Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Trans TV untuk mendiskusikan dua program tayangannya “Pinky and Friends” dan “Everbody Superstar” dalam forum Pembinaan dan Klarifikasi, Rabu, 16 September 2015. Dalam forum yang berlangsung tidak lebih dari satu jam itu, Komisioner KPI Pusat yang juga Koordinator bidang Isi Siaran, Agatha Lily meminta agar segala bentuk candaan kasar dalam acara sebaiknya jangan ditampilkan apalagi dalam acara tersebut melibatkan anak-anak.
“Takutnya anak-anak mencontoh hal itu dan menganggap candaan kasar jadi hal yang biasa. Apalagi acara everybody superstar banyak melibatkan anak-anak,” kata Lily pada perwakilan Trans TV yang hadir antara lain Ichwan M, Yudho, Aris Ananda, Nofaliany, Andhika J, Rowina, Ridwan dan Andre MR..
Selain itu, lanjut Lily, Trans TV harus memperhatikan batasan jam bagi anak-anak tampil dalam siaran televisi. Sesuai dengan aturan dalam P3SPS KPI tahun 2012, anak-anak hanya boleh tampil atau terlibat dalam siaran di bawah pukul 21.00.
Hal lain yang diingatkan Lily yakni pentingnya briefing awal sebelum acara siaran live atau langsung dimulai. Briefing ini dimaksudnya untuk mewanti-wanti kejadian buruk yang diluar kontrol baik tindakan maupun secara verbal.
Menanggapi masukan KPI, Trans TV menyatakan akan segera melakukan perbaikan dan evaluasi terutama untuk acara-acara live atau langsung khususnya yang melibatkan anak. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Global TV dalam forum pembinaan dan klarifikasi terhadap tiga tayangan di TV tersebut yakni film kartun Dragon Ball, Buletin Indonesia Siang, dan Fokus Selebriti, Selasa, 15 September 2015. Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, dalam forum ini meminta Global TV untuk lebih memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap anak dan remaja dalam setiap program acara khususnya di tiga program acara di atas.
Menurut Rahmat, tayangan yang banyak adegan kekerasaan sebaiknya dikurangi seperti yang terdapat dalam film Dragon Ball. Meskipun secara prosedur Global TV sudah benar menetapkan film tersebut pada kategori remaja (R) namun unsur kekerasaan yang terdapat dalam film tersebut terlalu berlebihan. Ini dikhawatirkan Rahmat menimbulkan efek peniruan oleh anak.
Tidak hanya itu, tayangan kekerasaan yang terdapat pada program berita di Buletin Indonesia Siang Global TV dianggap Rahmat perlu dihilangkan dengan tidak menghilangkan unsur faktualnya. “Dengan hanya menayangkan mobil yang rusak, pecahan kaca, atau juga sisa-sisa kerusakan, Global TV tidak akan kehilangan fakta jurnalistiknya. Rasanya tidak etis apabila proses perusakannya atau tindakan kekerasaan lain ditayangkan. Ini akan menimbulkan efek bagi penonton dan membentuk anggapan mereka jika hal-hal demikian sebagai perilaku sehari-hari dan lumrah dilakukan,” jelasnya kepada perwakilan Global TV dari tiga program acara tersebut.
Terkait pemberitaan pelecehan seksual dan tindak kekerasan, baik untuk korban anak maupun dewasa, Rahmat meminta Global TV untuk lebih ketat menjaga identitas korban, keluarganya dan juga lingkungan. Perlindungan identitas ini untuk menjaga harapan mereka di masa depan. Wawancara terhadap korban pun harus penuh pertimbangan jangan sampai menimbulkan perasaan trauma para korban, “Mereka harus kita lindungi jangan sampai perasaan traumatik ini timbul,” kata Rahmat.
Sementara itu, Yaumi Suhayatmi dari Head Departemen Production dan Infotainmen Global TV menyampaikan pihaknya akan berhati-hati terkait etis atau tidaknya sebuah adegan ditayangkan. “Kami berterimakasih kepada KPI sudah diingatkan mengenai hal ini. Kami sudah berupaya untuk berhati-hati tapi dalam pelaksanaan ada yang keselip,” katanya pada forum tersebut.
Selain Yaumi, hadir pula Dina wakil dari Corporate Secretary Globatl TV, Heru Budi Excekutif Produser Buletin Indonesia Siang, Menik Widianti Excekutif Produser Fokus Selebriti, Zwesty Produser Buletin Indonesia Siang, Andhar S Divisi Program Global TV, dan Bambang P juga dari Divisi Program. ***
Jakarta - Apa yang harus dilakukan pekerja media ketika teknologi, konten, dan kebutuhan pemirsa berubah? Pertanyaan itu dikemukakan praktisi penyiaran senior Riza Primadi ketika memaparkan materi pembuka peserta Sekolah P3SPS Angkatan IV di kantor KPI Pusat, Selasa (8/9/2015).
Riza yang juga salah seorang pendiri Trans TV ini mengatakan, keberadaan ponsel pintar telah masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan manusia. Tidak hanya sebagai sarana telekomunikasi, solusi yang ditawarkan beragam aplikasi yang terdapat di dalamnya menjadi alasan utama seseorang tak mau jauh-jauh dari ponsel. Selain itu, dengan perangkat tersebut, lumbung informasi dalam bentuk tulisan maupun multimedia sangat mudah diakses. Sebagian orang lebih banyak menghabiskan waktu dengan ponselnya dari pada berada di depan layar televisi.
