Jakarta – Program Ramadhan haruslah membangun semangat Ramadhan yang mendekatkan ummat dengan agamanya sehingga memberikan kontribusi dalam perbaikan masyarakat. Hal itu disampaikan tokoh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi dalam acara Sarasehan Penyamaan Pandangan “Mewujudkan Siaran Ramadhan yang Bermartabat” yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, (13/3).


Hasyim melihat sekarang rating selalu menjadi tameng lembaga penyiaran atas tayangan yang buruk. “Apakah para pekerja televisi itu rela anak, cucu, keluarga mereka setiap hari terpapar dengan program televisi yang merusak?”, tanyanya. Selain itu, Hasyim juga menyoroti maraknya eksploitasi seks dan berbagai model penyimpangan dengan dalih hak asasi manusia. Untuk itu dirinya meminta KPI agar jangan hanya bertemu dengan pekerja lapangan lembaga penyiaran. “KPI harus berani bertemu dengan para pemilik lembaga penyiaran’”, ujarnya. Menurut Hasyim, kalau KPI mau tegas pada televisi, berjuta masyarakat Indonesia pasti akan ikut mendukung.


Sementara itu, Ketua  Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dien Syamsuddin yang juga menjadi pembicara menyampaikan, media punya tanggung jawab moral yang besar sebagai agen perubahan untuk kebaikan. Karenanya jangan sampai media berperan memalingkan ummat dari agamanya. Menurut Dien, dirinya mengapresiasi usaha KPI membuat forum yang menyatukan berbagai pemangku kepetingan penyiaran, baik lembaga penyiaran, regulator ataupun masyarakat. MUI berharap, stasiun televisi nasional dapat tampil sebagai agen perubahan yang menampilkan fungsi edukasi media sehingga siaran Ramadhan yang diterima masyarakat memiliki kualitas yang baik. “Jangan seperti siaran ramadhan lalu, banyak siaran yang tidak mencerdaskan bahkan cenderung menggerogoti nilai-nilai Islam,” ujarnya.


Sementara itu dalam acara tersebut Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menyampaikan kerangka dan perspektif KPI seputar program siaran Ramadhan. Idy menyoroti adanya program-program Ramadhan yang diberikan sanksi oleh KPI lantaran memuat banyak pelanggaran pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3 & SPS). “Ironisnya, program-program tersebut justru berlanjut menjadi program regular dan juga kembali menuai sanksi,” tutur Idy.


Idy berharap, masalah-masalah yang muncul dalam program ramadhan tahun lalu tidak terulang lagi pada tahun ini. “Adanya forum ini juga seharusnya jadi pertimbangan bagi lembaga penyiaran dalam membuat konsep program ramadhan yang masih tiga bulan lagi lagi”, ujarnya. Lebih jauh, Idy menilai perlu adanya komitmen bersama stakeholder penyiaran guna mewujudkan suasana Ramadhan yang penuh hikmah dan berkah. Untuk itu, menurut idy, lembaga penyiaran juga harus berkomitmen agar menyajikan program siaran Ramadhan yang sesuai dengan spirit Ramadhan. Sedangkan untuk masyarakat, Idy berharap, khususnya ormas Islam ikut melakukan pemantauan terhadap program siaran Ramadhan dan hanya menjadi pemirsa bagi program siaran yang baik saja.


Berkaca dari tayangan Ramadhan tahun lalu, Idy mengakui bahwa program siaran yang baik juga ada. Seperti misalnya Hafidz Indonesia yang tampil di RCTI dan film Umar bin Khattab di MNC TV. “Kalau mau da nada komitmen, lembaga penyiaran dan rumah produksi pasti bisa membuat program yang bagus,” ujarnya. Kecuali kalau memang ada design upaya pemalingan ummat Islam dari agamanya, seperti yang disampaikan Ketua MUI, tambah idy.


