Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kedatangan puluhan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Senin, 19 Mei 2014. Mereka secara langsung mendapatkan penjelasan mengenai KPI dan berkesempatan melihat bagian pemantauan langsung KPI Pusat.
Jakarta - Komisioner terpilih Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau periode 2013-2016 berkunjung ke kantor KPI Pusat, Jakarta, pada Rabu, 14 Mei 2014. Hadir dalam kunjungan itu tujuh komisioner terpilih KPID, yakni Zainul Ikhwan, Alnofrizal, Cecep Suryadi, Junaidi, Kheri Sudeska, Novita, dan Tatang Yudiansyah serta Kepala Sekretariat KPID Riau.
Rombongan kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Bidang Infrastuktur dan Sistem Penyiaran Amirudin dan Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Agatha Lily, serta Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang. Pertemuan berlangsung di ruang Rapat KPI Pusat.
Dalam pertemuan itu Komisioner KPID Junaidi menanyakan sistem pengawaan siaran di daerah perbatasan. Junaidi menuturkan, Di Provinsi Riau, siaran televisi dari Singapura dan Malaysia masuk dan bisa diakses warga. Menurutnya, siaran dari negara tetangga itu mempengaruhi pandangan warga dalam banyak hal.
“Apa yang mesti kami lakukan untuk pengawasan di daerah perbatasan ini. Apakah frekuensinya tidak bisa diblokir atau ada aturan lain yang memungkinkan,” kata Junaidi.
Menjawab pertanyaan itu, Amirudin menjelaskan, kebijakan frekuensi Indonesia tidak diperbolehkan blokir luberan frekuensi dari negara tetangga. Menurutnya, Indonesia sudah menerapkan kebijakan ruang udara terbuka (Open sky policy). “Kebijakan itu dalam praktiknya menganggap frekuensi itu sama seperti Hak Asasi Manusia. Jadi luberan frekuensi dari negara tetangga tidak bisa di blokir,” ujar Amirudin.
Menurut Amirudin, untuk meminimalisir dampak luberan frekuensi asing yang diterima masyakarat adalah dengan menguatkan konten siaran lembaga penyiaran Indonesia. Amiruddin yang juga pengajar di Universtas Diponogoro mengusulkan, agar KPID Riau bekerja sama dengan lembaga penyiaran dalam penguatan kapasitas isi siaran khusus untuk perbatasan.
“Kami juga sudah membahas hal ini dengan lembaga terkait khusus untuk penyiaran di wilayah perbatasan. Teman-teman bisa memulainya dengan bekerjasama dengan lembaga penyiaran yang ada di Riau untuk penguatan isi siaran yang dibutuhkan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Riau atau perbatasan,” papar Amirudin.
Agatha Lily, lebih banyak menjelaskan tentang sistem pengawasan isi siaran dari lembaga penyiaran. Mulai dari hal yang bersifat teknis pengawasan dan tersedianya rekaman siaran dari lembaga penyiaran yang diawasi. Sedangkan Maruli Matondang menjelaskan fungsi sekretariat dalam melayani komisioner dalam menjalankan tugas-tugasnya.
ToT Literasi Media Sepakati Rencana Kerja dan Tindak Lanjut
Kendari - Kehadiran program siaran yang berkualitas merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk muncul di di televisi dan radio. Karenanya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan masyarakat harus bersinergi dengan baik, untuk mewujudkan penyiaran yang sehat dan mencerdaskan. Hal ini tertuang dalam rencana kerja dan tindak lanjut Training of Trainers Literasi Media yang diselenggarakan KPI Pusat di Kendari (12-14/5).
Rencana kerja dan tindak lanjut ini diputuskan setelah penyelenggaraan ToT Literasi Media yang mengikutsertakan perwakilan KPID di kawasan timur Indonesia dan perwakilan tokoh-tokoh masyarakat di Kendari.
Dalam acara tersebut, peserta juga menyepakati 7 (tujuh) hal yang menjadi rencana kerja dan tindak lanjut ToT ini. Yaitu menginisiasi terbentuknya kelompok masyarakat yang kritis terhadap penyiaran untuk mendukung Gerakan Masyarakat Sadar Media, memperkuat sinergi antar kelompok masyarakat dengan KPI, memperbanyak program kerja literasi media di daerah, mendesak pemerintah untuk menjadikan literasi media sebagai kurikulum di sekolah, membuat media sosialisasi tentang penyiaran yang sehat dan mencerdaskan, mendesak komisi I DPR RI untuk memperkuat kewenangan KPI dalam revisi undang-undang penyiaran, dan mendesak lembaga penyiaran agar membuat mekanisme internal dalam pembuatan program siaran yang sehat dan mencerdaskan.
Koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat, Bekti Nugroho mengatakan, bagaimanapun juga sinergi antara KPI dan masyarakat merupakan keharusan untuk memperbaiki kualitas muatan program baik di televisi ataupun radio. Dirinya meyakini, kualitas penyiaran yang baik akan memberikan efek yang positif pula terhadap perbaikan kualitas masyarakat.
Pembicara yang hadir dalam acara ini adalah Oheo Sinapoy (Komisi I DPR RI), Imam Wahyudi (Dewan Pers) dan Christina Chelsia Chan (Yayasan 28), serta komisioner KPI Pusat, Judhariksawan, Danang Sangga Buwana, Fajar Arifianto, dan Rahmat Arifin.
Lebih lanjut Bekti mengharapkan, usai ToT ini KPID-KPID dapat membentuk kelompok-kelompok masyarakat sadar media yang akan menjadi kepanjangan tangan KPI untuk berperan serta mengawasi muatan penyiaran. Hal ini selaras dengan yang diamanatkan undang-undang penyiaran tentang peran serta masyarakat.
