Industri penyiaran di Indonesia memasuki perkembangan yang pesat dan signifikan. Hal ini ditandai dengan massifnya penggunaan teknologi digital dan konvergensi media. Kemudian hal itu ditopang dengan semakin populernya penggunaan sosial media yang mempengaruhi gaya hidup dan perilaku masyarakat dalam mendapatkan informasi.

Dalam rangka menyiapkan dan menyambut perkembangan industri penyiaran, baik untuk mendukung Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi, konten siaran, dan perangkat pendukung lainnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Jawa Barat bekerjasama dengan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) menyelenggarakan Indonesia Broadcasting Expo 2014 (IBX 2014). Hajatan besar pemangku kebijakan, pelaku, dan  masyarakat penyiaran itu mengambil tema, "The Future is Ours" dan akan berlangsung pada Rabu - Jumat, 29 - 31 Oktober 2014 pukul 09.00 - 19.00 WIB yang bertempat di Trans Conventions Center, Bandung.

IBX 2014 dirancang dalam format acara gabungan dari berbagai acara pemeran, seminar, workshop, bursa kerja, dan hiburan yang mencakup industri penyiaran itu sendiri. Selain itu, IBX 2014 ini adalah ajang pertemuan seluruh pemangku kebijakab penyiaran, baik itu regulator penyiara, Lembaga Penyiaran, pemilik Lembaga Penyiaran, Rumah Produksi, komunitas, biro iklan, vendor, manajemen artis. Tak hanya itu, IBX 2014 juga upaya mempertemukan user penyiaran seperti penonton, pendengar, pengamat dan pemerhati penyiaran serta masyarakat umum. Keseluruhan acara IBX 2014 akan menggabungkan nilai-nilai kearifan lokal dan perkembangan teknologi terkini dengan tetap mempertahankan identitas kebangsaan Indonesia.

Secara garis besar IBX 2014 untuk seluruh rangkaian acaranya akan memberikan gambaran kepada masyarakat tentang industri penyiaran di Indoesia. Kemudian sebagai ajang pertukaran informasi, pengetahuan dan pengalaman dengan megundang pelaku industri penyiaran daerah, nasional, dan mancanegara. IBX 2014 juga sebagai momentum lintas pemangku kepentingan penyiaran untuk bersinergi dalam rangka membangun industri penyiaran yang sehat. Selain itu juga agenda tahunan dan rujukan utama bagi pemangku kepentingan penyiaran dalam mengikuti perkembangan dunia penyiaran Indonesia.

Selama tiga hari ke depan, peserta dan pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai kegiatan dan acara yang tergabung dalam bentuk, Eksebisi, seminar, workshop, Fiesta Muzik,  Job Fair, Hiburan, TV & Radio Program, Kontes Jurnalisme Warga, iPhoto Booth, Casting Booth, panitia juga menyediakan door prize setiap harinya. Sedangkan untuk masyarakat umum yang tidak sempat datang ke lokasi, panitia akan menyediakan layanan siaran langsung via live streaming.  

Seluruh kegiatan IBX 2014 terlaksana berkat dukungan dari dari berbagai pihak, termasuk panitia pelaksana yang berasal dari KPID Jawa Barat, Televisi Republik Indonesia (TVRI), Radio Republik Indonesia (RRI), Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI),Asosiasi Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia (ARSSLI), Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), dan Dewan Periklanan Indonesia (DPI).

Jakarta - Iklan memiliki pengaruh dan korelasi terhadap kualitas sebuah program acara. Selain itu iklan juga menjadi penopang utama secara finansial bagi Lembaga Penyiaran.

Pemasangan iklan pada program acara memiliki pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang paling dominan digunakan para pengiklan adalah rating dari sebuah program acara. Semakin tinggi rating dan share program acaranya, maka semakin tinggi nilai dan pendapatan iklan yang didapatkan.

Itulah yang mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) sesi ketiga yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang membahas tema tentang "Pengaruh Iklan Terhadap Kualitas Siaran". Tema itu masih menjadi bagian FGD Bidang Kelembagaan KPI atas upaya untuk pembentukan rating publik ke ke depan.

FGD berlangsung pada, Rabu, 22 Oktober 2014 di Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta. Acara dibuka langsung oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan. Menurutnya, kaitan antara rating, iklan, dan program acara seperti lingkaran dan saling terkait. "Dengan gagasan pembentukan rating kepemirsaan atau nama lainnya seperti rating publik ini bisa menjadi acuan industri penyiaran dalam memproduksi program acara yang berkualitas," kata Judha.