Pendapat Idy ini kemudian diamini oleh praktisi televisi, Agung Izzul Haq. Dari pengalaman TV One menjalankan program Damai Indonesiaku selama enam tahun, program ini mendapatkan share iklan yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa tayangan religi yang dikemas secara serius, ternyata laku dijual ke pengiklan. “Bahkan sekarang pesantren-pesantren di seluruh Indonesia mengantri agar kyai-kyai pimpinan mereka dapat tampil di televisi,” paparnya. Sehingga, tambah Agung, para da’I di televisi tidak perlu menurunkan kehormatan mereka dengan ikut-ikutan melakukan aksi yang tidak patut.

Jakarta - KPI Pusat menjatuhkan sanksi administratif pengurangan durasi 1,5 jam untuk program acara “Yuk Keep Smile” di Trans TV selama 3 hari berturut-turut. Pengurangan durasi selama 1 jam 30 menit dari total durasi 4 jam 30 berlaku mulai 14 sampai dengan 16 maret 2014.

 

Keputusan itu dibacakan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam sidang khusus penjatuhan sanksi yang berlangsung di Ruang KPI Pusat pada Kamis, 13 Maret 2014. Sidang itu juga dihadiri oleh Komisioner KPI yakni Amirudin, Azimah Subagijo, Agatha Lily, dan Sujarwanto Rahmat Arifin. Pembacaan putusan itu juga dihadiri sejumlah pimpinan, produser, dan kru dari Trans TV. Di antaranya Komisaris Trans Corp Ishadi SK, Direktur Utama Trans TV Atiek Nur Wahyuni dan Direktur Program Achmad Ferizqo Irwan.

 

“KPI Pusat telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012 pada Program Siaran “Yuk Keep Smile” yang ditayangkan Trans TV pada 22 Februari 2014 mulai Pukul 19.12 WIB. Pada program tersebut ditayangkan seorang penonton yang hadir di studio mengucapkan kata-kata yang memiliki makna jorok, yaitu: pengucapan alat kelamin pria. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan perlindungan anak, ungkapan kasar, norma kesopanan, dan penggolongan program siaran,” kata Judha membacakan putusan.

 

Dalam surat keputusan itu disebutkan, program acara tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal (9), Pasal 15 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), dan 37 ayat (4) huruf a. Dalam kesempatan tersebut, Judha juga menyampaikan keprihatinan terhadap program-program Trans TV yang dinilai banyak mengandung muatan yang melanggar bahkan menjadi stasiun televisi yang paling banyak mendapatkan sanksi dari KPI, sebagaimana telah disampaikan dalam konferensi pers evaluasi dan apresiasi KPI terhadap lembaga penyiaran Rabu 12 Maret 2014 di Kantor KPI Pusat.

 

Sebelum penjatuhan sanksi administratif, KPI Pusat telah mengeluarkan dua kali teguran tertulis tanggal 3 Januari 2014 dan 5 Februari 2014, serta telah dilakukan klarifikasi kepada pihak Trans TV pada 5 Maret 2014 di Kantor KPI Pusat. Judha pun menegaskan bahwa sanksi ini akan menjadi catatan bagi Kemenkominfo dalam memperpanjang dan pencabutan Izin Penyelenggara Penyiaran.

 

Senada dengan itu, Rahmat sebagai Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran mengatakan, surat sanksi KPI ini merupakan pembelajaran kepada Trans TV agar tidak mengulang kembali di kemudian hari.

 

Di akhir sidang penjatuhan sanksi, Agatha Lily, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran kembali mempertanyakan komitmen Trans TV untuk segera memperbaiki beberapa program yang menurut catatan KPI berpotensi melakukan pelanggaran, seperti Show Imah, Indonesia Premiere, Oh Ternyata, Soccer Fever dan Saatnya Kita Joget.

 

Pihak Trans melalui Ishadi menyampaikan akan memperhatikan catatan KPI ini untuk segera melakukan evaluasi internal dan beberapa Program sudah akan berakhir tayangannya.

Jakarta - Anggota Panitia Khusus I DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan mengunjungi Kantor KPI Pusat. Kunjungan itu juga sekaligus untuk konsultasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) di Kotabaru.

