Tanah Laut – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Selatan melaksanakan pelatihan tentang penyiaran untuk Kelompok Masyarakat Peduli Siaran (KMPS) angkatan VI. KMPS merupakan kelompok yang memberdayakan dan menyertakan peran serta masyarakat dalam mengkritisi dan peduli kualitas isi siaran.  Acara berlangsung di Sinar Hotel Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Acara dibuka oleh Bupati Tanah Laut H. Bambang Alamsyah dan dihadiri Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho. Dalam sambutannya Bambang Alamsyah mengatakan gembira dengan pelaksanaan pelatihan untuk masyarakat peduli penyiaran di Kabupaten Tanah Laut. "Saya senang sekali jika ada kerjasama antara KPI Daerah dengan menyertakan Pemerintah Kabupaten," katanya Bambang dalam sambutannya, pada, Senin, 08 September 2014.

Lebih lanjut Bambang menungkapkan, tayangan televisi saat ini lebih banyak menampilkan aktor hanya berdasarkan tampilan fisik semata. Menurutnya, hal ini bisa berdampak pada hilangnya percaya diri masyarakat dan bangsa Indonesia. 

“Kita lihat saat ini, tayangan televisi lebih banyak menampilkan orang-orang bule, terlihat ganteng, blasteran. Orang kita sendiri dalam program acara tertentu kadang hanya dijadikan bahan ejekan dan cemoohan. Ini yang sangat kita sayangkan,” ujar Bambang.

Sementara itu, Fajar Arifianto Isnugroho dalam sambutannya mengapreasiasi pelatihan yang dilakukan KPID Kalimantan Selatan dengan konsisten. Menurutnya, pelatihan itu penting untuk mendidik masyarakat agar melek dan kritis terhadap tayangan televisi atau penyiaran. 

"Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan adalah struktur pemerintah pertama yang mendapat penghargaan KPI dalam hal pembentukan masyarakat peduli penyiaran ini. Penghargaan itu diberikan atas upaya mendukung masyarakat sadar media. Kami menilai Gubernur Kalimantan Selatan sebagai pimpinan daerah yang peduli terhadap isi siaran yang berkualitas" ungkap Fajar.

Penghargaan itu, menurut Fajar, dianugerahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam perayaan Hari Penyiaran Nasional yang berlangsung pada April 2014 di Provinsi Jambi.

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Daerah Kalimantan Selatan Milliani mengatakan, tayangan dari Lembaga Penyiaran perlu diawasi, karena masyarakat sebagai pemilik hakikat frekuensi punya wewenang untuk mengkritisi isi siaran yang ditayangkan. “Sejak awal, kami memprogramkan adanya Kelompok Masyarakat Peduli Siaran di setiap kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Selatan. Dari 13 kabupaten/kota yang belum membentuk KMPS, tinggal tiga yang belum yakni Hulu Sungai Utara, Kota Baru dan Tanah Baru. Semoga yang belum ada segera terbentuk,” katanya. 

Selain acara pelatihan juga dilakukan pelantikan Kelompok Masyarakat Peduli Siaran yang dihadiri oleh unsur pimpinan daerah, kepolisian, dan TNI. Pemateri pelatihan berasal dari berbagai instansi dan tokoh dari bidangnya masing-masing, seperti KPI Pusat, Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, praktisi media Banjar TV dan KPI Daerah Kalimantan Selatan. (MY)

Jakarta - Rapat Pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia (Rapim KPI) 2014 berakhir dan menghasilkan beberapa keputusan. Keputusan dalam Rapim KPI bersifat rekomendasi yang akan menjadi acuan utama kegiatan KPI Pusat bersama KPI Daerah yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Selain itu keputusan Rapim akan menjadi bahasan utama dan bakal keputusan yang akan disahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan.

Berikut hasil Rapat Pimpinan KPI 2014 yang disahkan pada hari , Rabu, 3 September 2014, mulai pukul: 20.00 WIB bertempat di Mercure Convention Centre Ancol, Jakarta, sebagai berikut:

I. Bidang Kelembagaan:

  1. Memberikan mandat KPI Pusat dengan melibatkan KPI Daerah untuk memulai menyusun konsep Rating Alternatif;
  2. Memberi mandat KPI Pusat dengan melibatkan KPI Daerah untuk memulai menyusun konsep tentang Standar Kompetensi Profesi di Bidang Penyiaran;
  3. Memberikan mandat KPI Pusat dengan melibatkan KPI Daerah melakukan pengkajian penguatan Kelembagaan KPI;
  4. Memberikan mandat KPI Pusat dengan melibatkan KPI Daerah untuk melakukan FGD dalam rangka menyusun Naskah Akademik tata hubungan KPI Pusat dan KPI Daerah terkait Rancangan Undang-Undang Penyiaran dengan melibatkan pakar di bidangnya; dan
  5. Memberikan mandat KPI Pusat dengan melibat KPI Daerah untuk membuat program gerakan nasional untuk memperkuat kelembagaan KPI melalui revisi Undang-Undang Penyiaran kepada Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Komisi I DPR RI periode tahun 2014 – 2019.

