Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi teguran pada program siaran “Ruqyah” di Trans 7. Putusan ini diberikan atas temuan muatan adegan atau visual orang kesurupan yang ditampilkan secara jelas. Penayangan adegan kesurupan ini dinilai telah melanggar aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis yang dilayangkan ke Stasiun Trans 7, beberapa waktu lalu. Pemantauan KPI Pusat menemukan adegan kesurupan yang terjadi pada seorang wanita an. Risna pada tanggal 7 Juni 2020 mulai pukul 03.36 WIB dan 03.47 WIB. 

Sebelumnya, KPI telah mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk memperhatikan aturan tentang penayangan siaran yang berbau mistik, horor dan supranatural dengan segala kesepadanannya. Penayangan adegan kesurupan dalam program tersebut dinilai tidak memperhatikan aturan tentang klasifikasi atau kategori umur.  Berdasarkan rekam data KPI Pusat, program acara “Ruqyah” berklasifikasi R atau remaja. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan atau visualisasi kesurupan atau kerasukan dilarang tampil dalam siaran berklasifikasi Semua Umur (SU) dan Remaja (R). “lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap program acara. Hati-hati menampilkan tayangan kesurupan atau sejenisnya terutama pada jam tayang dan kategori SU atau R" Jangan sampai tayangan seperti itu memuat visual orang yang mengalami proses pembersihan diri dalam ketidaksadaran sehingga dapat merendahkan martabat dan harga diri orang ketika ditayangkan di layar publik. katanya kepada kpi.go.id, Senin (6/7/2020).

Seharusnya, program acara berklasifikasi R menyajikan isi siaran yang mengandung hal-hal positif, mendidik dan mendorong pengembangan diri remaja. Tayangan kesurupan, lanjut dia, dikhawatirkan dapat mendorong remaja percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, supranatural, dan mistik.

“Kami harap teguran ini menjadi perhatian dan perbaikan untuk Trans 7 agar kesalahan yang sama tidak terulang. Kasus ini juga menjadi perhatian untuk seluruh lembaga penyiaran agar lebih jeli dan hati-hati sebelum menayangkan program acara terutama yang berklasifikasi R atau di bawahnya,” tandas Mulyo. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan saksi administratif teguran pertama untuk program siaran “Inayah” ANTV. Program ini kedapatan beberapa kali menayangkan adegan kekerasaan fisik, penganiayaan dan tindakan pembunuhan terencana di beberapa episode. 

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran untuk program siaran “Inayah” ANTV yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, beberapa waktu lalu. Di dalam surat teguran itu dijelaskan bahwa program ini berklasifikasi penonton R (remaja) yang mestinya berisikan nilai-nilai tontonan yang selaras dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. 

Berdasarkan keterangan di surat teguran, sejumlah pelanggaran itu ditemukan KPI Pusat antara lain pada program “Inayah” ANTV tanggal 28 Mei 2020 pukul 22.36 WIB. Pada episode ini ada tampilan adegan penganiayaan dan kekerasan fisik serta upaya pembunuhan terencana kepada seorang wanita yang berkebutuhan khusus dengan cara menyetrumkan aliran listrik pada kaki yang direndam dalam air secara berulang hingga wanita tersebut tidak sadarkan diri.

Tim pengawasan KPI Pusat menemukan kembali pelanggaran yang sama pada program “Inayah” tanggal 30 Mei 2020 pukul 21.13 WIB. Dalam program itu terdapat adegan penganiayaan dan kekerasan fisik serta upaya pembunuhan terencana dengan cara mengubur seorang wanita secara hidup-hidup.

Lalu pada program siaran “Inayah” tanggal 3 Juni 2020 pukul 23.41 WIB, lagi-lagi KPI Pusat mendapati adegan penganiayaan dan tindakan pembunuhan terencana kepada seorang wanita yang berkebutuhan khusus dengan cara menceburkannya ke dalam sumur dan menindihinya dengan kursi roda.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengingatkan lembaga penyiaran untuk tunduk pada aturan P3SPS terkait ketentuan penggolongan program siaran. Jika program tersebut berklasifikasi R, seharusnya isi acara sesuai dengan konteks usia penonton remaja. 