Kunjungan yang berlangsung pada Rabu, 12 Maret 2014 dihadiri sebelas orang anggota Pansus I DPRD Kotabaru. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD Kotabaru Masdar dan Ketua Pansus I Genta Kusan. Rombongan kunjungan diterima oleh Komisioner Bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem  Penyiaran Azimah Subagijo dan Kepala Bagian Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran Bambang Siswanto.

Dalam pertemuan itu Masdar mengatakan, saat ini Kabupaten Kotabaru belum memiliki peraturan daerah untuk pendirian lembaga penyiaran. Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lembaga penyiaran di atur.

Menurut Masdar, tujuannya ke KPI untuk konsultasi terkait pembuatan Raperda dan hal itu inisiatif dari Pemda Kotabaru untuk pendirian lembaga penyiaran lokal. “Maka atas dasar itu, kami minta masukan dengan pihak terkait, termasuk KPI Pusat sebelum kami membuat rancangan peraturan daerahnya,” kata Masdar. Dalam kesempatan itu, anggota DPRD Kota Baru lainnya Mariana dan Sahiduddin menyatakan kekhawatiran dijadikan sebagai alat politik penguasa di daerah.  

Mendengar penjelasan itu Azimah memberikan masukan, sebelum pembentukan rancangan peraturan daerah untuk pendirian lembaga penyiaran lokal sebaiknya pihak pemerintah Kotabaru memeriksa ketersediaan kanal frekuensi yang tersedia, karena ketersediaan kanal frekuensi itu penting sebelum dibuatkan peraturan daerah.

“Silahkan ditanyakan dulu untuk ketersediaan frekuensinya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika atau unit pelayanan terpadu terkait,” kata Azimah dalam pertemuan itu. Selain itu, Azimah menjelaskan, pembuatan peraturan daerah yang terkait lembaga penyiaran lokal untuk radio dan televisi harus dibuat terpisah.

Sedangkan tentang kekhawatiran Lembaga Penyiaran Publik dijadikan sebagai alat politik, Azimah menyatakan, DPRD sebagai perwakilan publik justru berperan penting. “Lembaga Penyiaran Publik hadir untuk memberi informasi, edukasi, dan hiburan yang sehat bagi masyarakat. Jika menyimpang jadi alat politik, maka DPRD sebagai wakil rakyat dapat mengoreksinya dan tentunya berkoordinasi dengan KPID Kalimantan Selatan,” pungkas Azimah.

Jakarta - KPI Pusat melayangkan surat teguran kepada sepuluh lembaga penyiaran, yakni RCTI, Global TV, MNC TV, SCTV, ANTV, TV One, Trans TV, Trans 7, Indosiar, dan Metro TV. Surat itu dikeluarkan karena sepuluh lembaga penyiaran itu masih menayangkan iklan kampanye dan iklan politik di luar jadwal. Surat teguran dikeluarkan KPI pada 11 Maret 2014.

 

Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, dari sebelas lembaga penyiaran berjaringan yang diawasi KPI Pusat, hanya TVRI yang dinilai mematuhi peraturan. “Kita harus berikan apresiasi kepada lembaga penyiaran yang mematuhi peraturan tentang penanyangan iklan kampanye, yakni TVRI dan NET.TV,” kata Judha usai konferensi pers evaluasi dan apresiasi KPI terhadap lembaga penyiaran di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu 11 Maret 2014.

 

Keluarnya surat teguran itukarena sepuluh lembaga penyiaran telah melakukan pelanggaran Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Surat Edaran KPI No. 101/K/KPI/01/14 tentang ketentuan butir surat kesepakatan bersama tentang Kepatuhan pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Melalui Media Penyiaran yang ditandatangani oleh Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, KPI, dan Komisi Informasi Pusat yang ditandatangani pada 28 Februari 2014.

 

Adapun ketentuan butir yang dilanggar pada Butir 1, bahwa seluruh lembaga penyiaran diminta untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye yang sudah ditentukan yakni pada 16 Maret sampai 5 April 2014.

