Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Kompas TV berdialog terkait sejumlah program acara Kompas TV yang dinilai melanggar aturan dalam P3 dan SPS KPI, Selasa, 24 Maret 2015 di kantor KPI Pusat. Salah satu program yang dibahas yakni wawancara esklusif dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahya Purnama atau Ahok yang ditayangkan Selasa lalu di Kompas TV.

Dialog tersebut dihadiri Direktur Utama Kompas TV Bimo Setiawan, dan Pemimpin Redaksi Rosihana Silalahi, dan diterima oleh Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin dan Agatha Lily.

Diawal pertemuan, Komisioner sekaligus Ketua Bidang Isi Siaran KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, pertemuan ini untuk mendapat penjelasan yang lengkap dari Kompas TV sekaligus menerangkan hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan lembaga penyiaran agar kejadian atau pelanggaran terhadap aturan P3 dan SPS tidak terulang.

“Pertemuan atau dialog ini perlu dilakukan agar masing-masing pihak tahu. Kami juga ingin menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan lembaga penyiaran untuk meminimalisir adanya pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI,” kata Rahmat.

Agatha Lily menyampaikan bahwa kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi semua stasiun televisi. Menurutnya, keputusan menayangkan siaran langsung (live) harus disertai antisipasi kemungkinan yang bisa terjadi serta langkah-langkah cepat untuk mencegah tersiarnya hal yang tidak layak secara berkepanjangan.

Dalam pertemuan sebelum tengah hari itu, KPI Pusat menayangkan hasil pantauan terhadap sejumlah tayangan Kompas TV yang dinilai melanggar aturan termasuk tayangan wawancara Aiman dengan Gubernur DKI Jakarta, Ahok.

Terkait pelanggaran yang terjadi dalam sejumlah program acaranya, Kompas TV melalui Pemimpin Redaksi Rosihana Silalahi menyatakan telah melakukan evaluasi internal dan mengambil langkah cepat agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali. “Masukan-masukan dari KPI akan jadi pertimbangan kami,” kata Oci, panggilan akrab Rosihana Silalahi.

Sementara Direktur Utama Kompas TV Bimo Setiawan menegaskan komitmen pihaknya untuk terus memperbaiki diri dan mendukung keberadaan KPI yang tegas. ***

Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Barat mengunjungi Kantor KPI Pusat. Kunjungan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi Syamsul Samad dan Wakil Ketua Komisi Wakil Ketua Munandar Wijaya, beserta Anggota Komisi I lainnya. 

Syamsul Samad mengatakan kunjungan lembaganya untuk konsultasi tentang perekrutan anggota KPID Sulawesi Barat yang akan berakhir masa jabatannya pada 18 April 2014. "Pemberitahuan surat berakhirnya masa jabatan Komisioner KPID sudah disampaikan jauh sebelumnya, tapi karena kesibukan lain di Komisi belum bisa kami tindaklanjuti dan melalui kunjungan ini ingin mengetahui prosedur hukum dan aturan dalam perekrutan," kata Syamsul di Ruang Rapat KPI Pusat, Senin, 23 Maret 2015.

Kunjungan diterima oleh Komisioner Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Arifin, Komisioner Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho,  Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang, dan Kepala Bagian Umum Henry A. R. Patandianan.

Rahmat menjelaskan bila masa berahirnya periode jabatan komisioner sudah dekat dan tidak cukup waktu untuk perekrutan komisioner yang baru, maka hal yang segera dilakukan DPRD adalah mengajukan perpanjangan masa jabatan Komisiner yang bertugas saat ini ke Gubernur hingga ditetapkan adanya Komisioner terpilih yang baru. "KPID dan tugas-tugas yang diamanahi tidak boleh berhenti, harus tetap berjalan," kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu Fajar menerangkan ketentuan perekrutan Komisioner KPI/KPID diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Selain itu menurut Fajar, ketentuan itu juga diatur dalam Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 Tentang Kelembagaan KPI.

Lebih lanjut Fajar menjelaskan, ranah pemilihan komisioner KPID sesuai Undang-Undang Penyiaran merupakan domain dari DPRD. Dalam proses penjaringannya DPRD membentuk Tim Seleksi yang dipilih oleh DPRD. "Tim Seleksi berjumlah lima orang dan terdiri dari berbagai unsur, misalnya dari unsur tokoh masyarakat, akademisi, pemerintah provinsi, dan unsur yang lainnya,” terang Fajar. 

Tim Seleksi, menurut Fajar, memiliki hubungan yang erat dan memiliki visi yang sama dengan DPRD dalam menjaring calon KPID. “Saya mengingatkan ini, karena ada di beberapa daerah yang Tim Seleksinya berbeda pandangan dengan DPRD," terang Fajar. Dalam pemilihan komisioner, Fajar berharap, agar calon petahana diberikan kesempatan untuk langsung mengikuti fit and proper test, asalkan sudah memenuhi persyarakatan administratif.

Menurut Fajar, masa kepemimpinan tiga tahun bagi Komisioner KPID terhitung singkat. “Jadi dengan kesinambungan komisioner petahana dan yang baru akan sangat membantu dalam kerja-kerja di KPID. Bila semuanya baru, akan lama proses adaptasinya, seperti memulai kerja dari nol lagi. Padahal dinamika tugas KPID cukup kompleks,” ujar Fajar. 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebaiknya melekat pada lembaga kepresidenan agar memiliki kelembagaan yang lebih kuat dari sekarang. Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, dalam acara diskusi terbatas tentang Revisi Undang-Undang Penyiaran: Relasi hubungan KPI Pusat dan KPI Daerah, di kantor KPI Pusat (12/3).

