Jakarta - Dari hasil pemantauan KPI Pusat terhadap iklan kampanye politik ditemukan adanya iklan menyerang dan merendahkan peserta lain. KPI yang tergabung dalam Gugus Tugas Pengawasan Pemilu bersama KPU, Bawaslu, dan KIP setelah berkoordinasi meminta agar iklan kampanye politik dan peserta pemilu yang muatannya menghina dihentikan penayangannya di lembaga penyiaran. 

“Kami dari Gugus Tugas sudah minta iklan semacam itu dihentikan, karena jika terus dilanjutkan akan berdampak saling menyerang. Hal itu kontra produktif. Maka sebagai usaha preventif, tidak diperbolehkan iklan yang muatan menghina dan menyerang,” kata Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad dalam konfrensi pers Gugus Tugas Pemilu di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Maret 2014.

Lebih lanjut Idy menjelaskan, pada 24 Maret 2014 KPI sudah mengeluarkan surat teguran tertulis kepada lembaga penyiaran Metro TV yang menayangkan iklan partai NasDem versi "Kehadiran Anggota DPR RI Hanya 48,7 %". Menurut Idy, dari hasil kajian KPI atas materi iklan itu menyerang anggota DPR yang kembali mencalonkan diri dalam pemilu 2014. 

“Dalam iklan itu terdapat kata ‘tanpa empati’. Itu termasuk hal yang digeneralisir dan sudah diberikan teguran tertulis kepada lembaga penyiarannya,” ujar Idy lebih lanjut. Sedangkan terkait dugaan iklan kampanye di televisi yang menyerang Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang juga calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menurut Idy, KPI sudah berkoordinasi dengan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) tentang konten iklan versi “Ku Tagih Janjimu” itu.

Dalam penjelasan Idy, dari hasil penelusuran KPI, iklan itu tayang di tiga lembaga penyiaran, yakni RCTI, MNC TV, dan Global TV. Menurut Idy, dari hasil pertemuan KPI dengan PPPI dalam iklan itu ditemukan ada empat masalah ditemukan.

Pertama dari isi pesan yang ingin disampaikan ada nuansa menyerang. Kedua, kalau mencantumkan atau menampilkan gambar wajah seseorang harus seizin dari orang bersangkutan. "Kebetulan dalam iklan itu menampilkan wajah Jokowi. Kita tidak tahu apakah itu sudah dapat izin apa belum," ujar Idy. "Ketiga, iklan itu harus jelas siapa yang pasang.Tidak mungkin hantu yang memasang iklan itu, tapi dalam iklan itu tidak jelas siapa yang pasang. Keempat, sumber cuplikan video (footage) yang ditampilkan dalam iklan itu harusnya jelas." 

 

Jakarta - Gugus Tugas Pengawasan Kampanye Pemilu kembali melansir hasil pengawasan kampanye di media televisi dalam kurun 21, 22, 23 Maret 2014. Gugus Tugas yang terdiri dari empat lembaga, Komisi Pemilihan Umun (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP) menemukan adanya iklan kampnye pemilu partai politik di stasiun televisi melebihi ketentuan 10 spot penayangan iklan kampanye per hari.

Dalam temuan Gugus Tugas, dugaan pelanggaran batas ketentuan iklan kampanye dilakukan oleh empat partai di delapan stasiun televisi. Adapun partai yang diduga melakukan pelanggaran durasi iklan itu Partai Hanura, Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Demokrat. Sedangkan lembaga penyiaran yang menanyangkan iklan kampanyenya, RCTI, MNC TV, Global TV, TV One, ANTV, Metro TV, SCTV, dan Indosiar.   

“Pada 27 Maret kemarin, kami dari Gugus Tugas sudah menyerahkan hasil pengawasannya kepada Bawaslu untuk ditindaklanjuti, karena dari aturannya dalam masa kampanye terbuka diperbolehkan maksimal 10 spot dan tiap spot 30 detik,” kata Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad dalam konfrensi pers Gugus Tugas Pemilu di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Maret 2014.

Adapun rincinannya dugaan pelanggarannya, pada 21 Maret ada 4 partai yang melebihi 10 spot iklan per hari. Partai Hanura ditemukan 14 spot iklan di RCTI, di MNCTV 12 spot, di Global TV 16 spot. Golkar di TV One sebanyak 13 spot dan di ANTV 15 spot. Partai NasDem sebanyak 15 spot di Metro TV. Demokrat di SCTV sebanyak 20 spot dan di Indosiar 16 spot.

