Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran memerhatikan pasal-pasal dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) tentang penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, ras, agama, dan Antargolongan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Rahmat Arifin usai menemui artis Asmirandah yang datang ke kantor KPI Pusat bersama kuasa hukumnya, Afdal Zikri pada Rabu, 29 Januari 2014.
 
Kedatangan artis yang biasa disapa Andah ini menyampaikan keluhan atas pemberitaan beberapa lembaga penyiaran terkait keyakinan yang dianutnya saat sekarang. Menurut Asmirandah, beberapa program acara itu dianggap mulai mengarah pada masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan itu mengganggu hak pribadinya.
 
Kunjungan Asmirandah juga diterima komisioner bidang pengawasan isi siaran lainnya, Agatha Lily. Menurut Lily, KPI sudah memberikan surat edaran yang menjelaskan pelanggaran lembaga penyiaran yang menayangkan alasan perpindahan agama seseorang secara eksplisit. KPI sendiri juga menerima aduan serupa dari masyarakat untuk figur publik yang berbeda.
 
Dalam Pasal 6 ayat 1 SPS menyebutkan, program siaran wajib mengormati perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan atau kehidupan sosial ekonomi. Sedangkan larangan menyajikan alasan perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang terdapat pada pasal berikutnya.
 
KPI menilai penayangan siaran tentang pernikahan Asmirandah dan Jonas Rivano yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi beberapa waktu lalu, khususnya program infotainment dapat menimbulkan dampak negatif atas kerukunan umat beragama. Lily berharap, edaran yang dikeluarkan KPI terkait tayangan yang berpotensi menimbulkan pertentangan SARA di masyarakat itu dapat dipatuhi. “Saya berharap lembaga penyiaran kelak semakin bijak dalam menyiarkan informasi dengan menghormati privasi dan keberagaman SARA. Mengingat agama adalah masalah hak asasi manusia yang hakiki dan dijamin oleh kontitusi”, paparnya.

Jakarta – Stasiun RCTI menghormati keputusan sanksi administratif yang diberikan KPI Pusat atas pengurangan durasi waktu tayang program “Dahsyat” selama 30 menit. Mereka akan menjalani pelaksanaan sanksi itu pada 29, 30, dan 31 Januari 2014. Demikian disebutkan dalam surat jawaban RCTI kepada KPI Pusat, Kamis, 23 Januari 2014, yang ditandatangani Syaril Nasution, Director of Corporate Affair RCTI.

Selainitu, RCTI meminta maaf atas penundaan pelaksanaan sanksi yang sedianya dimulai pada Senin, 27 Januari 2014. Menurut RCTI, penundaan pelaksanaan dikarenakan mereka harus menyiapkan program pengganti untuk mengisi dengan durasi yang sama dengan sanksi pengurangan durasi yakni 30 menit.

Mengenai permintaan maaf yang harus dilakukan RCTI kepada pemirsa, hal itu akan dielaborasi dalam skenario program dalam masa pelaksanaan sanksi tersebut.

Sementarai tu, dari laporan bagian pemantauan KPI Pusat, sejak Rabu kemarin, 29 Januari 2014 hingga Kamis pagi ini, 30 Januari 2014,  waktu siaran program “Dahsyat” telah berkurang 30 menit. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta kepada lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan iklan politik dan/ atau pemilihan umum (baik iklan calon presiden dan wakil presiden maupun peserta pemilu) di luar jadwal kampanye yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, di kantor KPI Pusat (24/1).

Menurut Judha, keputusan itu diambil KPI dengan pertimbangan bahwa penyiaran iklan-iklan politik, baik yang telah memenuhi unsur kampanye maupun secara tersamar, memperoleh sorotan dan dinilai publik sebagai betuk kampanye di luar masa kampanye. Selain itu, KPI juga menilai telah terjadi pelanggaran terhadap larangan pemanfaatan lembaga penyiaran oleh pemilik dan/ atau kelompoknya seperti yang disebutkan oleh Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pasal 11 ayat (2) Standa Program Siaran.

Pertimbangan lain yang juga menjadi perhatian KPI adalah keputusan Badan Pengawas Pemilu tentang sejumlah iklan politik di televisi sebagai bentuk kampanye di luar jadwal kampanye dan dinyatakan sebagai tindak pidana pemilu. “Larangan ini berlaku untuk semua iklan politik dari partai-partai politik, calon presiden dan calon wakil presiden, dan peserta pemilu lainnya”, ujarnya.  

Kemunculan iklan ini, menurut Judha, dapat kembali hadir sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan untuk kampanye melalui media elektronik dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 tahun 2013 dan PKPU nomor 15 tahun 2013. Judha menyadari bahwasanya pengaturan yang dibuat tentang pengaturan masa kampanye ini dilandasi keinginan untuk menciptakan keadilan, kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi seluruh peserta pemilu.

“KPI juga bertanggungjawab atas keberlangsungan Pemilu yang jujur dan adil, maka dari itu sebaiknya lembaga penyiaran dapat menahan diri dalam menyiarkan iklan politik sebelum waktunya”, ujarnya. Namun demikian, demi meningkatnya partisipasi publik dalam pelaksanaan Pemilu, KPI mengimbau lembaga penyiaran menayangkan Iklan Layanan Masyarakat tetang penyelenggaraan pemilu ataupun informasi peserta pemilu secara bersamaan.  

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Workshop Revisi P3 dan SPS di Hotel Grand Mercure, 27-29 Januari 2014. Workshop ini juga dihadiri sejumlah perwakilan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Hasil workshop nantinya akan dikemukakan dalam Rapat Koordinasi Nasional KPI di Jambi pada awal Maret 2014.

Jakarta - Pertemuan KPI Pusat dengan Anggota DPRD Bali konsultasi tentang rekrutmen anggota KPID Bali Periode 2014-2016. Komisioner KPI Pusat diwakili oleh Wakil Ketua Idy Muzayyat dan Komisioner Bidang Kelembagaan Bekti Nugroho di Ruang Rapat KPI Pusat pada, Kamis, 23 Januari 2014.  

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.