“Masyarakat kita sudah jauh berkembang. Sayang sebagian besar stasiun televisi belum bisa mengiringi perkembangan itu,” kata Riza. Ia meyakini, kelak bentuk perangkat televisi akan mengalami perubahan. Akan ada program acara on demand, sesuai kebutuhan pemirsa. Orang bisa menyaksikan program acara televisi kapan pun dan di mana pun.
Kehadiran digitalisasi penyiaran, menurut Riza, juga akan memengaruhi konten. Stasiun televisi akan tersegmentasi sesuai kebutuhan penonton. Pemilik modal harus berpikir ulang jika ingin mengisi televisinya dengan program "gado-gado", ragam program dengan segmentasi yang berbeda-beda.
Di sisi lain, perkembangan teknologi ini membuat kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi media, khususnya televisi, bergeser. Pria yang saat ini menjabat sebagai staf khusus Menteri BUMN ini menjelaskan, jumlah penonton televisi menurun. Penonton televisi saat ini adalah mereka yang cenderung mempunyai banyak waktu luang dan tidak memiliki akses terhadap internet. Sedangkan sebagian orang yang lain tidak punya cukup waktu untuk menonton program acara tertentu. Menurutnya, saat ini, stasiun televisi belum mempunyai program acara yang kuat, sehingga memaksa pemirsa meluangkan waktunya untuk duduk di depan televisi di jadwal tayang program bersangkutan.
Menurut Riza, dalam kondisi yang demikian praktisi media harus berpikir untuk membuat program acara yang diminati pemirsa. “Jangan membuat program acara atau pemberitaan dengan sudut pandang yang itu-itu saja. Jangan membuat konten yang klise,” ujarnya. Ia menegaskan, dalam memproduksi program acara, pekerja media jangan terbenam dalam kegiatan mencipta, juga harus memosisikan diri sebagai penonton.
Selain itu, menurut Riza, dalam produksi program acara, isi pesan adalah yang utama, pemirsa tidakterlalu memikirkan soal kualitas gambar. Maka pesan yang terkandung dalam sebuah program harus bermakna. “Pekerja media harus menciptakan sesuatu yang baru. Itu pekerjaan berat, tapi harus dilakukan agar melahirkan perspektif yang berbeda,” katanya.
Jakarta – Tema-tema bertemakan kekhilafiyahan sebaiknya dihindari guna meminimalisir perpecahan atau konflik apalagi yg bermuatan mempertentangkan antar pemahaman keagamaan dalam atau antar agama. Penyiaran itu harus bertujuan memperkukuh integrasi nasional.
Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, pada forum pembinaan dan klarifikasi program tayangan Trans TV “Berita Islami Masa Kini dan Happy Show” di kantor KPI Pusat, Selasa, 8 September 2015.
Dalam forum itu, Trans TV diwakili Vivi, A Hadiansyah, Evi Yuliani, A Vera Wijaya, Andhika, dan Eko S. Sementara itu, hadir pula Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, S. Rahmat Arifin, Danang Sangga Buana, dan Amirudin.
Menurut Idy, Trans TV sebaiknya lebih mengutamakan ide-ide yang bernilai universal dalam acara yang bertemakan keagamaan. “Saya pikir, tema-tema yang universal cukup banyak,” tambah Idy.
Lebih lanjut, Idy menguraikan, tema-tema acara yang mengandung potensi perpecahan harus disikapi dengan serius dan jangan sampai tayang. Jika nilai-nilai yang mempertentangkan perbedaan ini terus diangkat dikhawatirkan akan menimbulkan embrio konflik seperti yang terjadi di Suriah. “Apakah kita ingin seperti itu? Tentu tidak sama sekali. Janganlah NKRI yang damai ini rusak oleh pemahaman dan perilaku keagamaan yang saling memusuhi dan menyalahkan,” tanya Idy kepada pihak Trans TV.
Idy juga menyorot kebijakan Trans TV terkait pelibatan dan penentuan pihak atau tokoh tertentu dalam penyusunan program dan materi keagamaan yang seharusnya diambil dari kalangan yang clear dan clean dalam artian tidak memiliki pemahaman dan perilaku keagamaan yang suka menyalah-nyalahkan.
Menurut Idy, orang-orang yang menjadi konsultan untuk acara-acara yang sensitif seperti soal agama haruslah yang tepat dan kompeten. “Jangan memilih orang yang sarannya bisa menimbulkan disintegrasi bangsa,” katanya.
Sementara itu, Vivi berjanji akan mengikuti saran KPI dan akan serius melakukan perbaikan internal terhadap program acara terkait.
Menurut data KPI, program “Berita Islami Masa Kini” telah mendapatkan dua kali teguran dari KPI Pusat. Teguran yang terakhir, dilayangkan KPI Pusat terkait pelanggaran acara “Berita Islami Masa Kini” yang dibawakan oleh Teuku Wisnu di Trans TV yang tayang pada, 1 September 2015 pukul 17.01 WIB. Program acara tersebut menyinggung soal amalan surat Al-Fatihah yang dianggap salah. ***
Jakarta - Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dibuka kembali. Kali ini memasuki angkatan IV. Program bimbingan teknis penyiaran yang diperuntukkan untuk semua kalangan mulai dari praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa hingga masyarakat umum ini akan dilaksanakan pada 8-10 September 2015.
Pelaksanaan program yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam menjamin profesionalitas di bidang penyiaran, ini tidak memungut biaya apapun. Penyelenggaraannya ditanggung oleh APBN. Berdasarkan hasil pendaftaran, berikut nama peserta Sekolah P3SPS angkatan IV:
Telah terjadi pemberian contoh perlakuan pembulyan secara Verbal terhadap korban KDRT dalam hal ini adalah Lesty Kejora. Sangat disayangkan sekali memberi contoh membulat kepada orang yang seharusnya dilindungi dan di dampingi.