Jakarta - Beberapa bulan terakhir, kekerasan yang menimpa anak-anak dan remaja semakin banyak jumlahnya dan semakin memprihatinkan bahkan kekerasan tersebut terjadi di sekolah dan lingkungan tempat tinggal yang seharusnya aman bagi anak-anak dan remaja. Sejumlah pihak menduga media khususnya televisi sebagai salah satu pemicu munculnya tindak kekerasan tersebut. Sepanjang tahun 2013 sampai dengan April 2014, KPI menerima sebanyak 1600-an pengaduan masyarakat terhadap program sinetron dan FTV yang dianggap meresahkan dan membahayakan pertumbuhan fisik dan mental anak serta mempengaruhi perilaku kekerasan terhadap anak.
Sejak 1 bulan lalu tepatnya tanggal 11 April 2014, KPI telah melakukan evaluasi program sinetron dan FTV yang disiarkan 12 stasiun televisi dalam rangka melakukan pembinaan. Dalam forum evaluasi tersebut hadir juga beberapa production house (PH) yang memproduksi program-program tersebut. Namun demikian, sampai dengan hari ini KPI masih menemukan sejumlah pelanggaran terhadap UU Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Pelanggaran tersebut meliputi: 1. Tindakan bullying (intimidasi) yang dilakukan anak sekolah. 2. Kekerasan fisik seperti memukul jari dengan kampak, memukul kepala dengan balok kayu, memukul dengan botol beling, menusuk dengan pisau, membanting, mencekik, menyemprot wajah dengan obat serangga, menendang, menampar dan menonjok. 3. Kekerasan verbal seperti melecehkan kaum miskin, menghina anak yang memiliki kebutuhan khusus (cacat fisik), menghina orang tua dan Guru, penggunaan kata-kata yang tidak pantas “anak pembawa celaka, muka tembok, rambut besi, badan batako”. 4. Menampilkan percobaan pembunuhan. 5. Adegan percobaan bunuh diri. 6. Menampilkan remaja yang menggunakan testpack karena hamil di luar nikah. 7. Adanya dialog yang menganjurkan untuk menggugurkan kandungan. 8. Adegan seolah memakan kelinci hidup. 9. Menampilkan seragam sekolah yang tidak sesuai dengan etika pendidikan. 10. Adegan menampilkan kehidupan bebas yang dilakukan anak remaja, seperti merokok, minum-minuman keras dan kehidupan dunia malam. 11. Adegan percobaan pemerkosaan. 12. Konflik rumah tangga dan perselingkuhan.
Bahkan program sinetron dan FTV kerap menggunakan judul-judul yang sangat provokatif dan tidak pantas, seperti: Sumpah Pocong Di Sekolah, Aku Dibuang Suamiku Seperti Tisu Bekas, Mahluk Ngesot, Merebut Suami Dari Simpanan, 3x Ditalak Suami Dalam Semalam, Aku Hamil Suamiku Selingkuh, Pacar Lebih Penting Dari Istri, Ibu Jangan Rebut Suamiku, Istri Dari Neraka aka Aku Benci Istriku.
Atas pelanggaran tersebut KPI menyatakan 10 sinetron dan FTV BERMASALAH dan TIDAK LAYAK DITONTON: 1. Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda – RCTI 2. Sinetron Pashmina Aisha – RCTI 3. Sinetron ABG Jadi Manten – SCTV 4. Sinetron Ganteng-Ganteng Serigala – SCTV 5. Sinetron Diam-Diam Suka – SCTV 6. Sinema Indonesia – ANTV 7. Sinema Akhir Pekan – ANTV 8. Sinema Pagi – Indosiar 9. Sinema Utama Keluarga – MNC TV 10. Bioskop Indonesia Premier– Trans TV
Atas dasar itu, KPI dengan tegas menyatakan: 1. Stasiun televisi segera memperbaiki sinetron dan FTV tersebut. 2. Production House (PH) agar tidak memproduksi program sinetron dan FTV yang tidak mendidik. 3. Kepada orang tua tidak membiarkan anak menonton program-program tersebut. 4. Anak-anak dan remaja agar selektif dalam memilih tayangan TV dan tidak menonton sinetron dan FTV yang bermasalah. 5. Lembaga pemeringkat Nielsen agar tidak mengukur program siaran hanya berdasarkan pada penilaian kuantitatif semata. 6. Perusahaan pemasang iklan agar tidak memasang iklan pada program-program bermasalah tersebut.
KPI akan memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran dalam program-program tersebut. Terhitung sejak release ini dikeluarkan, KPI Pusat akan menindak tegas stasiun televisi yang tidak melakukan perbaikan. Kami meminta pertanggungjawaban pengelola televisi yang meminjam frekuensi milik publik agar tidak menyajikan program-program yang merusak moral anak bangsa. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat akan mengeluarkan daftar nama-nama tayangan sinetron dan film televisi (FTV) bermasalah dan tidak layak tonton. Tayangan tersebut diduga sebagai salah satu pemicu yang menyebabkan tindak kekerasaan di kalangan anak-anak serta remaja meningkat yang terjadi akhir-akhir ini.
Rencananya, KPI akan merilis daftar nama tayangan sinetron dan FTV bermasalah pada Rabu, 14 Mei 2014, pukul 11.00 WIB. ***
Mohon sebesar besarnya untuk boikot acara tersebut. Krna menampikan tayangan tidak mendidik. Menebar kebencian. Menggunjing artis Demi cuan. Singkat padat saya sampaikan
Terima kasih