Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), mendukung penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat lewat pembangunan dan pengembangan infrastuktur yang menunjang tugas dan kewenangan KPI. Pengembangan infrastruktur tersebut diantaranya adalah dengan melakukan pembaruan terhadap peralatan pemantauan isi siaran yang ada di KPI Pusat, agar sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI Dengan KPI Pusat di ruang rapat Komisi I DPR RI, (20/9).

Dalam RDP yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, KPI menyampaikan rencana program kerja selama tiga tahun ke depan, 2017-2019. Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis memaparkan bahwa pengembangan infrastruktur di KPI Pusat menjadi agenda prioritas, untuk menunjang kerja KPI dalam menata dunia penyiaran.  Lewat pembangunan infrastruktur tersebut, selain dapat mengoptimalkan pengawasan isi siaran, juga dapat memberikan pelayanan perizinan penyiaran yang lebih transparan dan akuntabel.

Kehadiran Ketua KPI Pusat dalam RDP tersebut didampingi Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan Prof H Obsatar Sinaga, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Hardly Stefano Pariela, Koordinator bidang pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Agung Suprio, anggota bidang kelembagaan Ubaidillah, serta anggota bidang pengawasan isi siaran Nuning Rodiyah dan Dewi Sulistyarini.

Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanti menyampaikan masukan kepada KPI tentang proses perizinan untuk lembaga penyiaran komunitas yang memakan waktu lama. Evita mengatakan bahwa hasil kunjungan kerjanya ke daerah mendapatkan keluhan bahwa, pengelola radio komunitas kesulitan mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Selain itu, Evita mengingatkan pentingnya KPI menjaga keseimbangan pemberitaan di televisi, terkait dengan agenda politik ke depan seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Umum (Pemilu). Hal lain yang disoroti Evita tentang siaran persidangan Jessica di televisi swasta saat ini. Evita menilai sudah ada kecenderungan trial by press lewat siaran persidangan tersebut dengan durasi yang panjang. Untuk itu, Evita meminta langkah konkrit KPI mengatur dan bersikap tegas atas siaran seperti ini.

Terkait dengan usulan program penguatan kelembagaan lewat pembangunan infrastruktur di KPI Pusat, anggota Komisi I Supiadin Aries Saputra menyatakan sangat mendukung penuh. “Termasuk dengan mendukung KPI mendapatkan gedung baru yang layak untuk operasional kerjanya”, ujar Supiadin. Hal ini, menurut Supiadin bagian dari penguatan KPI secara lembaga. “Bagaimanapun juga, KPI bertanggung jawab terhadap masa depan moral generasi”, ujarnya.

Dukungan untuk penguatan kelembagaan KPI ini juga disampaikan Wakil Ketua Komisi I Asril Tanjung. Selain itu dirinya meminta KPI memberikan masukan kepada Komisi I untuk Revisi Undang-Undang Penyiaran. Asril menilai, selama ini sanksi yang dijatuhkan KPI kepada lembaga penyiaran tidak memiliki efek jera, sehingga terjadi pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang berulang.

Sehubungan dengan beredarnya ragam komentar mengenai pengaburan gambar (pengebluran) pada tayangan di televisi, Komisi Penyiaran Indonesia perlu memberi penjelasan untuk diketahui masyarakat:

1.    Pengaburan gambar (pengebluran) dalam sebuah tayangan tidak dilakukan oleh maupun atas permintaan Komisi Penyiaran Indonesia.
2.    Proses penyensoran, apakah berupa pengaburan gambar (pengebluran), penyamaran wajah, pengubahan suara, dan sebagainya, bukanlah Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan wilayah pekerjaan Komisi Penyiaran Indonesia.
3.    Bahwa lembaga penyiaran, dalam hal ini televisi, melakukan penyensoran sendiri (swasensor), itu karena pertimbangan lembaga penyiaran tersebut.

Demikian siaran pers ini kami terbitkan agar menjadikan pemahaman bagi masyarakat tentang fungsi dan tugas Komisi Penyiaran Indonesia seperti diamanatkan oleh Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran.