Irman menegaskan, KPI tidak boleh hanya hadir apa adanya di tengah masyarakat. Mengingat dalam kewenangan KPI melekat erat hak konsititusional warga negara yang harus dipenuhi, yakni hak informasi. “Secara prinsip, kehadiran KPI sangat penting, karena tidak ada yang dapat menggantikan tugas KPI dalam melakukan pengawasan pada dunia penyiaran”, ujarnya.

Jika melihat pilar-pilar bernegara demokrasi selama sepuluh tahun belakangan, Irman menilai banyak ditentukan oleh kamar pers dan penyiaran. “Karenanya harus ada lembaga yang mengawasi pers dan penyiaran guna mendukung tercapainya tujuan bernegara”, tambahnya. Irman melihat disinilah fungsi KPI yang tak tergantikan oleh lembaga manapun juga.

Irman mengusulkan agar dalam revisi undang-undang penyiaran, KPI berada di bawah Presiden. Namun, regulasi menyebut dengan tegas kewenangan dan tugas KPI, dan tidak adanya campur tangan lembaga manapun dalam hal independensi KPI. Dengan demikian, secara lembaga, KPI akan semakin kuat.

Mengenai relasi hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, Irman menyarankan agar ditetapkan hubungan yang structural. “Struktur KPI saat ini sangat dipenuhi dengan paradigma otonomi daerah yang saat itu sedang menguat”, ujarnya. Padahal, di mata Irman, urusan penyiaran haruslah dilihat dengan kacamata Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Usulan Irman ini ditanggapi beragam oleh perwakilan KPI Daerah yang ikut hadir dalam diskusi terbatas itu. Pada prinsipnya, kalaupun relasi hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah menjadi struktural, tidak menegasikan peran KPI Daerah dalam menjaga khazanah budaya lokal untuk tetap hadir di penyiaran. 

Dalam kesempatan itu, hadir Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin, dan perwakilan KPID Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah dan Papua Barat.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan Sanksi Administratif Penghentian Sementara Segmen Wawancara Pada Program Jurnalistik “Kompas Petang”. Program acara Kompas TV yang disiarkan secara Langsung (Live) pada Selasa, 17 Maret 2015 pukul 18.18 WIB dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan, perlindungan anak-anak dan remaja, pelarangan ungkapan kasar dan makian, serta melanggar prinsip-prinsip jurnalistik.

Program Acara yang menayangkan dialog dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait kisruh dengan DPRD DKI Jakarta itu menampilkan perkataan kasar dan kotor. Dalam surat Sanksi Administratif itu juga disebutkan, "Tayangan yang memuat ungkapan atau perkataan kasar/kotor demikian dilarang untuk ditampilkan karena sangat tidak santun, merendahkan martabat manusia, dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat serta rentan untuk ditiru oleh khalayak, terutama anak-anak dan remaja...." 

Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 35 huruf e mengatur bahwa seorang pewawancara suatu program siaran wajib mengingatkan dan/atau menghentikan jika narasumber menyampaikan hal-hal yang tidak layak untuk disiarkan kepada publik. Dalam Surat Sanksi itu juga disebutkan, meskipun pewawancara telah mengingatkan narasumber bahwa siaran tersebut Live dan agar kata-katanya diperhalus, namun upaya itu tidak berhasil sehingga kata-kata yang tidak pantas tersiar. 

Meski demikian, Kompas TV dianggap lalai dan tidak tanggap atas jawaban atau tanggapan narasumber yang menyampaikan hal-hal tidak pantas kepada publik. "Oleh karena itu, Kompas TV wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik yang disiarkan pada waktu siar yang sama dalam program jurnalistik 'Kompas Petang' selama 3 (tiga) hari berturut-turut sejak tanggal diterimanya surat ini. Kompas TV diminta memberikan bukti kepada KPI Pusat bahwa permintaan maaf kepada publik tersebut telah dijalankan," bunyi Sanksi Administratif yang dilayangkan KPI Pusat kepada Kompas TV pada, Senin, 23 Maret 2014. 

Dalam surat itu dijelaskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, dan Pasal 22 ayat (3) serta Standar Program Siaran (SPS) Pasal 9 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 24. 

“Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administratif Penghentian Sementara Segmen Wawancara secara Langsung (live) pada program jurnalistik “Kompas Petang” selama 3 (tiga) hari berturut-turut sejak tanggal diterimanya surat ini,” seperti yang dikutip dari Surat Sanksi itu. Melalui Sanksi itu, KPI Meminta kepada Kompas TV dan Lembaga Penyiaran lainnya untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.

Jakarta - Dalam rangka pengelolaan arsip daerah dan untuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kearsipan, Komisi E DPRD bersama jajaran Pemerintah Daerah, Kepala Perpustakaan Daerah, dan Biro Hukum Pemda Jawa Timur mengunjungi KPI Pusat. Kunjungan itu dilakukan untuk mengetahui tentang pengelolaan arsip penyiaran dan pembahasan Raperda yang akan disahkan.

Kunjungan diterima oleh Kepala Bagian Umum KPI Pusat Henry A. R. Patandianan dan Asisten Komisioner KPI Pusat Arie Andyka.

Anggota Komisi E Jawa Timur Agus Dono mengatakan  arsip sering dianggap usang oleh banyak orang, padahal menurutnya, arsip adalah pijakan untuk melihat masa depan. "Arsip di sini juga terkait siaran dari Lembaga Penyiaran yang disimpan oleh KPID Jawa Timur," kata Agus di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 10 Maret 2015.

Di akhir acara diserahkan Raperda Penyelenggaraan Kearsipan ke KPI Pusat untuk meminta masukan terkait arsip penyiaran dari segi hukum.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.