II. Bidang Isi Siaran:

  1. Mengamanatkan kepada KPI Pusat dan KPI Daerah untuk mematangkan rumusan penyempurnaan P3SPS dengan melibatkan stakeholder terkait, untuk kemudian disahkan dalam Rakornas tahun 2015 setelah melalui uji publik;
  2. Terkait dengan pengawasan pelaksanaan Pilkada, mengharapkan kepada KPI Daerah untuk membentuk Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Penyiaran, Pemberitaan dan Iklan Kampanye/Politik bersama KPU dan Bawaslu di daerah dengan mengacu kepada ketentuan perundangan yang berlaku; dan
  3. Merekomendasikan kepada DPR RI dan pemerintah mengenai perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Penyiaran, Undang-Undang tentang Pemilu, Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Undang-Undang tentang Pemilihan Presiden agar mengatur secara lebih jelas, adil dan tegas tentang penyiaran pemilu, terutama menyangkut pengaturan iklan kampanye/kampanye dan penyiaran hasil hitung cepat, dengan keterlibatan aktif KPI di dalam pembahasan undang-undang tersebut.

III. Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran: 

  1. Menegaskan kembali rekomendasi sebelumnya sampai Rapim 2014 sebagai berikut: a) Berkenaan format siaran: i) Penetapan format siaran penting sebagai alat awal menjaga diversity of content, mulai dari permohonan perizinan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan penyiaran; ii) Penetapan format siaran sebesar-besarnya memberi manfaat/keuntungan bagi semua pemangku kepentingan penyiaran; iii) Format siaran harus berbasis keseimbangan minat, kepentingan dan kenyamanan publik, dan memperhatikan kekosongan/kejenuhan pasar (supply-demand) program siaran; iv) Memberi mandat kepada KPI Pusat untuk mengeluarkan pedoman (surat edaran) mengenai petunjuk pelaksanaan/teknis penentuan format siaran. b) Berkenaan pengaturan khusus penyiaran berlangganan: Penetapan draf Keputusan KPI tentang Rekomendasi Perizinan dan Pengawasan Penyelenggaraan Penyiaran Berlangganan menjadi Keputusan KPI sesuai rekomendasi Rakornas 2014.
  2. KPI Pusat dan KPI Daerah melakukan koordinasi dengan Pemerintahan Daerah dalam hal penataan dan pembinaan Lembaga Penyiaran Berlangganan Kabel.
  3. Selama proses pengembangan instrumen survey Minat, Kepentingan dan Kenyamanan Publik (MKK) perlu diupayakan persiapan pelaksanaan survei MKK di setiap Provinsi.
  4. Memberi mandat kepada KPI Pusat dan KPI Daerah untuk menegakkan sanksi bagi LPS Berjaringan yang belum melaksanakan konten lokal 10% hingga 23 Agustus 2014 sesuai dengan ketentuan P3SPS.

IV. Bidang Kesekretariatan:

  1. Rapat pimpinan KPI 2014 mendukung restrukturisasi kesekretariatan KPI Pusat menjadi Sekretariat Jenderal dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran;
  2. Untuk lebih menguatkan peran dan fungsi sekretariat KPI Pusat dan KPI Daerah, perlu berkoordinasi dengan Kementerian terkait seperti Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN, Kemendagri dan Kemenkominfo.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan Sanksi Adminitratif Teguran Tertulis Kedua untuk program siaran “Pose” (MNC TV), “Insert Siang” (Trans TV), “Halo Selebriti” (SCTV), dan “Kiss” (Indosiar). Surat teguran kepada empat lembaga penyiaran dilayangkan pada Selasa, 3 September 2014.

KPI menilai tayangan tersebut tidak mengindahkan ketentuan penghormatan terhadap hak privasi. Dalam keputusan KPI, keempat program tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Penyiaran (SPS) KPI Pasal 13 ayat (1), (2), dan Pasal 14 Huruf a, b, e, g, dan h.  