 

Jakarta, 19 September 2016

 

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia,

Yuliandre Darwis, Ph.D

Jakarta – Jumlah lembaga penyiaran lokal dan nasional yang ada atau siarannya mencakup wilayah-wilayah perbatasan langsung dengan negara tetangga masih sangat sedikit. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan apalagi siaran-siaran dari luar begitu gencar menerobos ke wilayah NKRI di sekitar perbatasan. Terkikisnya rasa nasionalisme dan pudarnya nilai-nilai budaya setempat menjadi taruhan.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan, kehadiran lembaga penyiaran lokal serta yang berskala nasional bersiaran di wilayah perbatasan tingkat kebutuhannya sangat diperlukan. Upaya ini untuk menyeimbangkan dan bahkan membalikan keadaan informasi dan siaran di wilayah perbatasan yang siarannya di dominasi siaran luar.

“Memang, kehadiran siaran-siaran dari negara tetangga yang masuk ke wilayah di sekitar perbatasan negara tidak bisa dibendung apalagi di era globalisasi sekarang. Yang perlu kita lakukan adalah mendorong investor dan juga pemerintah setempat mendirikan lembaga penyiaran baik itu berskala nasional maupun lokal di daerah-daerah perbatasan yang banyak menerima siaran luar,” kata Rahmat menanggapi pernyataan dari Sekretaris DPRD serta Anggota KPID Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terkait maraknya siaran asing di daerah mereka dan minimnya lembaga penyiaran di wilayah perbatasan disela-sela kunjungan ke KPI Pusat, Senin, 19 September 2016.

Menurut Rahmat, KPID Kepri memiliki peran besar mendukung keberadaan lembaga-lembaga penyiaran di wilayah yang belum ada siaran lokal maupun nasional. Tugas KPID Kepri dinilai sangat berat dan strategis. Karenanya, lanjut Komisioner KPI Pusat bidang Perizinan ini, perlu didukung kemandirian anggaran dan sekretariat.

“Ada 12 KPID Provinsi yang wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga. KPID juga melakukan tugas dan fungsinya yakni pengawasan isi siaran,” katanya diiyakan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah dan Kepala Sekretariar KPI Pusat Maruli Matondang, yang mendampingi saat menerima kunjungan kerja dari DPRD dan KPID Provinsi Kepri.

Sebelumnya, di awal pertemuan, Ketua KPID Kepri Azwardi menceritakan kondisi wilayah Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga sekaligus terdampak siarannya. Wilayah Provinsi Kepri yang sebagian besar terdiri dari kepulauan dan laut itu, ada dua wilayah yakni Natuna dan Anambas yang belum memiliki lembaga penyiaran kecuali hanya 1 LPB (lembaga penyiaran berlangganan).

“Anda dapat bayangkan bagaimana sepinya penduduknya disana tanpa ada informasi dan siaran dari lembaga penyiaran lokal dan nasional. Tidak ada pengusaha yang mau mendirikan lembaga penyiaran di sana. Ini juga berdampak terhadap daya tumbuh ekonomi disana. Padahal, dari segi ketersediaan kanal di sana masih cukup banyak,” kata Azwardi.

Menurut Azwardi, perlu ada kebijakan prioritas dari KPI Pusat terkait dengan kondisi di wilayahnya agar KPID dapat menjadi pagar maya dari siaran luar dan juga pengaruhnya.

Selain membahas soal luberan siaran luar, Sekretaris DPRD dan Anggota KPID Provinsi Kepri menyampaikan beberapa hal lain terkait SKPD yang membantu tugas dan fungsi KPID Kepri. Hal ini berkaitan dengan penganggaran reguler untuk operasionalisasi serta kegiatan KPID. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kedatangan mahasiswa FISIP jurusan Broadcasting Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (UKSW), Senin, 19 September 2016. Para mahasiswa yang sebagian besar mahasiswa tingkat dua itu ingin mengetahui lebih banyak tugas dan fungsi KPI khususnya dalam pengawasan isi siaran.

Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Dewi Setyarini, yang menerima langsung kedatangan mahasiwa menyampaikan bahwa tugas dan fungsi KPI selaras dengan yang digariskan dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Hadirnya KPI sebagai lembaga negara independen untuk mewujudkan sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Dewi pun menjelaskan KPI Pusat melakukan pengawasan isi siaran televisi khususnya yang berjaringan nasional selama 24 jam tanpa henti. Selain itu, KPI Pusat juga melakukan pemantauan terhadap sejumlah radio dan lembaga penyiaran. “Kami memiliki tenaga pemantauan yang dibagi beberapa shift dan juga bagian perekaman. Para pemantau bertugas mencatat setiap tayangan yang diduga melakukan pelanggaran terhadap aturan KPI yakni P3 dan SPS,” jelasnya.

