- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 37327
Batu – Hasil riset indeks kualitas program siaran televisi yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada periode I tahun 2021, menunjukkan nilai indeks program hiburan masih di bawah nilai standar kualitas yang ditentukan KPI. Stagnasi nilai indeks program hiburan dalam riset yang digelar KPI ini akan ditindaklanjuti secara khusus. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela mengatakan hal tersebut saat menyampaikan kesimpulan penutup dalam acara Ekspos Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode I tahun 2021, yang digelar di kota Batu, Jawa Timur, (9/9).
Meskipun secara umum, selama dua tahun terakhir, nilai indeks kualitas siaran televisi menunjukkan informasi positif tentang wajah penyiaran Indonesia, harus diakui dari delapan kategori program siaran masih terdapat tiga kategori yang hingga saat ini belum mampu menjcapai indeks berkualitas, yakni sinetron, variety show dan infotainment. Hal ini, ujar Hardly, tentu menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi KPI untuk merumuskan kebijakan dan strategi pendekatan yang tepat dalam mendorong pembenahan. Apalagi ketiga program ini, dalam studi kuantitatif dari lembaga pemeringkat, memiliki jangkauan pemirsa yang demikian besar.
Lebih lanjut Hardly mengatakan, angka indeks dalam riset ini adalah indikator pergerakan pembenahan yang dilakukan oleh program siaran dan lembaga penyiaran. Selain itu riset ini juga memberikan catatan kualitatif pada setiap masing-masing kategori program. Untuk itu, KPI meminta kepada seluruh lembaga penyiaran menjadikan hasil riset ini sebagai “insight” dalam proses produksi siaran.
Sorotan terhadap program hiburan yang mengalami stagnasi nilai indeks juga diberikan oleh Wakil Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputra, yang turut hadir sebagai penanggap dalam forum tersebut. Menurut Iswandi, KPI harus melakukan perlakuan khusus pada tiga program siaran ini. “Lubang hitam konten penyiaran kita ada di situ,” ungkapnya. Kalau KPI memiliki semacam ”pasukan khusus” ini, tentu saja para pelaku penyiaran di tiga program tersebut akan merasa semakin serius diawasi oleh KPI. Tentu harapan kita, dengan pengawasan dan perlakuan yang lebih ketat, wajah program hiburan dapat menjadi lebih baik.
Hadir dalam Ekspos tersebut Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo yang menegaskan bahwa riset ini merupakan komitmen KPI dalam menerima aspirasi masyarakat tentang kualitas konten penyiaran. Diingatkan Mulyo, pada tahun 2022 mendatang ada tantangan besar yang harus dihadapi seluruh lembaga penyiaran dengan pembelakuan Analog Switch Off (ASO), Mau tidak mau, pergeseran teknologi penyiaran dari analog ke digital ini akan melipatgandakan jumlah pelaku di industry penyiaran. Konsekuensinya tentu saja, persaingan semakin ketat dan memaksa pelaku penyiaran menghadirkan konten-konten berkualitas.
Senada dengan Mulyo, penanggung jawab program riset KPI yang juga komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis mengingatkan tentang tantangan penyiaran digital ke depan. Televisi harus semakin kreatif dalam menghadirkan konten-konten siaran ke tengah publik. Khazanah kearifan lokal, menurut Yuliandre, harus dapat menjadi inspirasi bagi pelaku penyiaran dalam menyajikan keberagaman konten. Ekspos hasil riset ini bukan hanya memberikan catatan tapi juga harapan. Riset ini jadi tumpuan utama negeri ini untuk mengarahkan bagaimana konten di Indonesia ke depan. KPI telah meregistrasikan sekitar 1100 televisi yang tersebar dalam berbagai platform. Baik itu televisi lokal, komunikas, berjaringan, ataupun berlangganan dan satelit. Banyaknya jumlah televisi dalam beragam platform ini akan sia-sia jika tidak ada kualitasnya, termasuk jika hanya bermodalkan prinsip ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) belaka.
Disrupsi saat ini hadir dengan membawa konten-konten dari luar negeri seperti Korea, India dan lain-lain. Yuliandre menegaskan, khazanah lokalitas Indonesia seharusnya dapat menjadi modal ketahanan industri penyiaran di Indonesia dalam membendung disrupsi dari konten asing. Regulator tidaklah hadir untuk menyulitkan bertumbuhnya industri. Justru regulator hadir untuk mempercepat konten kreatif tumbuh dan masyarakat dapat menikmati konten-konten berkualitas yang beragam, tegasnya. Ekspos ini juga turut mendengarkan masukan dari pemangku kepentingen penyiaran lain yang diwakili oleh Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), serta Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). (Editor : MR/ Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI)