Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara (DPRD Sulut) mengunjungi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Koordinator Komisi I DPRD Sulut Arthur Kotambunan, Ketua Komisi I DPRD Sulut Jhon Dumais, dan sejumlah anggota lainnya. 

Dalam penjelasan Arthur, kunjungan lembaganya ke KPI Pusat untuk konsultasi tentang rekrutman komisioner KPID Sulut baru. Menurutnya masa tugas komisioner KPID Sulut saat ini akan berakhir pada September 2014. 

“Dengan ke sini langsung, kami bisa tahu seperti apa mestinya untuk perekrutan komisioner yang baru dan hal teknis lainnya. Ini tidak lain, agar dalam pelaksanaannya tetap sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” kata Arthur di Ruang Rapat KPI Pusat, Jumat, 09 Mei 2014. 

Kunjungan dari DPRD Sulut diterima oleh Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho dan segenap asisten Bidang Kelembagaan. Menurut Fajar, hal yang terkait degan proses rekruitman komisioner KPID sudah diatur dalam Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/04/2011 Tentang Pedoman Rekrutmen KPI. “KPI Pusat sudah membuat mekanisme pemilihan dan untuk dilaksanakan,” ujar Fajar.

Lebih lanjut Fajar menjelaskan, ranah pemilihan komisioner KPID sesuai Undang-Undang Penyiaran merupakan domain dari DPRD. Dalam proses penjaringannya DPRD membentuk Tim Seleksi yang dipilih oleh DPRD. Tim Seleksi berjumlah lima orang dan terdiri dari berbagai unsur, misalnya dari unsur tokoh masyarakat, akademisi, pemerintah provinsi, dan unsur yang lainnya,” terang Fajar. 

Tim Seleksi, menurut Fajar, memiliki hubungan yang erat dan memiliki visi yang sama dengan DPRD untuk menjaring calon KPID. Menurut Fajar, Tim Seleksi adalah kepanjangan tangan DPRD dalam teknis penjaringan calon. Sehingga kinerja Tim Seleksi harus selalu dilaporkan ke DPRD.

“Saya mengingatkan ini, karena ada di beberapa daerah yang Tim Seleksinya berbeda pandangan dengan DPRD. Ini kan merepotkan,” terang Fajar. Dalam pemilihan komisioner, Fajar berharap, agar calon petahana diberikan kesempatan untuk langsung mengikuti fit and proper test, asalkan sudah memenuhi persyarakatan administratif.

Menurut Fajar, masa kepemimpinan tiga tahun bagi Komisioner KPID adalah singkat. “Jadi dengan kesinambungan komisioner petahana dan yang baru akan sangat membantu dalam kerja-kerja di KPID. Jika semuanya baru, akan lama proses adaptasinya, seperti memulai kerja dari nol lagi. Padahal dinamika tugas KPID cukup kompleks,” papar Fajar.

Jakarta - KPID Gorontalo pada hari Rabu, 7 Mei 2014 mengadakan Forum Klarifikasi Pemenuhan Konten 10% Bagi Lembaga Penyiaran Sistem Stasiun Jaringan. Bertempat di Graha Pena Gorontalo, KPID Gorontalo menghadirkan Azimah Subagijo sebagai pemateri dan lembaga-lembaga penyiaran sebagai peserta diskusi. Hadir pula Loka Monitor Gorontalo serta LPP RRI dan LPP TVRI yang juga turut hadir dalam forum ini.

Forum ini dalam rangka menjalankan amanat Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) yang telah diamanatkan UU no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Sejak 2002, implementasi SSJ tertunda bertahun-tahun sejak pertama kali sistem ini ada dalam undang-undang. Mulai tahun 2014, KPI berkomitmen untuk memberi sanksi kepada Lembaga Penyiaran Berjaringan yang tidak menjalankan SSJ.

Di lain sisi, publik penyiaran Gorontalo sebagai salah satu daerah layanan SSJ juga mendesak hadirnya program lokal untuk dilaksanakan. Dorongan ini juga dilakukan oleh pimpinan daerah baik Gubernur maupun Bupati di Gorontalo. Hal yang sama pun juga terjadi di daerah-daerah lain. Pimpinan-pimpinan daerah mendesak KPI untuk menegakkan amanat undang-undang ini sebagai bentuk demokratisasi penyiaran. Harapan dari publik daerah adalah keadilan dalam informasi serta pembangunan yang adil dan merata.

Pada kesempatan ini Azimah Subagijo menyampaikan bahwa siaran SSJ adalah upaya investasi jangka panjang dalam menghadapi persaingan global. Program lokal yang dijalankan oleh lembaga penyiaran akan menambah perbendaharaan pustaka lembaga penyiaran sebagai nilai tambah ketika nanti berhadapan dengan industri asing. Selain itu SSJ juga semakin mendekatkan lembaga penyiaran dengan pemirsanya. “Program Lokal adalah hak dari publik lokal. Dengan memenuhi hak dari publik lokal, publik lokal akan mendukung lembaga penyiaran dalam menghadapi serangan dari penyiaran asing”, ujar Azimah.

Senada dengan Azimah, Mohamad Reza dari KPID Gorontalo mewakili anggota KPID Gorontalo lainnya menyatakan, “Program lokal adalah semangat dari Indonesia karena Indonesia bukan hanya Jawa atau Jakarta saja. Gorontalo jangan jadi tempat jualan saja. Program lokal memberi kesempatan publik lokal untuk turut serta membangun Indonesia”.

Forum ini bersepakat untuk memenuhi ketentuan program lokal secara bertahap dalam waktu dekat. Masing-masing lembaga penyiaran membuat perencanaan untuk pemenuhan ketentuan program lokal.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sepakat untuk menjalin kerjasama dalam pengawasan peredaran iklan siaran obat, kesehatan dan kosmetik. Kerjasama ini penting karena kedua lembaga memiliki kewenangan yang beririsan dalam pengawasan siaran iklan itu.

Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran Agatha Lily, kewenangan yang saling beririsan harus dipahami dan itu bisa diselesaikan dengan saling berkoordinasi. Kerjasama kedua lembaga akan memperjelas dan lebih mengefektifkan pengawasan serta penjatuhan sanksi.

“BPOM memiliki kewenangan memberi izin beredaranya siaran iklan produk-produk tersebut. Disisi lain, direktorat kosmetik dibawah kementerian kesehatan juga memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap iklan-iklan terkait itu. Setiap iklan itu harus mematuhi ketentuan yang dibuat kementerian kesehatan,” jelas Lily yang juga PIC kerjasama antara KPI dan BPOM kepada kpi.go.id usai workshop yang diselenggarakan Deputi Kosmetik Kementerian Kesehatan di Hotel Ibis kawasan Pasar Senen, Jakarta, Rabu, 7 Mei 2014.

Beberapa hal yang harus dicermati dalam pengawasan iklan obat, kesehatan, dan kosmetik yakni iklan yang memakai bahasa atau kalimat yang superlative, iklan yang dibintangi anak-anak tapi untuk adegan yang berbahaya, iklan yang menjanjikan perubahan sekejap alias instan, iklan bermuatan anjuran dari tenaga praktisi atau professional, serta menganjurkan pemakaian produk secara berlebihan.

Sementara, terkait MoU dengan KPI, pihak BPOM menyambut baik rencana kerjasama tersebut. Bahkan, mereka sudah mengkaji dan setuju dengan draft MoU yang sudah diajukan KPI. Mereka berharap penandatanganan MoU dengan KPI segera dilaksanakan secepatnya.

MoU ini nantinya akan diturunkan ke daerah agar KPID dan BPOM di daerah dapat saling berkoordinasi terkait pengawasan siaran atau iklan yang terkait. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara yang mengatur penyiaran, memiliki kewenangan untuk menjaga agar lembaga penyiaran selalu mematuhi Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Termasuk juga dalam siaran politik dan kampanye, baik selama Pemilihan Umum Legislatif maupun Pemilihan Presiden. Hal ini dikarenakan frekuensi yang digunakan untuk bersiaran merupakan milik publik sehingga publik berhak mendapatkan pendidikan dan sosialisasi politik yang adil, berimbang dan netral.