Dalam P3SPS KPI dijelaskan, program siaran dengan klasifikasi R harusnya mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. “Adegan yang kami temukan di atas, jelas tidak sesuai dengan keinginan dan harapan yang dikandung dalam aturan dalam P3SPS. Adegan itu tidak memberi nilai positif dan malah berdampak negatif bagi perkembangan psikologis mereka,” jelas Mulyo, Jumat (3/7/2020).

Menurut Komisioner bidang Isi Siaran ini, program siaran dengan klasifikasi R mestinya berisikan hal yang bernilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan positif, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. 

"Meski ada pesan yang disampaikan dalam ending nantinya, tak sepantasnya penganiayaan dan perencanaan pembunuhan muncul dalam sinetron dengan klasifikasi R dan ditayangkan pada jam yang semestinya ramah anak. Kami khawatir jika adegan-adegan tersebut sering muncul dan ditonton mereka. Hal itu akan mendorong mereka untuk belajar tentang perilaku yang tidak pantas, kejam,  dan bahkan membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang perlu kita pikirkan yaitu soal dampaknya. Karenanya, kami berharap ANTV dan seluruh lembaga penyiaran dapat menjadikan hal ini sebagi masukan untuk memperbaiki kualitas isi dari program acaranya,” tukas Mulyo. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki kepentingan yang sama dalam rangka melindungi publik dari konten tontonan yang bermasalah. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi yang efektif dari kedua lembaga ini, agar kepentingan publik terlindungi. Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan antara LSF dengan KPI yang berlangsung di kantor KPI Pusat, (1/7). 

Komisioner LSF yang baru saja terpilih di awal tahun,  datang mengunjungi KPI dengan agenda perpanjangan nota kesepahaman antar dua lembaga, pengaturan regulasi penyelenggaraan Video on Demand, serta penguatan aspek pengawasan siaran TV untuk menciptakan isi siaran yang sehat. Ketua LSF Rommy Fibri menjelaskan, LSF punya program kampanye sensor mandiri, yang diharapkan dapat menjadi gerakan nasional sebagaimana KPI dengan gerakan literasi sejuta pemirsa atau pun kampanye bicara siaran baik.  “Intinya capaian kita sama, masyarakat tidak saja mendapatkan siaran namun juga dapat memilah dan memilih tontonannya,” ujarnya. Kesempatan bertemu dengan KPI ini dimanfaatkan Rommy untuk memperkenalkan jajaran Komisioner LSF periode 2020-2024 yang turut hadir berkunjung ke kantor KPI Pusat. 

Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan apresiasi atas kehadiran jajaran Komisioner LSF yang baru dalam rangka menjajaki kerja sama antar dua lembaga. Agung juga menyampaikan berbagai pertimbangan tentang pentingnya pengaturan media baru yang terselenggara dalam platform internet. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan, Irsal Ambia yang turut hadir di acara tersebut melalui sambungan daring, menyampaikan dinamika di masyarakat tentang irisan tupoksi antara KPI dan LSF. Selain itu, Irsal juga menyampaikan catatan dari bidang kelembagaan terkait rencana perpanjangan nota kesepahaman. 

Komisioner KPI Pusat Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Aswar Hasan menyampaikan antara KPI dan LSF memang terdapat perbedaan dalam identifikasi publik yang menjadi obyek perlidungan. Namun dengan adanya media baru yang menggunakan platform internet, terjadi pergeseran dari penonton sehingga menjadikan adanya irisan antara publik yang dilindungi oleh dua lembaga ini. Karenanya Aswar menilai harus ada sinergi antara KPI dan LSF dalam rangka mencari titik temu terkait kepentingan penyelamatan publik. Apalagi KPI sendiri punya agenda melakukan revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dalam waktu dekat. 

Pada kesempatan tersebut, Komisioner LSF lainnya juga turut memaparkan tentang cara kerja LSF dalam melakukan penyensoran. Nasrullah, selaku Komisioner LSF selama dua periode memaparkan setidaknya dalam empat tahun ini, sensor yang dilakukan LSF pada film yang didaftarkan berputar pada empat hal, yakni pornoaksi, kekerasan sadis, konflik rumah tangga dan mistik. Nasrullah juga menyampaikan sebaran negara asal dari film-film luar negeri yang didaftarkan ke LSF. 

Sementara itu dari Bidang Pengawasan Isi Siaran, Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti selaku koordinator menyampaikan catatan tentang banyak program siaran yang belum mencantumkan surat tanda lulus sensor (STLS). KPI sendiri, ujar Santi, selalu mengingatkan lembaga penyiaran agar patuh terhadap aturan tentang STLS. Mengingat hal ini selalu menjadi salah satu komponen utama pengawasan terhadap program siaran yang membutuhkan STLS dari LSF. 

(Ketua KPI Agung Suprio dan Ketua LSF Rommy Fibri dalam pertemuan kelembagaan di kantor KPI Pusat (1/7). (Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI Pusat))

 

 

Terkait pembahasan media baru, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Hardly Stefano Pariela ikut menyampaikan pemikirannya. “Saya setuju yang disampaikan Ketua LSF bahwa tidak berarti online itu tidak bisa diatur,” ujar Hardly. Dia mencontohkan beberapa negara yang melakukan pengaturan, termasuk yang ekstrim seperti di Cina. Hardly menilai perlu dirumuskan kebijakan pengaturan seperti apa yang akan diambil oleh negara ini untuk video on demand yang menggunakan platform internet. Sedangkan terkait usulan kerja sama program,  Hardly memahami keberadaan KPI dan LSF saat ini dalam perubahan paradigma masyarakat ketika masuk pada kebebasan informasi. “Civil Society ada di tengah masyarakat,” ujarnya. Beberapa masukan lainnya disampaikan pula oleh Nuning Rodiyah, selaku Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan. Termasuk upaya jalan bersama antara KPI dan LSF dalam mengedukasi pemirsa tentang yang bertanggungjawab terhadap materi pra tayang dan pasca tayang. 

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo yang juga hadir dalam pertemuan tersebut menyetujui untuk segera melakukan pertemuan lebih teknis guna melakukan penegakan regulasi siaran. Mulyo memaparkan memang ada perbedaan dalam pembagian usia untuk klasifikasi program siaran antara KPI dan LSF. “Maka harus ada siasat tertentu agar terjaga koridor untuk bersama-sama melindungi publik,” ujarnya. Catatan dari Mulyo adalah nota kesepahaman untuk penyamaan perspektif antara KPI dan LSF harus segera direalisasikan. Selain itu, Mulyo menilai sinetron kejar tayang tidak lagi dilakukan oleh rumah-rumah produksi, agar kualitas sinetron tersebut dapat dipertahankan. 

 

 

Jakarta – Salah satu tanggungjawab besar penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbentuknya karakter bangsa dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Dan untuk itu, keberadaan KPID sebagai pengawal dan pengawas lembaga penyiaran di daerah menjadi sangat penting agar tujuan tersebut dapat terwujud.

Pendapat tersebut mengemuka saat pertemuan koordinasi secara daring antara KPI Pusat dengan KPID Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (2/7/2020), yang beberapa waktu lalu dilantik Gubernur Sultra di Kendari.

KPID menjadi salah satu elemen yang tidak dipisahkan dalam mewujudkan tataran penyiaran nasional yang sesuai dengan UU Penyiaran. Karenanya, eksistensi KPID tidak bisa dipandang sebelah mata karena tugas dan tanggungjawabnya untuk membuat hal itu sangat berat. 

“Tugas kita ini amar makruf nahi munkar. KPI adalah sarana kita untuk mencegah kemunkaran karena kita punya fasilitas untuk itu,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka pertemuan koordinasi virtual tersebut.