Kemudian pada 22 Maret, Partai Hanura di RCTI 15 spot dan di Global TV 15 spot. Kemudian Partai Golkar sebanyak 18 spot di TVOne dan 21 spot di ANTV. Partai NasDem sebanyak 11 spot di Metro TV, dan Partai Demokrat 15 spot di SCTV dan di Indosiar sebanyak 19 spot.

Sedangkan pada 23 Maret, Partai Hanura sebanyak 15 spot di RCTI, di MNC TV 11 spot, dan di Global TV 12 spot. Partai Golkar 21 spot di TV One, Partai Demokrat 17 spot di SCTV dan di Indosiar sebanyak 19 spot.

Menurut Idy, hasil pantauan Gugus Tugas itu akan diteruskan kepada lembaga masing-masing sesuai dengan wewenangnya. Untuk dugaan pelanggaran Partai akan diteruskan kepada Bawaslu dan sedangkan untuk lembaga penyiaran yang menayangkan akan teruskan untuk diberi teguran oleh KPI. “Nanti delapan lembaga penyiaran itu akan diberikan teguran terkait penayangan iklan yang melebihi ketentuan iklan kampanye di lembaga penyiaran,” ujar Idy.

JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sudah memastikan pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) sekaligus perayaan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2014. Acara akan berlangsung di Ballroom Hotel Novita, Jambi pada 21-24 April 2014.


Kepastian pelaksanaan acara dikemukakan Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho yang juga koordinator acara atau Person In Charge (PIC). “Kemarin, kami sudah ke Jambi untuk koordinasi dengan Pemda Jambi dan KPID Jambi. Semuanya sudah fix untuk lokasi hingga acara, tinggal undangan untuk teman-teman KPID dan undangan narasumber acara,” kata Fajar di Kantor KPI Pusat, Rabu, 26 Maret 2014.


Rakornas 2014 mengusung tema “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan sadar media penyiaran”. Menurut Fajar, pengawasan penyiaran bukan hanya menjadi tugas KPI, tapi juga seluruh unsur masyarakat. “Tema ini untuk menggerakkan semangat publik untuk turut serta mengawasi penyiaran, ini juga sekaligus sebagai gerakan sadar media. Dengan acara ini, kami ingin masyarakat terus kita mendorong, sadar dan kritis terhadap media, apalagi menjelang pemilu 2014,” ujar Fajar.


Dalam koordinasi persiapan acara KPI Pusat diwakili oleh Komisioner Bidang Kelembagaan Bekti Nugroho, Fajar Arifianto, Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang dengan Pemda Jambi, dan KPID Jambi. Pertemuan itu juga membahas puncak acara Harsiarnas akan dilaksanakan pada 22 April 2014 dan ditayangkan langsung oleh TVRI Daerah Jambi.


Dalam rancangan acara Rakornas 2014, acara pembukaan akan dihadiri oleh Menkopolhukam, beberapa undangan anggota DPR RI. Panitia juga menghadirkan seminar nasional kebangsaan bertajuk, “Mewujudkan Indonesia yang Kuat Melalui Penyiaran yang Sehat” dengan narasumber Jusuf Kalla, KH Hasyim Muzadi, dan Ketua KPI Pusat Judhariksawan.


Acara lain dalam Rakornas juga akan diadakan seminar cluster, tentang rating, sinergi regulasi film dan iklan film untuk penyiaran yang mendidik antara KPI dan Lembaga Sensor Film, dan diskusi konten lokal. Sebagai informasi, Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (Rakornas KPI) 2014 adalah forum strategis KPI Pusat dan KPI Daerah dalam membahas dan merumuskan kebijakan penyiaran nasional.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF) dibentuk berdasar pada Undang-Undang yang berbeda. KPI dibentuk berdasar amanat UU no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran sedangkan LSF adalah amanat UU no. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. Perbedaan ini kemudian menimbulkan perbedaan dalam sistem penilaian sensor.

Untuk itu LSF menyelenggarakan Forum Koordinasi dan Kerja Sama LSF dengan KPI dengan tema “Menyamakan Persepsi Penilaian dan Iklan untuk Program Siaran Televisi Terkait Regulasi Perfilman dan Penyiaran”. Hadir sebagai narasumber Jamalul Abidin (LSF), Hamdani Masil (KPI DKI Jakarta), dan Azimah Subagijo (KPI Pusat). Forum ini dihadiri oleh anggota LSF, anggota KPI dan KPID, dan lembaga penyiaran swasta.
Muchlis PaEni (Ketua LSF) dalam sambutannya menyatakan bahwa LSF dan KPI punya objek dan tujuan yang sama sehingga forum ini penting untuk menyelaraskan kebijakan untuk melindungi publik. Masalah yang sering mengemuka adalah masalah perbedaan penilaian klasifikasi usia.

