Bandung – Menyikapi kondisi kelembagaan dan penganggaran bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah saat ini, KPI Pusat mengundang tiga kementerian terkait untuk mendapatkan solusi terbaik atas struktur kelembagaan dan sistem penganggaran KPID yang lebih baik. Dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (Focuss Group Discussion) yang bertajuk “Klasterisasi Penganggaran KPID”, KPI Pusat menghadirkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kementerian Keuangan, (29/9).

Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan, Made Sunarsa menyampaikan, pemerintah saat ini sangat memberikan perhatian dalam mendukung iklim penyiaran di Indonesia. Ini dibuktikan dengan kebijakan digitalisasi penyiaran untuk memberikan pelayanan siaran yang lebih berkualitas dan merata di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap KPI sebagai regulator dan pengawas siaran harus kuat, mampu menjalankan kewenangan, tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang Undang no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 

KPI Pusat dan KPI Daerah diharapkan memiliki bargaining yang tinggi mengingat digitalisasi penyiaran akan berpengaruh terhadap industri penyiaran. Namun, tambahnya, peran dan tugas yang harus diemban oleh KPI, tentu harus diiringi dengan dukungan optimal baik dari sisi anggaran maupun dari sisi kelembagaan. Made menambahkan, dengan penganggaran melalui mekanisme hibah saat ini, beberapa daerah mengalami kendala terkait anggaran.”Diantaranya ketidakstabilan jumlah anggaran, dan pengaruh  politis di daerah masing masing”, ujarnya. 

“Oleh karena itu kita hadir bersama dalam diskusi ini untuk bisa mencarikan solusi terbaik, meminta kepada kementrian terkait agar ada formula atau skema anggaran yang tepat untuk KPID agar dapat menjalankan kewenangan dan beban tugas secara optimal sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang,” tutupnya.

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, permasalahan anggaran KPI Daerah berawal dari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 282 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Kemudian terbit Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang selanjutnya menimbulkan dinamika dalam penganggaran KPI Daerah karena status anggaran KPI Daerah selanjutnya adalah Hibah. 

“Kondisi disharmoni dapat dilihat dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang mengakibatkan status kelembagaan dan penganggaran KPI menjadi kurang stabil sebagai lembaga negara yang independen,” katanya. 

Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda, Kementerian Dalam Negeri, Hilman Rosada mengatakan pemetaan hingga alokasi anggaran untuk setiap perangkat daerah ditentukan berdasarkan target kinerja pelayanan publik masing-masing urusan pemerintahan. Kinerja yang dimaksudkan meliputi fokus pada prioritas tupoksi kerja yang telah ditetapkan wajib masuk dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Ke depan Hilman berharap adanya sebuah pertemuan lanjutan dari diskusi hari ini secara komprehensif terkait pola pengalokasian anggaran KPI Daerah dengan pejabat terkait di lingkungan Kemendagri, KemenpanRB dan Kemenkeu. Kami berharap ada peran-peran yang bisa dikontribusikan dari kami untuk membantu penganggaran di daerah yang lebih baik, ujarnya. Untuk jangka pendek, pimpinan KPI Pusat dapat menindaklanjuti pertemuan hari ini dengan surat edaran bersama, jika dimungkinkan. Hilman menambahkan jika ada detail angka yang bisa dibantu oleh kementrian keuangan, maka itu akan lebih baik. “Kami berharap rumusan dan analisa beban kerja KPID dapat dikuatkan dengan sebuah aturan yang mengikat kepada pemerintah tiap provinsi,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Ahli Pertama, Kementerian PAN RB, Nana Narundana memandang KPI merupakan lembaga non struktural (LNS) yang dalam hubungan kelembagaan dan kerja tidak jauh dari Presiden, sebagai pimpinan eksekutif. Mekanisme atas dukungan penguatan manajemen organisasi melalui penambahan pengaturan personalia di KPI Daerah diharapkan Gubernur bisa mendelegasikan ASN pada secretariat KPI daerah. Lebih lanjut, secara spesifik KemenPANRB mendukung penguatan manajemen organisasi melalui personalia KPI Daerah. 

