Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan teguran kedua kalinya pada program acara “Mel’s Update” yang ditayangkan oleh stasiun ANTV  yang kedapatan melakukan pelanggaran pada tanggal 4 Maret 2013 pukul 21.23 WIB. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat kepada ANTV, Rabu, 24 April 2013.

Pelanggaran yang dilakukan program adalah penayangan adegan yang mengesankan ciuman bibir yang dilakukan oleh bintang tamu pasangan artis Ikang Fauzi dan Marissa Haque. Adegan tersebut terjadi ketika salah seorang host, Indra Bekti, meminta kedua bintang tamu tersebut melakukan adegan ciuman. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan terhadap anak dan remaja, norma kesopanan, pelarangan dan pembatasan adegan seksual, dan penggolongan program siaran.

Menurut Komisioner KPI Pusat, Nina Mutmainnah, tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 21 ayat 1 serta Standar Program Siaran Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), Pasal 18 huruf k, dan Pasal 37 ayat (4) huruf a dan f.

“Dan, berdasarkan catatan kami, program ini telah mendapatkan surat sanksi administratif teguran tertulis No. 11/K/KPI/01/13 tertanggal 9 Januari 2013,” tambahnya.

Ditegaskan Nina, pihaknya akan terus melakukan pemantauan terhadap program ini. “Bila masih ditemukan pelanggaran kembali, kami akan meningkatkan sanksi administratif berupa penghentian sementara atau pembatasan durasi,” paparnya.

Dalam surat teguran kedua itu juga disampaikan permintaan KPI Pusat pada ANTV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Red

Jakarta - Program siaran atau acara “Reportase Siang” yang ditayangkan oleh stasiun Trans TV pada tanggal 5 Maret 2013 pukul 10.34 WIB kedapatan melanggar P3 dan SPS KPI tahun 2013. Pelanggaran yang dilakukan program adalah mewawancarai dengan tidak menyamarkan wajah ibu dari anak perempuan di bawah umur yang diduga menjadi korban pelecehan seksual. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran KPI Pusat kepada Trans TV, Rabu, 24 April 2013.

Seperti yang dijelaskan Nina Mutmainnah, Komisioner sekligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, jenis pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban menyamarkan identitas dalam program jurnalistik.

“KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 22 ayat (3) dan Standar Program Siaran Pasal 43 huruf f,” kata Nina.

KPI Pusat meminta, dalam surat teguran itu, pihak Trans TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Red

 

Serdang Bedagai (Sumut) – Orangtua harus terlibat dalam memberikan pilihan media atau tayangan yang sehat kepada anak-anaknya. Pilihan bagi anak-anak tidak hanya sekedar pilihan tapi harus diiringi dengan pengajaran atau pendidikan literasi media sehingga anak-anak dapat menentukan pilihan media atau tayangan yang memang sehat buat mereka.

Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto mengatakan, orangtua berperan memberikan rasa aman kepada anak-anaknya dari dampak media yang tidak sehat. Salah satu peran itu adalah memberikan mereka pilihan yang sehat dan pendampingan pada saat mereka mengkonsumsi hiburan, informasi ataupun edukasi di media.

“Orangtua tidak boleh melawan perkembangan teknologi, yang penting dilakukan adalah mendampinginya. Orangtua harus terlibat menentukan pilihan media bagi anak-anaknya,” katanya di depan peserta Sosialisasi P3 dan SPS KPI di aula pertemuan kantor Bupati kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Provinsi Sumatera Utara (Sumut), 24 April 2013.

Selain menentukan kategori pilihan, hal lain yang patut jadi perhatian orangtua adalah waktu mengkonsumsi media atau tayangan. Menurut para ahli, batas maksimal anak-anak menonton televisi tidak lebih dari 2 jam dalam sehari. Bahkan, anak di bawah usia 2 (dua) tahun sangat tidak dianjurka menonton televisi. “Ada bagian bola mata yang tidak boleh terkena cahaya terlalu banyak,” kata Ezki menyitir data hasil penelitian.

Neil Postman (1982;1994) & David Buckingham (2000) menulis tentang hilangnya masa kanak-kanak pada jutaan anak di seluruh dunia akibat mereka terlalu banyak mengkonsumsi isi media elektronik yang kebanyakan berupa materi untuk orang dewasa. “Banyaknya materi dewasa yang masuk ke anak membuat anak menjadi cepat dewasa sebelum waktunya dan ini tentu menimbulkan banyak masalah,” papar Ezki di depan para peserta yang sebagian besar Guru sekolah.

Menurut Ezki, posisi anak sangat rentan karena mereka akan menyerap apapun yang ditawarkan media, karena memang belum memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. Anak belajar melalui pengalaman langsung, instruksi formal, atau melalui pengamatan terhadap tindakan pihak lain. ”Jumlah jam menonton pada hari libur lebih tinggi daripada pada hari sekolah. Hal-hal seperti ini biasanya diawali oleh kebiasaan di usia dini.Waktu luang diisi dengan menonton TV tanpa pendampingan orangtua,” jelasnya. 

Sementara itu, narasumber lain yang juga Anggota Komisi I DPR RI, Meutia Hafidz menilai tugas yang dijalani KPI mengawasi isi siaran sangat berat sekali karena jumlah lembaga penyiaran yang banyak. Masyarakat harus ikut membantu tugas tersebut dengan melaporkan setiap pelanggaran isi siaran ataupun tayangan yang merusak.

