- Detail
- Dilihat: 11955
Batam - Dalam rangka membentuk masyrakat melek media. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Literasi Media yang bertajuk “Sinergi KPI dan Masyarakat Mewujudkan Penyiaran yang Sehat dan Mencerdaskan”.
Pelaksanaan training berlangsung selama tiga hari, yakni pada 17, 18, dan 19 Juni 2014 di Hotel Planet Holiday, Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Peserta training berasal dari perwakilan masyarakat dari berbagai daerah, kemudian perwakilan dari Komisi Penyiaran Indonesia dari berbagai daerah.
Adapun pemateri pada hari pertama dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Kepulauan Riau Putu Elvina Gani, Komisioner KPI Pusat Bidang Isi Siaran Agatha Lily, dan moderator Komisioner KPID Kepulauan Riau M. Aminuddin.
Dalam paparannya Elvina Gani mengatakan perkembangan teknologi informasi saat ini begitu pesat termasuk dalam dunia penyiaran. Tiap orang dengan mudah bisa mengakses informasi dan hiburan dari banyak channel televisi. Padahal, menurutnya televisi memiliki pengaruh yang besar terhadap anak dan orang tua jika tidak ada kontrol terhadap program siarannya.
“Saat ini televisi bukan lagi menjadi barang mewah. Tapi sampai sejauh mana tanggung jawab masyarakat sebagai pemilik frekuensi terhadap perlindungan anak,” kata Elvina Gani dalam paparannya dalam pelatihan di hari pertama, Selasa, 17 Juni 2014.
Selaku pelaku yang bergerak pada bidang perlindungan anak, Elvina menjelaskan, dalam Undang-undang Anak, terdapat 31 hak anak-anak. Salah satunya, anak-anak berhak mendapatkan informasi yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhannya.
Selain itu, Elvina juga menjelaskan contoh tayangan lembaga penyiaran yang program acaranya tidak layak tonton oleh anak. Menurutnya, dalam Undang-undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) di dalamnya meminta kepada lembaga penyiaran dalam program acaranya mengedepankan perlindungan anak saat jam-jam menonton ana-anak.
Tuntutan itu kepada lembaga penyiaran, menurut Elvina karena saat acara di lembaga penyiaran menunjukkan program acaranya memperlihatkan anak-anak menjadi objek atau sasaran siaran. “Padahal anak-anak adalah peniru yang ulung, lebih bagus dari salinannya. Baik itu secara visual, auditorik, kinestetik. Kemampuan kinestetik anak yang sering nonton televisi sangat kurang dan itu mempengaruhi cara anak dalam belajar,” ujar Elvina.
Selain itu, Elvina menjelaskan, dari hasil penelitiannya terdapat dampak negatif terhadap anak yang terlalu banyak menonton televisi. Ini tidak lain karena program acara televisi juga mempengaruhi pembelajaran, motivasi, energi, bahasa yang paling cepat ditiru, model peran, emosi dan pola hubungan.
Untuk menjaga hak-hak anak dalam dunia penyiaran, Elvira merekomendasikan agar konten media ramah kepada anak. Selain itu bimbingan anak saat menonton juga sangat dibutuhkan. Untuk menjaga semua itu, menurutnya, dibutuhkan sosialiasi yang terus menerus atas hak-hak anak kepada keluarga dan masyarakat yang lebih luas.