Jambi – Gubernur Provinsi Jambi, Hasan Basri Agus menyatakan gembira dan terimakasih kepada KPI Pusat dan KPID atas dipercayanya Jambi sebagai tuan rumah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2014. Dirinya berharap Rakornas KPI dapat memberi dampak yang positif bagi perkembangan penyiaran khususnya di daerah Jambi.
“Selamat datang peserta Rakornas. Terima kasih telah mempercayai Jambi sebagai tuan rumah Rakornas KPI. Kami merasa bangga atas kepercayaan tersebut. Kami merasa senang Jambi menjadi tuan rumah Rakornas KPI. Kami berusaha memberikan pelayanan yang terbaik,” kata Gubernur dalam sambutan acara ramah tamah dengan peserta Rakornas di Rumah Dinasnya, Senin Malam, 21 April 2014.
Pada kesempatan itu, Gubernur juga menyampaikan potensi-potensi yang dimiliki daerahnya seperti tempat-tempat wisata yang menarik seperti taman air alam, Gunung Kerinci, Candi Muaro Jambi dan ratusan obyek lainnya.
Ketua KPI Pusat Judhariksawan, dalam sambutannya mengatakan kegiatan Rakornas KPI yang dihadiri 33 provinsi akan dihadiri Wakil Presiden Boediono. Rakornas ini menjadi Rakornas pertama yang dihadiri Wapres. “Kami atas nama KPI menyampaikan terima kasih banyak kepada pemerintahan dan masyarakat Jambi atas sambutannya dan kesempatan ini,” kata Judha.
Judha juga menyampaikan jika Rakornas KPI akan ditandatangani beberapa MoU dengan Dewan Pers dan beberapa lembaga lain. Usai ramah tamah, kedua belah pihak melakukan tukar menukar cindera mata. Gubernur juga menyerahkan cindera mata kepada tiga wakil KPID. Red
Yogyakarta - KPID DIY bekerja sama dengan KPI Pusat menyelenggarakan Evaluasi Dengar Pendapat. Tahapan acara membahas evaluasi tahap awal permohonan perizinan penyiaran. Acara berlangsung pada Kamis, 17 April 2014 di Plaza Informasi Yogyakarta.
Turut hadir dalam pertemuan itu seluruh komisioner KPID DIY dan panelis dari unsur masyarakat, yakni budayawan Hairus Salim dan tokoh agama KH. Abdul Muhaimin. Sedangkan dari KPI Pusat dihadiri oleh Komisioner Azimah Subagijo, Agatha Lily, dan Rahmat M. Arifin. Evaluasi Dengar Pendapat itu juga mengundang empat lembaga penyiaran, Lembaga Penyiaran PT Radio Gemma Satunama, Perkumpulan Radio Komunikasi Suara Manggala, Perkumpulan Radio Komunitas Radio Milik Kita, dan PT Indonesia Visual Televisi Yogyakarta.
Komisioner Bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran Azimah Subagijo menjelaskan, media penyiaran memiliki dampak dan pengaruh di masyarakat. Salah satu efek yang bisa ditimbulkan bisa mempengaruhi opini publik. Maka sejak awal pendirian lembaga penyiaran tujuan dari didirikan lembaga penyiaran harus memiliki tujuan yang jelas.
“Seluruh media penyiaran baik bentuknya lembaga penyiaran swasta maupun lembaga komunitas punya tanggung jawab yang sama. Tujuannya harus tertuang dalam proposal permohonan perizinan. Tidak hanya sebatas itu, tujuan harus tercermin pada program siaran yang terencana. Program siaran harus sejalan dengan tujuan pada proposal permohonan izin penyiaran. Parameter ini akan diminta pertanggungjawabannya ketika lembaga penyiaran sudah mendapatkan izin penyiaran,” kata Azimah.
Lebih lanjut Azimah Subagijo mengatakan, evaluasi merupakan bentuk cerminan visi misi yang disampaikan dalam proposal pengajuan izin sebagai syarat administrasi. Visi misi yang tertuang dalam proposal harus dituangkan secara detail pada bagian perencanaan program acara yang dituangkan pada proposal.
“Selain itu, hadirnya lembaga penyiaran juga diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru, membuat sumber daya lokal semakin bermanfaat, juga menjadi pemicu peningkatan ekonomi dan perubahan sosial menjadi lebih baik,” ujar Azimah.
Terkait evaluasi tahap awal lembaga penyiaran radio di Yogyakarta, Rahmat M. Arifin mengingatkan, mengelola penyiaran radio bukan hal yang mudah, dibutuhkan pengelolaan yang profesional. Hal senada juga dikemukakan Agatha Lily, bahwa idealisme dalam mengelola radio harus dijaga dan dipertahankan. Sehingga konsistensi dalam pengelolaan radio bisa tetap berjalan. "Jangan sampai idealisme pendidikan dan budaya kemudian tergoda untuk hanya menyajikan siaran hiburan semata,” papar Lily.