Agung mengingatkan, amanah yang diemban KPI dan KPID sangatlah berat. Dan, jika tanggungjawab ini tidak dilakukan dengan sungguh sungguh akan makin berat menjalankan amanah itu. “Karena kita diberikan keistimewaan dan tidak semua orang punya, maka kita harus mampu memanfaatkan kewenangan itu untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diamanahkan UU Penyiaran,” tuturnya.

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, menambahkan tugas lembaga ini semakin berat dengan berubahnya dinamika kelembagaan KPID setelah keluarnya UU lain yang menyebabkan kategori penyiaran bukan lagi menjadi urusan daerah. Implikasinya, tidak ada anggaran penyiaran secara khusus di daerah atau di KPID. “Jadilah sekarang dalam bantuan atau hibah,” katanya.

Meskipun begitu, Irsal meminta kekurangan ini jangan sampai menyurutkan tujuan KPID membangun penyiaran di daerah. Untuk menyiasati kesulitan ini, KPID harus membangun kerjasama dengan pemprov dan menjelaskan urgensinya kepada mereka tentang pentingnya KPID di daerah. 

“Banyak pemerintah daerah yang hanya berpikir lembaga ini bisa menghadirkan pemasukan untuk daerahnya. Tapi lembaga ini bukanlah seperti itu karena bukan karakternya. Kita ini hadir untuk menjaga ruang publik dan karena itu ada peran negara di dalamnya melalui KPI dan KPID,” jelas Irsal.

KPID harus sediakan ruang informasi baik bagi publik

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, meminta KPID Sultra yang barusan dilantik agar membuka ruang informasi yang baik bagi masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat mendapatkan indormasi yang baik dan sehat dan menjadi pengawasan dari tayangan yang tidak pantas. 

“Ini bisa menjadi penilaian yang baik bagi KPID dari pemerintah daerah dan lembaga lainnya,” kata Koordinator bidang PS2P KPI Pusat ini.

Reza juga mengingatkan pekerjaan pengawasan KPID harus berdasarkan legalitas. Misalnya, untuk pengawasan lembaga penyiaran yang menjadi ranah KPID hanyalah lembaga penyiaran berizin. Di luar itu, menjadi kewenangan lembaga lain. 

Hal lain yang juga disampaikan Reza untuk jadi perhatian Komisioner KPID Sultra terpilih yakni menyangkut pengawasan lembaga penyiaran berlangganan atau TV Kabel. Menurutnya, aspek utama dari lembaga ini adalah kontrol siaran dan pengawasan terhadap siaran TV Kabel tidak boleh lengah. 

“Dari 100 siaran LPB, harus kita cek betul jangan-jangan ada muatan yang tidak pantas, seperti radikalisme, pornografi atau tayangan tidak pantas lainnya,” tegas Reza.

Selain itu, KPID Sultra harus juga memantengi pelaksanaan program siaran lokal oleh induk jaringan di daerah. “Ini perlu diperhatikan, kita ada aplikasi SSJ. Jam berapa siaran LPS menyiarkan hal ini. KPID harus melakukan cek ini apakah sudah 10%. Jika tidak sesuai, anda bisa melakukan teguran,” katanya.

Ketua KPID Sultra, Ilnas, mengapresiasi seluruh pesan dan masukan yang disampaikan KPI Pusat. Menurutnya, koordinasi ini dibutuhkan untuk menyelaraskan dan mensinergikan program kegiatan KPID dengan KPI Pusat. “Kami meminta arahan dari KPI Pusat ini agar kami dapat menjalankan tugas dengan baik,” katanya.