Namun perbedaan ini sebenarnya bukanlah jalan buntu, menurut Djamalul Abidin. Dalam paparan di hadapan forum, dia menyatakan Kemendikbud telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 14 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film yang selaras dengan penilaian P3SPS dari KPI. Kemudian sinkronisasi ini juga dapat dilakukan ketika saat ini UU Penyiaran sedang direvisi. “Peluang ini bisa dimanfaatkan untuk sinkronisasi sistem penilaian sensor film dan iklan, selain tentu saja peluang yang didapat saat ini ketika KPI sedang merevisi P3SPS”, ujar Jamalul.

Namun Azimah Subagijo mengingatkan bahwa bukan berarti kategori Dewasa boleh menayangkan apapun seperti seks dan kekerasan tanpa sensor. Demikian pula halnya dengan kategori Remaja. Azimah juga mengusulkan agar nanti dalam revisi P3SPS mengikuti rentang usia LSF. Namun tetap harus membedakan antara kriteria sensor film bioskop dengan sensor film di televisi. Sebagaimana diungkapkan oleh Hamdani Masil, Azimah juga menyampaikan penyiaran televisi adalah media dengan pengaruh terbesar untuk masyarakat Indonesia. Karena itu regulasi program yang hadir di televisi harus lebih ketat dari pada media lain.

KPI dan LSF memang harus terus bersama-sama melakukan sinkronisasi sistem penilaian mengingat tantangan di masa depan akan lebih sulit. Kemajuan teknologi informasi semakin maju sehingga KPI dan LSF juga harus bisa mengimbanginya dengan senantiasa memperbarui sistem dan teknologi dalam rangka melindungi publik. KPI mengusulkan adanya sistem otomasi sensor film berbasis teknologi informasi. Dengan demikian mekanisme sensor dapat berjalan dengan lebih cepat. Kemudian dengan terbitnya PP no. 14 tahun 2014, akan terbentuk di daerah. Dengan demikian diharapkan LSF bekerja sama KPI, lebih dapat menjangkau dan melindungi masyarakat Indonesia sampai ke daerah. (AQUA)

Jakarta – Nama dan komposisi kepemilikan sebuah lembaga penyiaran belum tertera dalam surat izin penyelenggaran penyiaran atau IPP. Ke depan, diusulkan setiap IPP yang diterbitkan memasukan daftar nama kepemilikan di dalam izin tersebut.

Usulan itu disampaikan Pakar Penyiaran, Paulus Widiyanto, disela-sela acara seminar dan peluncuran buku “Kepemilikan dan Intervensi Siaran: Bahaya Media di Tangan Segelintir Orang dan Tantangan Pemilu 2014 dari Perspektif Demokrasi Media” di Hotel Ibis Tamarin, Selasa, 25 Maret 2014. “Nama-nama tersebut perlu dimasukan dalam izin yang dikeluarkan agar jelas semuanya,” kata Paulus menambahkan.

Menanggapi usulan itu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan, salah satu narasumber dalam seminar menyatakan sepakat. Langkah tersebut merupakan sebuah terobosan yang bagus. Namun begitu, perlu ada pembicaraan dengan Pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).

“Saya setuju jika nama dan komposisi kepemilikan saham disebutkan dalam izin penyelenggaraan penyiaran. Kita bias melihat bagaimana keberagaman kepemilikannya,” kata Judha.

Dalam kesempatan itu, Judha mengingatkan masa izin penyiaran untuk televisi hanya 10 tahun. Pada tahun 2016 nanti, sejumlah izin televisi akan berakhir. Pada tahun itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk memperbaiki catatan kepemilikannya.

Terkait program digitalisasi yang dinilai dapat menyelesaikan persoalan kepemilikan, Judha justru berpendapat lain. Pasalnya, orang-orang yang meminta izin penyiaran digital kebanyakan pemain lama alias itu-itu saja. “Saya pesimis monopoli dan oligopoli bisa hilang dengan digital. Saya tidak sependapat hal itu dapat memecahkan persoalan kepemilikan tersebut,” kata Judha menanggapi pernyataan dari Paulus Widiyanto.

Pada saat wawancara dengan sejumlah wartawan dalam kaitan Pemilu 2014, Ketua KPI Pusat mengharapkan media penyiaran khususnya televisi untuk transparan mengenai besaran tarif iklan yang diberikan bagi partai politik. “Ini untuk memberi kejelasan kepada semuanya. Berapa tarifnya, berapa diskonnya, harus disampaikan. Ini dalam kaitan keterbukaan informasi juga,” katanya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.