawali "Napak Tilas Sejarah Penyiaran Indonesia)

Surakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan pemberian gelar Pahlawan Nasional di bidang penyiaran bagi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunagoro VII. Usulan itu disampaikan Ketua KPI Pusat Agung Suprio di Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI), usai kegiatan sepeda santai dalam rangka “Napak Tilas Sejarah Penyiaran Indonesia” yang menjadi rangkaian kegiatan peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88. 

Agung menyampaikan, pemberian gelar pahlawan nasional di bidang penyiaran sangat layak disematkan pada KGPAA Mangkunegoro VII mengingat dedikasinya melahirkan Solosche Radio Vereniging (SRV) sebagai radio pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu, siaran SRV juga digunakan oleh Mangkunegara VII sebagai alat perjuangan menuju kemerdekaan bangsa dan media melestarikan budaya Indonesia. “Melalui SRV inilah, Mangkunegara VII juga menunjukkan eksistensi budaya nusantara kepada dunia,” tambahnya. Agung berharap, pemerintah dapat memberikan dukungan atas usulan dari KPI serta berbagai pemangku kepentingan penyiaran ini. 

 

(Diterima Gusti Raden Ayu Retno Rosati Hudiono di Bangsal Keputren Pura Mangkunegaran)

Sebelumnya, dalam kegiatan sepeda santai ini, peserta berkesempatan mengunjungi Pura Mangkunegaran yang menyimpan banyak sejarah tentang SRV dan perjalanan awal dunia penyiaran di Indonesia. Dalam Bangsal Keputren Pura Mangkunegaran, peserta sepeda santai diterima oleh Gustri Raden Ayu Retno Rosati Hudiono atau yang lebih akrab dengan sebutan Gusti Ros. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah, menyampaikan usulan segenap insan penyiaran untuk mengajukan KGPAA Mangkunegoro VII sebagai pahlawan penyiaran. 

Tidak hanya itu, di hadapan Wakil Walikota Solo, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, serta jajaran Direktur Induk Televisi Berjaringan, Nuning memaparkan pentingnya mengenalkan situs-situs penyiaran Indonesia kepada khalayak luas, agar menjadi inspirasi sekaligus referensi baik di bidang akademik ataupun para pengambil kebijakan. “Perpustakaan Reksa Pustaka sebagai ruang referensi yang otentik terkait sejarah penyiaran Indonesia, selayaknya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah,” ujarnya. Selain itu, Nuning juga berharap lembaga penyiaran dapat memberikan kontribusi strategis dalam membantu pengembangan dan pengelolaan koleksi di Reksa Pustaka. “Agar manuskrip penyiaran yang tersimpan dapat segera didigitalisasi sehingga dapat diakses masyarakat dengan lebih mudah,” tambahnya.

(Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan sambutan di RRI Surakarta)

Monumen Penyiaran

Salah satu penggagas deklarasi Harsiarnas, Hari Wiryawan, sangat mendukung usaha KPI untuk menjadikan Mangkunegara VII sebagai Pahlawan Nasional atau Bapak Penyiaran. Di samping itu, Hari mengusulkan agar pemerintah kota Solo membangun Monumen Penyiaran sebagai upaya menyelamatkan aset sejarah penyiaran sekaligus menghimpun berbagai barang bersejarah bagi dunia penyiaran di Indonesia. “Supaya masyarakat Indonesia dapat mengenal sejarah penyiaran bangsa ini secara utuh dan mengambil inspirasi dalam menyelenggarakan penyiaran yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

(Peserta Sepeda Santai Napak Tilas Sejarah Penyiaran indonesia)

Napak Tilas Sejarah Penyiaran Indonesia terdiri atas kegiatan sepeda santai di kota Solo serta ziarah ke makam Mangkunegoro VII dan Gusti Nurul di Astana Giri Layu, Karang Anyar, Jawa Tengah. Napak tilas menjadi kegiatan pembuka dari dua puluh satu kegiatan yang digelar KPI beserta Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam rangka peringatan Harsiarnas ke-88. Beberapa kegiatan lain yang akan digelar diantaranya Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa, Seminar Nasional, serta Bakti Sosial. Puncak acara peringatan Harsiarnas ke-88 akan dilaksanakan pada Kamis, 1 April 2021 bertempat di Auditorium Sarsito Mangunkusumo, RRI Surakarta, dan disiarkan live di berbagai stasiun televisi induk jaringan.

 

Banda Aceh– Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, secara resmi melantik tujuh (7) Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh periode 2021-2024, di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Jumat, (19/3/2021). Pelantikan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh Nomor 555/735/2021 Tentang Penetapan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh periode 2021-2024.