FGD juga dihadiri oleh Komisioner KPI Pusat lainnya, yakni Bekti Nugraha, Fajar Arifianto Isnugroho, dan Amirudin. Peserta lainnya berasal dari berbagai kalangan, di antaranya dari Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) yang diwakili oleh FX Ridwan Handoyo dan Janoe Arijanto, dari Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) yang diwakili oleh Sekjend ISKI, Harmoni, Badan Pusat Statistik (BPS) yang diwakili oleh Yunita Rusanti, Ahmad Riza Faisal dari KPID Lampung, Fakhri Wardhani KPID Kalimantan Selatan, Said Firdaus dari KPID Aceh, I Wayan Yasa Adnyana dari KPID Bali, dan peserta lainnya.

Dalam kesempatan itu, Janoe Arijanto mengatakan,  keinginan KPI untuk membuat rating publik atau nama lainnya adalah langkah baik yang harus didukung. Menurutnya, rating publik itu tidak harus menyamai atau menandingi lembaga rating yang ada saat ini. 

"Saya mendukung gerakan ini. Saya menyebutnya sebagai gerakan, karena kita tidak mengejar kesempurnaan. Saya yakin semangat kebaikan akan terus datang," ujar Janoe.

Lebih lanjut Janoe menjelaskan, dengan adanya rating publik yang digagas KPI, setidaknya akan memberikan review-review atas program acara mana yang dianggap berkualitas dan sehat. Menurutnya, hal itu akan bermanfaat bagi Media Planner dan akan berpikir ulang dalam memberikan arahan dan pandangan terhadap kliennya dalam memasang iklan.

"Jadi teman-teman di periklanan memiliki beban moral dan akan berpikir tentang integritas jika mengarahkan pengiklan/klien pada program acara yang bertentangan dari peraturan penyiaran kita, jadi bukan hanya pada ukuran rating semata," terang Janoe.

Di akhir acara, Judhariksawan mengatakan semua masukan dan usulan dalam FGD itu akan dijadikan cacatan sebelum pembentukan tim pelaksananya dan pembahasan metodelogi, serta hal lainnya.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberi sanksi teguran kepada RCTI terkait penayangan siaran pernikahan Raffi dan Nagita dengan judul Resepsi Pernikahan Nagita & Raffi: “Kamulah Takdirku Nagita & Raffi” yang ditayangkan pada 19 Oktober 2014 mulai pukul 17.01 WIB. Hal itu ditegaskan dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Selasa, 21 Oktober 2014.

Dalam surat teguran itu dijelaskan, RCTI telah menayangkan seluruh resepsi pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina selama kurang lebih 7 (tujuh) jam. KPI Pusat menilai siaran tersebut telah dimanfaatkan bukan untuk kepentingan publik. Program tersebut disiarkan dalam durasi waktu siar yang tidak wajar serta tidak memberikan manfaat kepada publik sebagai pemilik utuh frekuensi. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik.

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1). Berdasarkan pelanggaran di atas, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administrasi Teguran Tertulis.

Pada penegasan yang lain dalam surat teguran, RCTI diminta untuk tidak menayangkan kembali (Re Run) serta tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk program sejenis lainnya di kemudian hari. Perlu diingat bahwa frekuensi adalah milik publik yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan masyarakat banyak.

Selain itu, RCTI wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Medan - Pornografi di Indonesia sudah mengakibatkan kasus-kasus yang mengerikan. Mulai dari makin maraknya video di berbagai kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia sampai kasus kejahatan seksual di yang korban dan pelakunya di bawah umur. AKBP Dwi Kornansiwaty menyatakan, “semua kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dipicu dari konsumsi pornografi”. Sumber pornografi sangat banyak, mulai dari HP, VCD, DVD, Internet, Video Game, Majalah, dll. Akses pornografi di Indonesia sangat tinggi. Peri Umar Farouk memaparkan fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sangat tinggi menghabiskan akses internet untuk pornografi. Pengamatan Peri Umar Farouk di mesin pencari google sejak 2007 sampai sekarang Indonesia berturut-turut menjadi sah satu negara pengakses pornografi tertinggi.

Demikian hal yang mengemuka di awal Focuss Group Discussion (FGD) tentang Strategi Pencegahan dan Penanganan Pornografi yang diadakan oleh Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) di Medan, (16/10). Dengan mengambil tema “Dari Sumatera Utara untuk Indonesia”, hadir dalam FGD ini sebagai narasumber Azimah Subagijo (Komisi Penyiaran Indonesia Pusat), AKBP Dwi Kornansiwaty (Polri), Dr. Amirsyah Tambunan, MA (Majelis Ulama Indonesia Pusat), dan Peri Umar Farouk (Jangan Bugil di Depan Kamera). Pertemuan ini dihadiri oleh Kantor Wilayah Kementerian di Sumatera Utara, Dinas-dinas di Sumatera Utara, KPID, Polda, Kejaksaan, dan lembaga-lembaga keagamaan. Acara ini diselenggarakan dalam rangka menginisiasi GTP3 di daerah Sumatera Utara.