“Subtansinya, setiap lembaga negara harus mendapat support kelembagaan, tentu didasarkan atas prisnsip proporsional dan professional sesuai dengan beban kerja dan kinerja lembaga. Tidak mungkin lembaga dapat berjalan baik tanpa ada dukungan yang layak. Namun tetap harus diingat harus sesuai dengan beban kerja dan sesuai dengan regulasi yang ada” katanya. 

Hadir sebagai pembicara terakhir, Kepala Subdirektorat Anggaran Bidang Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Keuangan, Suyadi mengungkapkan kedudukan KPID sesuai Undang-Undang (Penyiaran dan keuangan) otomatis menjadi domain daerah. Jika dilihat dari sisi penganggaran maka, secara regulasi KPID menjadi bagian dari sekretariat daerah provinsi. Atas diskusi yang berkembang, Suyadi  menilai perlunya membuat sebuah formula anggaran minimal KPID dengan klasifikasi kewajiban dan beban kerja untuk  anggaran masing masing daerah yang dialokasikan. 

“Dari Kementerian Keuangan, setelah menyimak diskusi ini, kami akan koordinasikan dengan bidang khusus yang akan menghitung berapa anggaran minimal yang seharusnya diberikan kepada KPI Daerah, dengan berbagai pertimbangan seperti, jumlah penduduk Provinsi Daerah masing masing, luas wilayah kerja dan jumlah lembaga penyiaran yang diawasi serta kekuatan APBD tiap daerah, kami berharap ini bisa dihitung” Kata Suyadi

Turut hadir dalam diskusi tersebut diantara Sekretaris KPI Pusat, Umri, Tim Klasterisasi Penganggaran KPI Daerah yang terdiri dari  Wakil Ketua KPID Provinsi Riau, Hisam Setiawan, Ketua KPID Provinsi Lampung, Budi Jaya, Ketua KPID Provinsi Banten, Haris H. Witharja, dan Ketua KPID Provinsi Jawa Timur, Imanuel Yosua.  (Syahrullah)

 

Jakarta -- Tim Seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) Periode 2023-2026 menyatakan akan memilih calon-calon Anggota KPID yang berkualitas sebelum diserahkan ke Komisi A DPRD Sulsel untuk di uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Karenanya, Timsel memastikan seluruh proses seleksi berkas administrasi hingga wawancara calon akan selektif, ketat dan transparan.

Hal itu disampaikan Ketua Timsel Calon Anggota KPID Sulsel Suparno, saat kunjungan kerja sekaligus konsultasi ke KPI Pusat, Rabu (27/9/2023). Dalam kunjungan itu, seluruh anggota Timsel ikut menyertai. Timsel beranggotakan 5 orang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, praktisi penyiaran dan Anggota KPI Pusat. 

"Kita ingin mendapatkan KPID yang berkualitas, kreatif, memahami penyiaran dan memang dibutuhkan untuk penyiaran di Sulawesi Selatan. Jadi kami akan serahkan calon yang berkualitas ke Komisi A DPRD," katanya di hadapan Ketua KPI Pusat Ubaidillah serta Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan dan Aliyah yang menerima kunjungan itu.

Saat ini, lanjut Suparno, proses pendaftaran calon Anggota KPID Sulsel Periode 2023-2026 telah dibuka dan akan ditutup pada 18 Oktober 2023. Pendaftaran dibuka untuk umum dengan sejumlah syarat yang mesti dipenuhi. Timsel juga telah berkoordinasi dengan PJ Gubernur Sulsel dan DPRD Provinsi. 

"Disini kami juga ingin menyampaikan pertanyaan dari masyarakat terkait calon pendaftar yang memiliki media. Apa yang harus kami lakukan," tanya Suparno.

Menjawab pertanyaan itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, meminta agar setiap pendaftar calon Anggota KPID untuk menyertakan surat keterangan yang menyatakan tidak terkait dengan kepemilikan media, bekerja di media atau partai politik. "Jadi jika ada yang bekerja di media, mereka harus mengundurkan diri. Mereka juga tidak boleh terafiliasi dengan kepentingan tertentu," katanya.