Panelis dari unsur masyarakat, Hairus Salim berbicara tentang penyiaran dalam konteks kebudayaan. Menurut Salim, kebudayaan bukan semata soal candi, artifak, atau hal-hal tentang masa lalu. “Kebudayaan jangan hanya terjebak pada hal yang bersifat eksotik. Namun kebudayaan adalah tentang perubahan. KPI dan masyarakat mengharap penyiaran membawa misi budaya menuju perubahan ke arah masyarakat Yogyakarta yang semakin baik,” terang Salim.
Dari sudut pandang keagamaan, KH. Abdul Muhaimin mengatakan, misi kebudayaan juga tidak boleh meninggalkan agama. Menurut KH. Muhaimin, agama dan budaya adalah dua hal yang saling melekat. Menurutnya, agar siaran keagamaan tidak juga terjebak kemasan siaran yang menjadikan agama sebagai hiburan, namun agama sebagai faktor perubahan akhlak menjadi lebih baik. (Aqua)
Jakarta - Dalam rangka peningkatan kualitas siaran radio di Indonesia, KPI Pusat berkunjung ke kantor pengurus pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI). PRSSNI adalah salah wadah perkumpulan radio swasta yang berdiri sejak tahun 1974. Kunjungan berlangsung pada Rabu, 16 April 2014 di kantor PRSSNI di bilangan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Adapun komisioner yang ikut serta dalam kunjungan itu Kunjungan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan komisioner lainnya seperti Bekti Nugroho, Fajar Arifianto Isnugroho, Danang Sangga Buana, dan Agatha Lily. Dalam kunjungan itu rombongan KPI Pusat diterima langsung oleh Ketua Umum PRSSNI Rohmad Hadiwijoyo dan pengurus sekretariat seperti, K. Candi P. Sinaga, Bobby Abuwisono, Bob Iskandar, Slamet Mulyadi, dan Chandra Novriadi
Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, selain bidang pengawasan, KPI juga memiliki kewajiban dalam menjaga dan mendorong sektor bisnis dunia penyiaran. Termasuk juga terus mendorong peningkatan kemampuan pengelola lembaga penyiaran secara bertahap.
“KPI kepengurusan periode ini, minimal bisa menggandeng seluruh elemen penyiaran untuk terus meningkatkan kualitas isi siarannya yang juga sejalan dari segi bisnis, termasuk lembaga penyiaran radio. Penyiaran yang baik bagi masyarakat itu lahir dari pengelola yang profesional dan memiliki kemampuan yang baik di bidangnya. Nah, kami ingin mengajak PRSSNI sekaligus masukan terkait standar kompetensi profesi dalam lembaga penyiaran radio,” kata Judhariksawan.
Menurut Judha, dengan adanya standar kompetensi itu sebagai bentuk proteksi profesi penyiaran di Indonesia menjelang berlakunya pasar bebas Asean atau ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada 2015. “Dengan ada standar profesi ini, tidak hanya melindungi pekerja kita saat dimulai pasar bebas Asean nanti. Ini juga sebagai persiapan, dengan standar pofesi ini pekerja kita juga bisa bekerja di negara-negara Asean nantinya,” papar Judha.
Ketua Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan SDM PRSSNI Chandra Novriadi mengatakan, perkembangan teknologi informasi saat ini membuat radio berpikir keras dalam hal persaingan isi siaran dan bisnis. Menurutnya hal itu juga sebagai tantangan dalam dunia penyiaran radio.
Chandra yang juga pengelola radio Prambors FeMale Delta menuturkan, perkembangan radio saat ini mengalami penurunan dari segi sumber daya manusia pengelolanya. Menurut Chandra, hal itu karena minat generasi muda yang kian menurun terhadap dunia radio dan aturan keberpihakan kepada radio dari negara.
Radio di Indonesia memiliki banyak penggemar dalam dekade 1990-an. Chandra menuturkan, pada masa itu penyiaran radio mengalami peningkatan pesat dari segi acara dan iklan. Namun saat ini mengalami penurunan dan kebalikannya. “Saking hebatnya radio kita masa itu. banyak teman-teman dari kawasan Asean dan Asia yang belajar di sini tentang penyiaran radio. Sekarang, banyak radio di Jakarta yang konsultan dari luar negeri, yang sebenarnya mereka adalah yang pernah belajar di sini,” tutur Chandra.
Di tengah ketatnya persaingan radio saat ini, Chandra mengungkapkan, banyak radio saat ini melupakan esensi dari penyiaran radio itu sendiri. Bagi Chandra yang selama puluhan tahun bergelut di dunia penyiaran radio, pada dasarnya radio itu menyajikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada pendengarnya dengan berbagai kemasan dalam isi siarannya.
“Mulanya radio itu menyajikan siarannya untuk pendengar semata. Siaran sepenuhnya untuk pendengar. Jika mereka sudah suka, pendengar yang lain akan datang makin banyak. Kalau sudah begitu, dengan sendiri iklan akan datang,” papar Chandra.