Penjatuhan sanksi kepada empat lembaga penyiaran, karena menayangkan pemberitaan kehidupan pribadi pasangan artis Asmirandah dan Jonas Rivano yang dikabarkan terlilit hutang miliaran rupiah. Selain itu, dalam temuan dan analisa KPI, siaran tersebut menjurus pada fitnah, penyesatan, dan pembunuhan karakter.

Dalam Surat Teguran KPI juga menyebut kalimat yang dimaksud dalam tayangan tersebut, “Pasangan muda tersebut alami kebangkrutan dan jatuh miskin... bahkan buntut dari hutang tersebut, wanita yang kerap dipanggil Andah itu dikabarkan telah menjual rumah mewah yang berada di kota wisata Cibubur dan 1 (satu) unit mobil Alphard miliknya untuk melunasi hutang sang suami.”

Penjatuhan sanksi Sanksi Adminitratif Teguran Tertulis Kedua kepada empat lembaga penyiaran itu karena sebelumnya sudah diberikan surat Teguran Tertulis Pertama pada 11 Februari 2014. Selain itu KPI dalam surat tegurannya menyampaikan akan terus melakukan pemantauan dan meningkatkan sanksi yang lebih berat bila mengabaikan P3 dan SPS dalam program siarannya.

Jakarta - Rapat Pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia (Rapim KPI 2014) ditutup pada Rabu malam, 03 September 2014. Acara terakhir adalah persidangan evaluasi hasil. Pimpinan sidang dipimpin oleh penanggung jawab acara, Bekti Nugroho. Selain itu juga didampingi oleh seluruh Komisioner KPI Pusat.

Dalam pembukaan, Bekti yang juga Komisioner KPI Pusat, meminta kepada masing-masing bidang di KPI memapaparkan hasil rekomendasinya untuk diputuskan pada Rapat Koordinasi Nasional 2015. "Silahkan masing-masing bidang menyampaikan rekomendasinya yang nanti akan menjadi hasil Rapim tahun ini. Setelah itu kita buka untuk peserta," kata Bekti membuka persidangan yang berlangsung di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta.  

Ada empat bidang yang menyampaikan rekomendasinya dan dibacakan oleh perwakilan bidang. Pembacaan Bidang Isi Siaran dipaparkan oleh Koordinator Isi Siaran KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin. Kelembagaan oleh Fajar Arifianto Isnugroho, Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran oleh Danang Sangga Buana, dan terakhir dari Bidang Sekretariat dibacakan oleh Budi Taruna.

Seusai pemaparan, semua peserta diminta masukan atas rekomendasi yang telah dihasilkan. Terjadi diskusi alot saat pembahasan hasil rekomendasi dari masing-masing bidang oleh peserta. Peserta Rapim adalah seuruh unsur pimpinan KPI Pusat dan KPID dari 33 provinsi di Indonesia.

Setelah menyepakati hasil rekomendasi dari masing-masing bidang, fasilitator meminta penandatangan hasil Rapim oleh perwakilan peserta. Persetujuan dan kesepakatan hasil Rapim dilakukan dengan simbolik yang ditandatangi oleh tiga perwakilan KPID yang terbagi dalam tiga wilayah Indonesia, Barat, Tengah dan Timur. Penandatangan simbolik dari Wilayah Indonesia Bagian Barat diwakili oleh Pimpinan KPID Sumatera Utara, Wilayah Indonesia Tengah oleh Pimpinan KPID Kalimantan Tengah, dan Wilayah Indonesia Timur oleh Pimpinan KPID Sulawesi Barat, dan dikeputusan hasil disahkan oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan.

Usai pengesahan, Judhariksawan mengatakan, hasil Rapim KPI 2014 yang berupa rekomendasi dan pengesahannya akan dilakukan pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas). Menurut Judha, pelaksanaan Rakornas 2015 akan berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan. Sebelum menutup acara, Judha menyatakan, agar seluruh pimpinan KPI menjaga semangat dalam menjalankan amanah publik yang diemban.

"Saya atas nama pimpinan KPI Pusat mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta atas partisipasi dan dukungannya. Semoga ini menjadi momentum bagi kita semua untuk memperkuat kelembagaan KPI dan menguatkan semangat untuk mengemban amanah publik dalam ranah penyiaran," ujar Judha.