Dalam kesempatan itu, Ubaidillah meminta Timsel untuk memberi perhatian pada perwakilan perempuan di KPID. Menurutnya, keberadaan perempuan sangat penting untuk menentukan arah kebijakan khususnya terkait persoalan anak dan perempuan dalam penyiaran. "Ini harus jadi perhatian dan penting," ujarnya yang juga diamini Aliyah dan Muhammad Hasrul Hasan 

Adapun nama-nama Timsel calon Anggota KPID Sulsel Periode 2023-2026 yakni Andi Winarno Eka Putra (Kadis Kominfo Pemprov Sulsel ), A. Lukman Irwan, Arief Wicaksono (Akademisi), Suparno (Praktisi Penyiaran) dan Aliyah (perwakilan dari KPI Pusat). ***/Foto: Agung R

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan ke 48 di Kantor KPI Pusat, Jakarta, Senin (25/9/2023) hingga Rabu (27/9/2023). Sebanyak 40 peserta ikut dalam kegiatan yang menjadi agenda reguler KPI Pusat dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) penyiaran di tanah air. 

Saat membuka kegiatan, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, menyampaikan isu-isu yang sering diperbicangkan (di media sosial) masyarakat akhir-akhir ini. Isu itu menyangkut masalah lingkungan dan politik. Menurutnya, dua hal ini menjadi penting dan menarik karena berhubungan dengan eksistensi manusia dalam hal ini warga negara. 

“Hal ini akan mendorong perdebatan yang sehat atau mungkin tergelincir pada arus disinformasi. Karena itu, keberadaan sekolah P3SPS ini menjadi penting lantaran pesertanya merupakan subyek aktif dalam dunia penyiaran. Selain itu, penyiaran dalam hal ini menjadi media yang mempunyai otoritas dalam tata kelola informasi,” kata Ubaidillah.

Ditambahkannya, pemahaman tentang regulasi penyiaran melalui kegiatan sekolah P3SPS sangat penting. Penguasaan aturan ini akan membentuk SDM yang kreatif dengan karya yang positif juga aman. 

“Kita harapkan kegiatan ini jadi penguatan kapasitas dan kapabilitas  peserta sehingga cakap memahami regulasi dan peka terhadap isu-isu yang bersinggungan langsung dengan kebutuhan publik,” ujar Ubaidillah.

PIC Sekolah P3SPS sekaligus Anggota KPI Pusat Tulus Santoso, berharap agar kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pedoman penyiaran. “Selama tiga hari ini, akan diisi pemaparan materi dari komisioner KPI mengenai P3SPS. Semoga semua peserta dapat memanfaatkannya dan lulus,” tuturnya.

Di hari pertama, para peserta menerima materi tentang siaran jurnalistik, mistik, horror, supranatural, program siaran iklan dan penghormatan terhadap nilai-nilai yang berlaku. Materi tersebut disampaikan Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa dan Amin Shabana. ***/Foto: Agung R

 

 

 

 

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Banten tengah menyiapkan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran. Perda ini diharapkan akan memperkuat posisi Banten baik dari sisi penataan penyiaran maupun ekonomi. 

Hal ini diungkapkan Ketua Komisi I DPRR Banten Jazuli Abdillah, saat kunjungan kerja dalam rangka konsultasi ke KPI Pusat, Senin (25/9/2023). Dalam kunjungan itu, Ia didampingi Anggota KPID Banten. 

“Perda ini produk bersama. Kita sudah diskusi di Banten sejak 2022 lalu. Perda ini menjadi fokus di Komisi I DPRD Banten. Kita pun sudah identifikasi kebutuhannya dengan bantuan dari mitra kerja kami yakni KPID. Konsultasi juga dalam rangka menguatkan argumentasi kami,” kata Jazuli.

Ungkapan senada turut disampaikan Ketua KPID Banten Haris H Witharja. Menurutnya, posisi Banten harus diperkuat agar tidak melulu menjadi daerah paparan dari siaran yang berasal dari Jakarta. 

“Kalau kita tidak perkuat, posisi Banten tetap saja sama seperti sekarang hanya sebagai market saja. Bagaimana tidak, wilayah kota Serang yang merupakan wilayah siaran sendiri justru menerima siaran dari wilayah Jakarta. Ini merugikan daerah karena UU penyiaran menyatakan siaran harus jaringan. Daerah punya hak 10% untuk konten lokal dan hak ini harus didesak,” jelas Haris.

 

Bahkan, lanjut Haris, dalam perda ini akan memuat sanksi bagi yang tidak mengikuti aturan. “langkah ini akan memacu sektor ekonomi di daerah, baik itu di sektor kreatifitasnya ataupun sektor ekonomi lainnya. Perda ini diharapkan akan memberikan kemanfaatan besar bagi masyarakat dan pembangunan di Banten,” tuturnya.