Selain Ketua KPID, dalam koordinasi tersebut turut hadir Komisioner KPID lain seperti Wa Ode Nur Iman, Asman, La Ode Azizul Kadir, Azwar, Molesara dan Hans A Rompas. ***

 

Pohuwato - Kemampuan literasi media dalam situasi melimpahnya informasi di tengah masyarakat, merupakan suatu kemestian. Dengan literasi media, publik diharapkan mampu menyortir informasi yang berlimpah untuk dikonsumsi. Karenanya, literasi ini menjadi penting agar kita tahu persis bagaimana harus bersikap terhadap suatu masalah. Hal tersebut disampaikan Mohammad Reza, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Webinar Dampak Literasi Media Televisi Terhadap Pendidikan Karakter Anak Bangsa, yang digelar secara daring oleh Universitas Pohuwato, Gorontalo, (29/6).

Dalam kesempatan itu Reza menyampaikan tentang mekanisme kerja KPI dalam mengawasi konten penyiaran. Secara khusus Reza menjelaskan perbedaan pengawasan KPI dan KPI Daerah. “Untuk televisi yang merupakan induk jaringan, maka pengawasannya ada di KPI Pusat. Sedangkan untuk TV lokal dan TV anak jaringan serta radio, diawasi oleh KPI Daerah,” papar Reza. Dirinya juga menyampaikan saluran yang dapat digunakan publik dalam menyampaikan aduan kepada KPI jika menemukan konten siaran yang dianggap bermasalah.

 

(Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Muhammad Reza. (Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI Pusat)

 

Sebagai lembaga yang merupakan representasi publik, tentulah KPI tetap membutuhkan dukungan dalam mengawasi konten siaran. Reza berharap di Pohuwato yang merupakan salah satu di provinsi Gorontalo ini, dapat terbentu masyarakat peduli penyiaran. “Masyarakat Peduli Penyiaran seharusnya dapat terbentuk di Pohuwato, untuk ikut mengawasi dan melaporkan siaran yang merugikan, baik dari televisi ataupun radio,”ujarnya. 

 

Selain itu Reza berharap mahasiswa audiens utama dari webinar ini, dapat memaksimalkan pemanfaatan media, baik itu media penyiaran ataupun media baru melalui internet. “Salah satunya dengan aktif melakukan report pada konten media sosial yang buruk,” ujarnya. Reza mengaku dirinya secara rutin melaporkan atau menekan pilihan “report” dalam media sosial, untuk setiap postingan yang terindikasi hoax, palsu ataupun bersifat adu domba. 

Diantara kemampuan literasi media yang juga harus dimiliki adalah membuat konten positif. Reza sendiri aktif mengisi konten audio visual untuk media sosial Universitas Negeri Gorontalo, tempatnya mengajar. Reza mengakui saat ini memang ada perbedaan cara pandang tentang konten positif di kalangan anak muda. “Anak-anak sudah punya cara pikirnya sendiri seperti apa konten yang  baik,” ujarnya. Namun yang penting buat anak muda sekarang adalah konten yang menarik. 

Di televisi saat ini sudah  terjadi perubahan cara produksi. Dari yang tadinya dibuat oleh televisi, sekarang dibuat oleh talentnya sendiri. Reza mencontohkan beberapa selebritas yang sudah membuat konten-konten siaran sendiri. “Artinya kita bisa membuat konten sendiri, termasuk di Pohuwato,” tukas Reza. Menurutnya banyak konten menarik di Pohuwato yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk dikerjasamakan dengan lembaga penyiaran. Terutama jika dikaitkan dengan kewajiban televisi menghadirkan konten lokal sebagai upaya implementasi sistem stasiun jaringan (SSJ).

Terakhir, Reza  bertanya, “apakah internet ini adalah teknologi terakhir?” Biar bagaimana pun kita harus senantiasa beradaptasi dengan teknologi. “Karena kita, sekali lagi, ditentukan oleh pemanfaatan media yang kita gunakan untuk informasi,”tegas Reza. Informasi dari tontonan kemudian jadi tuntunan. Untuk itu KPI berkepentingan mengupayakan agar informasi yang hadir dan disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang benar, sehingga dapat dijadikan dasar bagi masyarakat mengambil keputusan, pungkas Reza. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.