Jakarta - Terbangunnya masyarakat demokratis dan pertumbuhan industri penyiaran seperti yang disebut regulasi sebagai tujuan terselenggaranya penyiaran nasional, bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), baik pusat dan daerah, harus memerankan diri sebagai agen intelektual  yang mengontrol semua proses demi tercapainya semua tujuan penyiaran nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, dalam Seminar “Mewujudkan Peran Lembaga Penyiaran yang Netral dan Berimbang Untuk Menjamin Masyarakat Memperoleh Informasi yang Benar dan Berkualitas”, yang diselenggarakan dalam rangka Rapat Pimpinan (RAPIM) KPI 2014, di Ancol (3/9).

Menurut Mahfudz, tantangan KPI sebagai regulator penyiaran ke depan memang semakin berat. Dirinya mencermati empat fenomena yang mempengaruhi realitas dunia penyiaran saat ini. Fenomena pertama adalah booming industri yang dipicu salah satunya oleh kemajuan teknologi komunikasi informasi. Yang kedua adalah dunia penyiaran yang sedang menuju sistem oligopoli, sebuah fenomena yang lebih dulu terjadi di negara maju. Konsentrasi kepemilikan media ini punya implikasi secara politik dan ekonomi. Seperti di Amerika Serikat misalnya, para pemilik media punya kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar dalam mempengaruhi kebijakan negara dan landscape sosial masyarakatnya.

Selanjutnya adalah fenomena saat politik dan media melakukan sebuah koalisi. “Hal ini sudah kita rasakan saat pemilu legislatif dan pemilu presiden lalu”, ujarnya. Saat ini, hampir mustahil kegiatan politik dipisahkan dari media massa. Media massa dalam komunikasi politik ini bukan hanya sebagai transmiter tetapi telah mengambil fungsi bersama sebagai sender. Fenomena keempat, proses progresif dari pembentukan budaya massa (pop culture). 

Fenomena ini adalah sebuah realitas yang harus dihadapi KPI dalam tugasnya menjaga dunia penyiaran. Karenanya, Mahfudz berpesan, KPI jangan terjebak dengan masalah-masalah teknis penjatuhan sanksi, melainkan harus ikut mulai memikirkan bagaimana model rekayasa sosial untuk mencapai tujuan penyiaran. Mahfudz meminta KPI dan KPID eksis mengambil peran sebagai agen intelektual tanpa perlu merasa dibatasi dengan baju kewenangan. “Mungkin kalau KPID merasa terlalu kecil mempunyai kapasitas, tetapi sesungguhnya Tuhan telah memberi kita kemampuan berpikir dan merekayasa suatu pemikiran baru untuk memperbaiki keadaan”, ujarnya. 

Sementara itu menurut Ashadi Siregar, pengamat komunikasi yang juga hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut, menilai bahwa rekayasa sosial harus melibatkan dua elemen. Yakni negara lewat legislasi, dan masyarakat dengan gerakan sosialnya. Ashadi juga menilai gagasan Mahfudz Siddiq patut dipikirkan lebih jauh. “Sudah saatnya berpikir lebih sistemik. Konten siaran yang saat ini penuh dengan limbah, disebabkan limbah yang sudah ada sejak hulu”, ujarnya. Karenanya perbaikan itu harus dilakukan lebih sistematis dan terekayasa.

Pembicara lain yang hadir memberikan materi adalah Imam Wahyudi dari Dewan Pers. Pada kesempatan tersebut Imam mengakui ada penurunan profesionalisme, akibat permintaan wartawan yang semakin tinggi. Seharusnya, ujar Imam, ada pilar lain yang menopang profesionalisme wartawan, salah satunya organisasi profesi. Sayangnya, setelah era reformasi, wartawan tidak lagi diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan. Padahal, ujar Imam, dengan adanya organisasi profesi ini jika ada wartawan yang melanggar kode etik maka bisa dipecat. 

Selain itu Imam juga melihat bahwa masyarakat sebagai pemilik sah dari frekuensi ini, tidak cukup aware dengan media. “Hak mereka begitu besar terhadap frekuensi, tapi mereka tidak melakukan protes ketika isi media bermasalah, termasuk juga pemerintah dan elemen yang lain”, ujarnya. Terakhir Imam memandang perlu ada revisi atas regulasi penyiaran, terutama Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang membuka kemungkinan konsentrasi kepemilikan lembaga penyiaran. Selebihnya, menurut Imam, yang penting menegakkan aturan yang ada tanpa perlu membuat aturan baru. 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.