 

“Atas tindakan masih menayangkan iklan kampanye dan iklan politik di stasiun televisi Saudara, KPI Pusat memutuskan memberikan teguran,” bunyi surat teguran yang ditandatangi Ketua KPI Pusat. Dengan keluarnya surat teguran itu, KPI meminta kepada sepuluh lembaga penyiaran tersebut untuk mematuhi ketentuan tentang iklan kampanye dan iklan politik melalui media elektronik.

Mataram - Pemilu sesungguhnya bukan hanya bermakna sebagai sarana memilih wakil rakyat. Presiden dan wakil presiden. Tetapi lebih jauh dari itu, pemilu memiliki spekturm makna sebagai sarana ekspresi kedaulatan rakyat, perwujudan kebebasan berserikat (freedom of assembly), wahana artikulasi respon lokal dan sarana evaluasi dan permintaan pertanggungjawaban pemerintahan sebelumnya. Pemilu 2014 adalah momentum untuk merangkai, mewujudkan kembali, dan sekaligus menunjukkan tingkat peradaban politik kita setelah 68 tahun merdeka. Hal ini disampaikan oleh Amirudin komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran dalam acara Sarasehan Lembaga Penyiaran se-NTB Mendukung Pemilu Legislatif dan Pilpres yang bertema: “Forum Pimpinan Redaksi Menuju Pemilu Berkualitas 2014” di Hotel Lombok Raya, Nusa Tenggara Barat (11/3).

 

Amir menambahkan, dalam konteks itu, media penyiaran khususnya memiliki peran besar terhadap proses pendidikan politik warga, dan seklaigus mengontrol proses pemilihan umum agar menghasilkan pemilu yang transparan dan akuntabel hingga diperolehnya pemerintahan yang kuat dan legitimate. Itu semua dapat dicapai apabila media berhasil memaksa diri keluar dari jaring-jaring kepentingan peribadi, kelompok atau golongannya. “Media harus sanggup berpuasa dari godaan keinginan partisanship dan kembali sebagai kekuatan penjaga dan penyelamat demokrasi,” ujarnya. Ia kemudian mengutip pendapat Profesor Komunikasi dari Arizona State University USA, Craig M.Allen, bahwa dalam proses pemilu, media tetap wajib dijaga: “As a guard force and savior of democracy”.

 

Ketua KPID NTB, Badrun juga mengkhawatirkan fenomena yang terjadi secara nasional, yakni masih berseliwerannya tokoh pemilik media di layar kaca akan berimplikasi kepada tindakan politik media di daerah. Ia pun mengakui, sampai hari ini kesulitan bertumpu pada definisi kampanye yang akumulatif. “Kami kesulitan mengikat iklan politik dan juga pemilik media”, ujarnya.

 

Badrun kemudian menyarankan agar media lebih fokus pada visi misi parpol kandidat caleg tersebut, tidak terjebak pada jurnalisme “pacuan kuda” atau persaingan antar kandidat, sebab hal ini akan mengaduk psikologis konstituen dan berpotensi melahirkan distabilitas sosial dan politik.

 

Dalam kesempatan itu, Gubernur NTB yang diwakili Kepala Badan Kesejahteraan Pembangunan Politik Dalam Negeri (Bakesbang Poldagri), Abdul Hakim, dalam sambutannya juga menekankan pentingnya menjunjung tinggi azas netralitas serta memaksimalkan peran media, yakni informasi, pendidikan dan kontrol politik.
Kegiatan sarasehan yang dihadiri sebanyak 50 peserta yang meliputi Pimpinan Redaksi Televisi dan Radio lokal di NTB serta menghasilkan 8 (delapan) butir rekomendasi ini juga menghadirkan pembicara Ketua KPU Provinsi NTB, Lalu Akhsar Anshory dan Ketua Bawaslu Provinsi NTB, M. Khuwailid. (Int) 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.