Azimah Subagio mempertegas bahwa efek dari pornografi tersebar begitu luas karena disebarkan melalui media. Di Indonesia media yang paling banyak diakses adalah TV dan Radio. KPI berusaha agar TV dan Radio tidak menjadi media yang turut menyumbang penyebaran pornografi di Indonesia. Menimbang banyaknya masyarakat yang mengonsumsi maka media penyiaran harus diatur lebih ketat. Jangan sampai media penyiaran justru menjadi gerbang masuknya pornografi. Selain UU Pornografi, KPI berdasarkan pada UU Penyiaran menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) sebagai panduan dan pedoman serta standar dalam menilai isi dari penyiaran termasuk mencegah hadirnya pornografi dalam penyiaran. Namun KPI hanya berwenang menangani penyiaran,  karenanya potensi pornografi dari media lain masih harus diawasi. Di sinilah, menurut Azimah, urgensi GTP3 sebagai wadah koordinasi pengawasan media untuk mencegah penyebaran pornografi dan penanganannya.

Sejalan dengan itu DR. Amirsyah Tambunan, MA menyerukan agar berbagai elemen masyarakat ikut melakukan perlawanan terhadap pornografi. Indonesia negara sebagai beragama hendaknya menuruti aturan agama terutama adalah hal ini dalam melakukan perlawanan terhadap pornografi. Perlawanan ini berkaitan dengan berbagai sektor baik pendidikan, pengasuhan oleh orang tua, penegakan hukum, dan mendukung political will dari pemerintah untuk melawan pornografi.

Penegakan hukum dengan menggunakan UU Pornografi sudah mulai berjalan. Ada tiga kasus pornografi di Sumatera Utara, satu kasus sudah diputus hukumannya sedangkan dua kasus lainnya masih dalam proses peradilan.

Mataram - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah NTB bekerja sama dengan Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TPPKK) dan Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) NTB menyelenggarakan Talkshow tentang Parenting Guide di Gedung Sangkareng Kantor Gubernur Provinsi NTB. Acara berlangsung pada Minggu, 19 Oktober 2014. 

Acara dihadiri kurang lebih 150 peserta dari berbagai unsur masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa. Acara talkshow yang berlangsung tiga jam menghadirkan narasumber Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, dr. Reny Bunjamin, MPH dan T. Wismaningsih Drajadiah, kepala BP3AKB Provinsi NTB, dengan dipandu oleh moderator Rifky Harun. 

Dalam sambutannya Ketua KPID NTB Sukri Aruman mengatakan anak-anak dan remaja harus dilindungi dari pengaruh negatif media dan dampak negatif kemajuan teknologi. Acara itu juga dihadiri oleh Istri dari H. Muh. Amin, SH, M.Si, wakil Gubernur Wakil Gubernur NTB sekaligus menyaksikan pembacaan Deklarasi Keluarga NTB Sadar Media dan Anti Narkoba serta penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of understanding)Literasi Media antara KPID NTB dan TPPKK NTB. 

Sedangkan Agatha Lily menjelaskan bahwa televisi memiliki dua sisi yang berbeda, memiliki manfaat juga memiliki sisi negatif yang membahayakan (television is extremely useful and extremely harmful). Oleh karena itu, menurut Lily, dibutuhkan kemampuan dan kecerdasan untuk memilah tayangan yang aman untuk anak-anak. 

"Ada tiga langkah yang dapat dilakukan orangtua untuk melindungi anak-anak dari terpaan media, pertama coviewing yaitu mendampingi anak-anak menonton televisi. Kedua, active mediation yaitu memberikan penjelasan tentang muatan yang positif dan negatif serta dampaknya. Ketiga, restrictive mediation yaitu membatasi bahkan melarang anak menonton TV," kata Lily menerangkan.

Di akhir acara, Lily mengingatkan bahwa anak-anak tidak boleh menonton lebih dari 2 jam per hari karena akan mempengaruhi pertumbuhan fisik dan mental anak. Dalam kesempatan itu Lily mendorong dan mengharapkan publik untuk menyampaikan pengaduan kepada KPI jika menemukan tayangan-tayangan yang tidak layak untuk anak-anak. (EM)

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.