Dalam mengawasi penyiaran Pemilu Legislatif lalu, KPI telah mengeluarkan 37 sanksi kepada lembaga penyiaran yang melanggar. Pelanggaran yang dilakukan adalah tidak netral, memihak kepada pemilik dan kelompoknya, memanfaatkan program kuis, reality show, variety show, sinetron, dan program religi untuk kampanye, menyiarkan iklan politik dan iklan kampanye sebelum masa kampanye (mencuri start), menyiarkan iklan kampanye yang melebihi durasi dan frekuensi yang telah ditetapkan pada masa kampanye dan masih menyiarkan iklan politik di masa tenang.

Atas pelanggaran tersebut, KPI memberikan sanksi mulai dari teguran sampai dengan penghentian program.
Dari sisi pemberitaan, KPI menemukan ketidakberimbangan yang menonjolkan tokoh politik yang terafiliasi dengan lembaga penyiaran serta pemberitaan yang cenderung menguntungkan kelompok tertentu. Bahkan didapati sejumlah pemberitaan negatif terhadap partai politik tertentu. Di samping itu, KPI juga memberikan sanksi terhadap iklan-iklan kampanye negatif.

Untuk mengefektifkan fungsi pengawasan, KPI kembali mengintensifkan gugus tugas pengawasan dan pemantauan penyiaran, pemberitaan dan iklan bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Informasi (KI) untuk meningkatkan pengawasan Pemilihan Presiden mendatang.

Menjelang Pilpres, KPI kembali mengingatkan lembaga penyiaran untuk menjaga netralitas dan tidak mengutamakan kepentingan kelompok tertentu agar menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Lembaga penyiaran juga diminta tidak menyiarkan iklan politik dan/atau iklan kampanye di luar jadwal kampanye yang telah ditetapkan. KPI juga melarang iklan yang bernada menyerang capres lain. Selain itu, guna meningkatkan partisipasi pemilih, KPI meminta lembaga penyiaran menayangkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) non partisan tentang penyelenggaraan Pemilihan Presiden ini.

KPI menegaskan, akumulasi sanksi yang diterima oleh lembaga penyiaran akan berpengaruh  pada rekomendasi KPI untuk perpanjangan atau pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan untuk mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melibatkan KPI dalam pengembangan master plan  dan peluang penyelenggaraan penyiaran digital, serta melibatkan pula KPI dalam Tim Pengawasan dan Pengendalian Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terrestrial.  Keterlibatan KPI ini dimaksudkan untuk terjaganya prinsip pemenuhan minat, kepentingan dan kenyamanan publik, serta prinsip keberagaman kepemilikan dan keberagaman isi dalam lembaga penyiaran multipleks. Hal ini menjadi bagian dari rekomendasi yang disampaikan bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2014 yang diputuskan pada 23 April, di Jambi.

Selain itu, menurut Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Rakornas kali ini KPI juga menyepakati untuk menginisiasi terbentuknya lembaga rating alternatif. Hal ini menurut Judha, didasari pada kebutuhan masyarakat dan juga industri penyiaran tentang parameter kepemirsaan secara kualitatif. Sehingga ke depan nanti, ukuran penerimaan sebuah siaran bukan sekedar banyak sedikitnya penonton, namun juga pada mutu dan kualitas siaran yang ditampilkan.

Selain berbagai hal di atas, Rakornas KPI juga merekomendasikan pembuatan nota kesepahaman KPI dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) tentang penguatan penyiaran perbatasan, serta menetapkan kebijakan nasional penguatan penyelenggaraan penyiaran perbatasan di kawasan perbatasan antarnegara. Sedangkan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) dan P3 & SPS free to air, disepakati untuk disahkan dalam Rakornas KPI 2015.

Sementara menyambut perhelatan politik nasional, Pemilihan Presiden, Rakornas KPI merekomendasikan pembentukan gugus tugas pengawasan penyiaran Pemilihan Presiden bersama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai ke tingkat daerah/ propinsi untuk menjaga independensi lembaga penyiaran dan menjamin penggunaan frekuensi hanya untuk kepentingan publik. Dan untuk memberikan jaminan kepada publik atas informasi yang benar, layak dan seimbang dalam penyiaran pemilihan presiden, KPI merekomendasikan bahwa segala bentuk kegiatan atau aktifitas partai politik atau peserta pemilu dan/atau kelompoknya yang bertujuan untuk meyakinkan pemilih melalui lembaga penyiaran hanya dapat dilakukan pada masa kampanye.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.