Masyarakat tidak boleh apatis terhadap siaran yang memang melanggar dan berdampak buruk. “Saya harapkan betul kita mempunyai pikiran yang sama yakni dengan menjaga penyiaran Indonesia. Ini adalah kewajiban kita bersama,” kata mantan presenter di salah satu televise swasta nasional ini bersemangat.

Ketua KPID Sumut, Abdul Harris Nasution mendorong pendidikan literasi media dimasukan dalam kurikulum pendidikan sekolah. Upaya ini sudah dilakukan KPI dengan mengandeng Kementerian Pendidikan Nasional. Sayangnya hal ini belum direspon. Namun, hal ini bisa dimasukan dalam peraturan khusus Pemerintah Kabupaten seperti di Serdang Bedagai.

“Kami berharap pemerintah kabupaten Sergai dapat menerapkan sejumlah kebijakan mengenai literasi media seperti di Yogyakarta. Di beberapa daerah, pemerintah setempat menerapkan kebijakan larangan menonton televise pada jam tertentu seperti jam saat anak-anak belajar,” katanya yang didengar langsung Bupati Kabupaten Sergai. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi teguran tertulis pada program acara “Soccer Fever” di Trans TV akibat menayangkan adegan yang melanggar norma kesopanan dan adegan seksual pada acara “Soccer Fever” 27 Maret 2013 pukul 00.42 WIB. Hal itu dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Rabu, 24 April 2013.

Adapun pelanggaran yang dilakukan program tersebut adalah penayangan adegan eksploitasi tubuh bagian dada host wanita baik di kolam renang maupun di tempat gym. Adegan tersebut ditayangkan melalui pengambilan gambar secara close up dan medium close up. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan serta pelarangan dan pembatasan adegan seksual.

Nina Mutmainnah, Komisioner sekaligus koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat menerangkan pihaknya memutuskan tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 16 serta Standar Program Siaran Pasal 9 dan Pasal 18 huruf h.

“Selain itu, kami juga menemukan pelanggaran lainnya pada program yang ditayangkan tanggal 29 Januari 2013 pukul 23.51 WIB.  Pelanggaran yang dimaksud adalah penayangan adegan eksploitasi tubuh bagian paha dari host wanita dengan pengambilan gambar secara close up,” kata Nina.

Dalam kesempatan itu, Nina juga menyampaikan permintaan kepada Trans TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Red

Jakarta – Stasiun televisi RCTI, SCTV dan Trans 7 penuhi undangan KPI Pusat terkait tayangan sinteron bernapaskan agama dan juga penokohan Haji yang tidak sesuai dengan makna kehajiannya, Senin, 22 April 2013. Tayangan sinetron seperti ini banyak mendapat keluhan dari mayarakat yang mengadukan langsung ke KPI Pusat. Dalam pertemuan itu, hadir perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Sensor Film (LSF), dan Masyarakat TV Sehat Indonesia.

Pertemuan itu dipimpin langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, dan Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah.

Diawal pertemuan, KPI Pusat mempersilahkan pihak pengadu yakni Masyarakat TV Sehat Indonesia menyampaikan keluhan dan pengaduan mereka terkait tayangan sinteron yang dimaksud kepada perwakilan televisi yang menayangkan sinetron tersebut. Berbagai argumentasi dan juga kritikan disampaikan mereka kepada perwakilan stasiun televisi yang hadir di ruang rapat KPI Pusat.

Usai mendengarkan keluhan pengadu, KPI Pusat mempersilahkan perwakilan LSF menyampaikan pendapat mereka terhadap beberapa tayangan sinteron yang bernapaskan agama Islam. Ada beberapa persoalan yang perlu diperbaiki dalam sinetron tersebut terutama persoalan keseimbangan dalam masing-masing tokoh dalam sinetron.

Setelah mendengarkan penjelasan LSF, KPI Pusat meminta klarifikasi dari perwakilan RCTI, SCTV dan Trans 7. Dari klarifikasi yang disampaikan masing-masing perwakilan televisi disimpulkan semunya menerima setiap pendapat maupun kritikan sebagai masukan untuk perbaikan isi dalam program sinetron

Awal pekan lalu, Masyarakat TV Sehat Indonesia mengadu kepada KPI Pusat terkait penayangan sejumlah sinetron seperti Haji Medit (SCTV), Islam KTP (RCTI), Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), dan Ustadz Foto Kopi (SCTV). Mereka menilai tayangan TV ini cukup meresahkan kaum Muslim Indonesia.

Dikatakan tayangan-tayangan sinetron tersebut menggunakan judul dengan terminologi Islam, tapi isi dan jalan ceritanya jauh dari perilaku islami. Bahkan, tidak jarang dalam tayangan tersebut, karakter ustadz dan haji, yang merupakan tokoh panutan di tengah-tengah masyarakat melakukan tindakan di luar kepatutan, digambarkan suka mencela, iri, dengki, dan sama sekali tidak ada pesan Islam di dalamnya.

"Tayangan sinetron-sinetron tersebut telah memunculkan persepsi buruk tentang tokoh panutan dalam agama Islam. Jelas hal ini sangat meresahkan masyarakat," kata Ardy Purnawan Sani, koordinator Masyarakat TV Sehat Indonesia.

Bahkan, masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat TV Sehat Indonesia, mendesak agar KPI menghentikan tayangan-tayangan sinetron di atas. Selain itu, Masyarakat TV Sehat Indonesia juga mengajak aktor dan artis untuk lebih selektif dalam memilih peran sehingga tidak menimbulkan kegelisahan, bahkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.