Selama bergelut di dunia radio, menurut Chandra, penyiaran radio memiliki kecenderungan yang dekat dengan pendengarnya bila dibandingkan dengan media penyiaran lainnya. Dia mencontohkan, bagaimana komunikasi antara pendengar dengan penyiarannya. “Jika ada siaran yang tidak bagus, dengan sendirinya pendengar akan protes. Ada yang langsung ke studio radio, lewat telepon atau yang lainnya. Sistem komunikasi itu secara tidak langsung membuat radio memiliki sensor internal dalam tiap siarannya,” terang Chandra.
Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) Boediono memastikan akan hadir dan membuka acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2014 yang berlangsung di Provinsi Jambi, Selasa, 22 April 2014.
Kepastian Wapres bersedia akan menghadiri dan membuka acara Rakornas KPI yang dihadiri seluruh KPID se Indonesia yang berjumlah 33 tersebut setelah KPI Pusat mengadakan pertemuan dengan protokoler Wapres di bilangan kantor Wapres, kemarin.
Rakornas KPI 2014 mengusung tema “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan sadar media penyiaran”, rencannya akan dihadiri sejumlah menteri antara lain Menkopolhukam, Anggota DPR RI dan beberapa tokoh bangsa seperti Jusuf Kalla, dan Hasyim Muzadi.
Dalam Rakornas nanti akan diadakan sejumlah seminar cluster, tentang rating, sinergi regulasi film dan iklan film untuk penyiaran yang mendidik antara KPI dan Lembaga Sensor Film, dan diskusi konten lokal. Sebagai informasi, Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (Rakornas KPI) 2014 adalah forum strategis KPI Pusat dan KPI Daerah dalam membahas dan merumuskan kebijakan penyiaran nasional. Red
Jakarta - Dalam kunjungan KPI Pusat ke kantor pengurus pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) juga membicarakan tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Dua pedoman itu dijadikan KPI dalam melakukan pengawasan lembaga penyiaran.
Komisioner Bidang Isi Siaran Agatha Lily mengatakan, banyak kalangan yang menyebut saat ini dua pedoman itu terasa bernuansa televisi, belum detail dalam cakupan pengawasan penyiaran radio. Meski perkembangan teknologi informasi berkembang pesat, radio masih memiliki penggemar setia yang mengikuti irama perkembangan yang ada.
Menurut Lily, KPI sudah mulai melakukan pengawasan radio lembaga penyiaran radio. Ini dilakukan agar lembaga penyiaran radio juga dalam penyiarannya tetap bertujuan sebagai media informasi, pendidikan, dan hiburan yang sesuai dengan nilai kultur Indonesia.
“Ada yang bilang P3SPS pengawasan taste-nya masih terasa ke televisi, belum mencakup penyiaran televisi. Dengan kunjungan ini kami berharap masukan untuk perbaikan,” kata Lily di kantor PSSSNI di kawasan Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 16 April 2014.
Kunjungan itu juga dihadiri Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan komisioner lainnya seperti Bekti Nugroho, Fajar Arifianto Isnugroho, dan Danang Sangga Buana. Dalam kunjungan itu rombongan KPI Pusat diterima langsung oleh Ketua Umum PRSSNI Rohmad Hadiwijoyo dan pengurus sekretariat seperti, K. Candi P. Sinaga, Bobby Abuwisono, Bob Iskandar, Slamet Mulyadi, dan Chandra Novriadi.
Rohmad mengatakan, selaku organisasi yang mewadahi radio-radio swasta se-Indonesia pihaknya sudah memikirkan hal itu. Rohmad mengakui, siaran radio memiliki efek terhadap pendengarnya. Menurutnya memang harus ada aturan yang membahas hal detail dalam rangka pengawasan siaran radio. “Kami sudah buat rancangan untuk pengawasan radio sebagai usulan perbaikan P3SPS ke depan. Tinggal mengajukan draf itu nanti sebagai bahan kajian dan usulan,” ujar Rohmad.
Meski begitu, Ketua Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan SDM PRSSNI Chandra Novriadi menjelaskan, efek yang ditimbulkan siaran radio terkait isi siarannya tidak perlu ditakutkan dengan berlebihan. Menurut Chandra, radio punya kecenderungan memiliki kedekatan dengan pendengarnya. Menurutnya ada timbal balik antara pengelola radio dengan pendengarnya.
“Karena memiliki kedekatan dengan audiensnya. Maka ketika pendengar itu mendengar hal yang salah dari penyiarnya maka dengan sendirinya pendengar itu akan protes kepada pihak lembaga penyiarannya. Malah ada ibu-ibu yang langsung ke radio kami dan marah-marah akan siaran kami. Bagi kami selaku pengelola radio hukuman yang keras, bahkan melebihi hukuman dari KPI,” terang Chandra.
Walaupun demikian, menurut Chandra, hal-hal yang terkait dengan pengawasan penyiaran bidang radio harus tetap dimasukkan dalam P3SPS, karena tiap daerah memiliki kultur dan nilai lokal tersendiri. Dengan begitu ada standar etik yang bersifat universal yang sesuai dengan budaya Indonesia sebagai penyangga dalam pengawasannya.