Menanggapi rencana ini, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa menyatakan dukungan dan apresiasinya. Menurut Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, terbitnya perda dapat mendorong pengembangan penyiaran di daerah dalam menghadapi era digitalisasi. 

“Baru ada dua provinsi yang memiliki perda penyiaran antara lain Yogyakarta dan Lampung. Saya yakin perda ini akan berjalan dengan baik di bawah KPID,” katanya yang diamini Anggota KPI Pusat lainnya Tulus Santoso.

Dalam kesempatan itu, I Made Sunarsa meminta agar ketika perda ini sudah terbit untuk disosialisasikan secara massif ke masyarakat. “Mudah-mudahan perda ini memberi kemanfaatan yang besar untuk masyarakat Banten,” tutupnya. ***/Foto: Agung R

 

 

Seoul -- Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) perlu membangun kerjasama yang lebih intensif melalui kolaborasi pembuatan konten. Upaya bersama ini dinilai akan membantu mengkampanyekan nilai dan budaya yang ada di kedua negara.

Usulan itu disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah, dalam acara Internasional Broadcasting Co-production Conference (IBCC) 2023 yang berlangsung di Seoul, Korsel, pekan ini. IBCC merupakan forum konferensi yang diselenggarakan Komisi Komunikasi Korea atau KCC (Korean Communication Commision) untuk mendengarkan secara langsung pengalaman sejumlah negara di Asia tentang perkembangan penyiaran di negaranya. Indonesia ikut diundang dalam konferensi tersebut.

Ia menyatakan penyiaran di Indonesia sangat terbuka dengan nilai-nilai yang saling menguatkan dari masing-masing budaya. Kerjasama pembuatan konten ini akan memperkuat citra baik antar negara tanpa mengurangi nilai-nilai fundamental di masing-masing negara. Selain juga membuka potensi menciptakan peluang yang besar di bidang kreativitas. 

“Ini adalah kesempatan kita, kesempatan antara Indonesia, Korea Selatan, dan negara-negara lain untuk mengkampanyekan budaya bersama-sama melalui kerja sama produksi konten,” kata Ubaidillah. 

Dia juga menceritakan jika Indonesia telah melakukan transisi dari penyiaran analog ke digital. Pelaksanaan siaran digital telah membawa perubahan signifikan pada lanskap penyiaran dan konten. 

“Penghematan alokasi frekuensi melalui digitalisasi telah membuka peluang usaha baru yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha baru. Hal ini telah menyebabkan keterbukaan yang lebih besar dalam perekonomian, menarik pemilik bisnis televisi baru dan usaha lain di bidang telekomunikasi,” jelas Ubaidillah.  

Ubaidillah menyampaikan bahwa kolaborasi memegang peranan penting dalam menjaga keharmonisan di Indonesia. Filosofi hidup ini berakar kuat dari silsilah Pancasila. “Ini adalah salah satu filosofi dan nilai agung yang diturunkan dari kearifan masyarakat Indonesia. Pancasila mendorong inklusivitas dan keterbukaan dalam segala aspek kehidupan,” tuturnya. 

Selain itu, filosofi penyiaran tercermin dalam undang-undang dan peraturan untuk menjamin hal tersebut setiap orang diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan pandangan dan pendapatnya. Melalui informasi Dengan pengelolaan yang baik, kita dapat mencapai keharmonisan dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia,” ujarnya.

Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, menjelaskan tugas dan fungsi KPI berdasarkan UU Penyiaran yang hanya mengawasi penyiaran di platform TV dan radio. Dia juga menyampaikan porsi untuk siaran asing berdasarkan aturan yang berlaku. Tentunya tayangan tersebut harus selaras dengan budaya dan nilai yang ada di Indonesia. 

“Berdasarkan data nielsen, penonton televisi di Indonesia ada sekitar 135 juta orang dari 278 juta total jumlah penduduk. Adapun jumlah lembaga penyiaran ada 1217 TV dan 1975 radio. Tayangan sinetron menjadi tontonan paling favorit ketimbang film, olahraga atau berita,” kata Reza di forum yang sama. ***

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.