Saat sesi tanyajawab, mahasiswa mempertanyakan siapa yang berwenang melakukan sensor terhadap tayangan, bagaimana penerapan sanksi denda dan maraknya tayangan sinetron yang tak mendidik masih saja tayang di televisi. “Kenapa sinetron-sinteron yang tidak mendidik masih saja tayang di televisi. Apa tidak bisa dihentikan KPI,” tanya salah satu mahasiswa.

Pertanyaan-pertanyaan kritis mahasiswa tersebut dijawab Dewi dimulai dari soal tugas dan kewenangan melakukan sensor itu berada di tangan lembaga sensor film atau LSF. KPI tidak memiliki kewenangan atas penyensoran. Selain itu, stasiun televisi memiliki andil melakukan kontrol terhadap programnya sebelum tayang karena mereka punya QC (quality control) dan self sensorship.

Menjawab soal sinteron, menurut Dewi, KPI bekerja berdasarkan aturan yang ada di dalam P3 dan SPS. Di dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012 dijelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh di dalam tayangan. "Jadi, selama tayangan sinetron tersebut tidak melanggar aturan P3 dan SPS. KPI tidak bisa memberi sanksi untuk tayangan tersebut atau menghentikannya," kata Dewi yang juga diiyakan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah.

Usai menerima penjelasan dari Komisioner KPI Pusat, rombongan mahasiswa yang berjumlah hampir seratusan dipersilahkan melihat-lihat langsung sistem kerja bagian pemantauan 24 jam dan perekaman KPI Pusat. ***

Anggota KPI Pusat Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela


Jakarta - Terkait screenshot tayangan di salah satu stasiun televisi yang menampilkan seorang perempuan berpakaian renang  yang disamarkan di pinggir kolam, dengan title "PON XIX Jabar", telah menjadi viral di media sosial, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjelaskan bahwa blur (penyamaran gambar)  pada tayangan tersebut dilakukan oleh lembaga penyiaran (LP) itu sendiri, dan bukan atas perintah KPI. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela, (18/9).

Hingga saat itu, KPI sedang melakukan verifikasi, agar mampu memberikan penjelasan kepada publik maupun pengarahan kepada lembaga penyiaran secara komprehensif. Menurut Hardly, verifikasi yang dilakukan antara lain, lokasi pengambilan gambar pada tayangan tersebut, apakah di kolam renang perlombaan atau kolam renang hotel? Serta apa konteks perekaman gambar, apakah dalam rangka lomba atau wawancara, dan sebagainya.

Hardly menilai, jika yang pengambilan gambar dilakukan di kolam renang hotel dan dalam konteks wawancara, maka apa yang dilakukan lembaga penyiaran tersebut kurang etis. Yakni merekam orang berpakaian renang, kemudian melakukan blur. “Bukankah proses pengambilan gambar bisa dilakukan, dengan terlebih dahulu meminta subyek memakai handuk?” tanya Hardly.

Adapun jika terkait perlombaan renang, lembaga penyiaran masih dapat melakukan pengambilan gambar tanpa harus melakukan blur. Namun Hardly mengingatkan, secara teknis pengambilan gambar harus dilakukan dengan baik, sehingga tidak terkesan melakukan eksploitasi tubuh, khususnya perempuan. Misalnya teknik long shoot dengan merekam semua peserta lomba renang, sehingga fokusnya adalah lomba bukan fisik/tubuh peserta lomba.

Hardly mengapresiasi berbagai masukan publik terkait kegiatan penyiaran yang disampaikan pada KPI. Hal tersebut, ujar Hardly, akan menjadi bahan pertimbangan KPI dalam membuat keputusan untuk disampaikan pada lembaga penyiaran, dengan tetap didasarkan pada regulasi yang ada. Karena setiap keputusan KPI akan menjadi yurispudensi bagi LP ke depan, ujarnya.

Prinsipnya KPI tidak ada niatan mengekang semangat pemberitaan maupun kreativitas tayangan. Namun harus dihindari adanya eksploitasi tubuh, khususnya perempuan dalam berbagai tayangan, pungkasnya.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.