Ketujuh anggota Komisioner KPI Aceh yang dilantik tersebut adalah Putri Nofriza, Ahyar, Teuku Zulkhairi, Masriadi, Faisal Ilyas, Faisal dan Acik Nova.

Dalam sambutannya, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah berpesan, agar KPI Aceh dapat mendukung percepatan transformasi penyiaran dari televisi analog menjadi penyiaran televisi digital. Hal tersebut sangat penting untuk mendukung program Presiden Joko Widodo dalam Analog Switch Off (ASO) 2022.

“Peralihan stasiun televisi dari sistem analog ke digital, tentunya akan menjadi tantangan besar bagi seluruh komisioner untuk memilih konten siaran yang bermutu bagi masyarakat luas. Selain itu, dengan adanya peralihan tersebut, akan bermunculan stasiun TV milik perseorangan, dan ini perlu kerja ekstra para komisioner KPI Aceh untuk melakukan pengawasan,” kata Nova.

Dalam kaitan itu, Nova meminta KPI Aceh dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh melakukan sosialisasi tentang ASO 2022 kepada masyarakat. Sehingga seluruh stakeholder memahami konsep digitalisasi penyiaran dengan baik, termasuk format bisnis dan regulasi yang menyertainya.

Dalam kesempatan tersebut, Nova juga meminta komisioner KPI Aceh dapat mewujudkan aspirasi publik dalam hal penyiaran. Menurutnya peran tersebut sudah dijalankan KPI, melalui dukungan lembaga penyiaran baik televisi maupun radio dalam mempublikasikan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. Baik dalam bentuk iklan layanan masyarakat, pemberitaan, maupun berbagai program siaran lainnya. Turut hadir dalam pelantikan anggota KPI Aceh, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia. 

Aceh Bicara Baik

Selain itu, Gubernur juga mengapresiasi KPI Aceh yang meluncurkan tagline ‘Aceh Bicara Baik’ yang dikampanyekan secara nasional. Menurutnya, hal tersebut menjadi bentuk kampanye positif bagi Aceh di mata media nasional dan internasional. Sehingga, di luar sana, Aceh bukan hanya dikenal karena konflik dan Tsunami. Namun, Aceh dikenal karena keelokan dan kekayaan alamnya, kehebatan syiar Islamnya, serta kemuliaan budayanya. “Pemerintah Aceh mengapresiasi program ‘Aceh Bicara Baik’. Saya juga mengajak seluruh jajaran SKPA dan masyarakat, untuk mendukung program tersebut. Mari bersama sama mengangkat citra positif Aceh ke seluruh dunia,” kata Nova.

 

Sementara itu, salah satu Komisioner KPI Aceh yang dilantik, Masriadi, mengatakan, pihaknya akan fokus mendukung program Analog Switch Off (ASO) yang dikeluarkan presiden dalam rangka mendorong transformasi penyiaran dari atau melakukan transformasi penyiaran dari televisi analog menjadi digital. “Program ini menjadi fokus kami selama tahun pertama,” kata Masriadi.

Selain itu, kata Masriadi, KPI Aceh juga fokus untuk mengkampanyekan tagline ‘Aceh Bicara Baik’ melalui penyiaran televisi nasional. Ia yakin, hal tersebut dapat menarik perhatian nasional untuk mendukung pembangunan di Aceh. Acara pelantikan itu berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan. Memakai masker dan faceshield, serta menjaga jarak. [•]

(Berita dari Humas Pemprov Aceh)

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi administratif teguran kedua kepada program siaran “Buku Harian Seorang Istri” SCTV. Program sinetron ini dinilai telah melakukan pengabaian dan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran kedua untuk program bersangkutan yang telah dilayangkan ke SCTV pada Jumat (19/3/2021).

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran itu, pelanggaran ditemukan tim pemantauan KPI pada episode “Buku Harian Seorang Istri” tanggal 10 Maret 2021 pukul 19.25 WIB. Di dalamnya terdapat monolog batin seorang wanita yang dinilai tidak layak untuk ditayangkan berkaitan dengan hubungan badan di luar nikah, “..test pack udah ada dan sebentar lagi aku akan tahu kalau aku hamil atau tidak. Tapi gimana kalau aku hamil, apa aku harus minta pertanggungjawaban Dewa. Kenapa aku harus sebingung ini. Harusnya aku seneng kalau aku hamil bukannya aku akan lebih mudah untuk membawa Dewa kembali ke hidup aku. Aku bisa minta jadi istri keduanya Dewa, dan Nana, mungkin Nana ngga akan keberatan karena Nana merasa sangat berhutang budi sama aku dan Nana pasti ngga akan tega dengan janin yang tak berdosa ini dan aku bisa dengan mudah mendapat jalan untuk membalas dendam ke Farah Buwana, walaupun aku harus mengandung darah daging dari perempuan iblis itu, perempuan yang sudah membikin mas Pras meninggal..”. 

Selain itu, monitoring KPI juga menemukan pelanggaran lain pada tanggal 4 dan 8 Maret 2021 berupa adegan perkelahian antar beberapa orang yang terdapat aksi saling memukul dan menendang. Muatan adegan perkelahian tersebut juga ditemukan dalam setiap episode sehingga dinilai tidak pantas untuk ditayangkan di klasifikasi R (13+).

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan monolog dan adegan tersebut dinilai tidak memperhatikan kepentingan dan perlindungan anak dalam seluruh aspek penyiaran. Seharusnya, sinetron yang diberi klasifikasi R atau remaja harus sejalan dengan nilai-nilai yang pantas sekaligus aman bagi penonton dengan kategori tersebut. 

“Dalam program siaran berklasifikasi R harusnya berisikan hal-hal yang bernilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. Bahkan, dalam Standar Program Siaran KPI pada Pasal 37 Ayat (4) huruf a, ditegaskan jika program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas terkait hubungan di luar nikah dan atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mestinya menjadi perhatian lembaga penyiaran. Kami memperhatikan adegan kekerasan berupa perkelahian menjadi pola dalam sinetron ini. Perkelahian itu juga dihadirkan seolah menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan masalah”, jelas Mulyo. 

Mulyo juga meminta pihak SCTV segera melakukan perbaikan internal agar kesalahan atau pelanggaran terhadap pedoman penyiaran tidak terulang. “Sanksi ini adalah teguran kedua dan hal ini menjadi teguran keras untuk SCTV pasalnya jika sinetron ini kembali mengulangi pelanggaran terhadap P3SPS maka sanksi yang lebih berat akan menanti. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi SCTV dan Lembaga penyiaran lainnya agar senantiasa menjadikan P3SPS sebagai acuan bersiaran,” tuturnya. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan, Kamis (17/3/2021). Edaran ini merupakan panduan lembaga penyiaran dalam bersiaran pada saat Ramadan 1442 H atau 2021 nanti. 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan maksud dan tujuan dari edaran ini adalah untuk menghormati nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan. Selain itu, edaran ini sebagai panduan siaran bagi lembaga penyiaran pada saat Ramadan. 

“Edaran ini juga sebagai pemberi panduan bagi KPI Daerah dalam sosialisasi dan pengawasan terhadap lembaga penyiaran terkait pelaksanaan siaran di bulan Ramadan,” kata Agung dalam edaran tersebut. 

Menurut Agung, surat edaran ini dikeluarkan setelah memperhatikan hasil keputusan Rapat Koordinasi dalam rangka menyambut Ramadan 1442 H tanggal 10 Maret 2021 lalu yang dihadiri KPI, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dan perwakilan lembaga penyiaran. Selain itu, penetapan surat diputusakan dalam rapat pleno KPI Pusat tanggal 16 Maret 2021.

Adapun isi ketentuan pelaksanaan edaran, KPI Pusat meminta kepada seluruh lembaga penyiaran agar memperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut:

a) Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan peraturan-peraturan terkait penghormatan nilai-nilai agama, kesopanan, kesusilaan, dan kepatutan siaran/tayangan dalam rangka penghormatan nilai-nilai bulan suci Ramadan;

b) Mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, maka lembaga penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan P3SPS dalam setiap program yang disiarkan terkait prinsip perlindungan anak dan remaja pada seluruh jam siaran;

c) Menambah durasi dan frekuensi program bermuatan dakwah;

d) Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila dan ke-Indonesiaan. 

e) Menayangkan/menyiarkan azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing;

f) Memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, host, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan suasana Ramadan;

g) Tidak menampilkan pengonsumsian makanan dan/atau minuman secara berlebihan (close up atau detail) yang dapat mengurangi kekhusyukan berpuasa;

h) Lebih berhati-hati dalam menampilkan candaan (verbal/nonverbal) dan tidak melakukan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara baik yang disiarkan secara live (langsung) maupun tapping (rekaman);

i) Tidak menampilkan gerakan tubuh, dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain;

j) Tidak menampilkan ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan nilai-nilai keagamaan;

k) Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat/keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup (insaf atau tobat) atau inspirasi kehidupan dengan tetap memperhatikan batasan-batasan privasi dan penghormatan agama lain; dan

l) Berkaitan ketentuan point b, selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan;

m) Lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 7 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran;   

n) Lembaga penyiaran wajib menerapkan protokol kesehatan dalam rangka menekan laju persebaran Covid-19 sebagaimana Keputusan KPI Pusat Nomor 12 Tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19.

Dalam hal lembaga penyiaran tidak melaksanakan ketentuan di atas, maka akan ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.