Jakarta - Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) atau biasa disebut televisi berlangganan dinilai masih banyak masalah yang perlu diselesaikan. Terkait hal ini, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Danang Sangga Buwana mengakui adanya problematika yang melingkupi televisi berbayar ini. 

“Kami menilai bahwa LPB kini masih mengidap banyak masalah yang harus diselesaikan, baik di tingkat internal yang menyangkut infrastruktur dan perizinan, isi siaran maupun pada aspek persaingan usahanya. Karena itulah KPI Pusat kini mengadakan Diskusi Publik bertema Quo Vadis LPB di Indonesia, yang tujuannya adalah mengurai masalah yang mengitari televisi berbayar ini dan sekaligus mencari solusi alternatif mengatasinya,” kata Danang yang juga menjadi penanggungjawab Diskusi Publik LPB.

Diskusi publik yang digelar di Mercure Convention Center Hotel, Taman Impian Jaya Ancol  (17/9) ini, menghadirkan narasumber dari beragam elemen diantaranya, Agnes Widiyanti (Direktur Penyiaran kemenkominfo), Agung Sahidi (Operation Direktor Telkomvision), Muharzi Hazril (Head of Regulatory Affair and Corporate Support Sky Vision), dan Azimah Subagijo (Komisioner KPI Pusat). Diskusi juga diawali dengan Keynote Speaker oleh Mahfudz Siddiq Ketua Komisi I DPR RI. 

Danang menggarisbawahi dua permasalahan yang diidap oleh televisi berbayar. Pertama, problematika di domain infrastruktur. Banyaknya televisi berlangganan ilegal yang kini beredar di Indonesia menjadi kendala serius LPB yang harus dijawab. Menggarisbawahi data dari Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI), terdapat lebih dari 2.000 TV berlangganan di Indonesia ilegal. Pada saat bersamaan, problem LPB pada aspek infrastruktur dan perizinan terjadi karena hal ini berkaitan dengan problematika sistem penyiaran satelit yang kini masih dalam dilema hukum.

“Masalah kedua ada pada aspek isi siaran. Secara yuridis, ketentuan isi siaran bagi televisi berlangganan ditegaskan pada UU No. 32/2002 Pasal 26 ayat 2 poin a menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Berlangganan harus: melakukan sensor internal terhadap isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan. Namun secara faktual, sensor internal disinyalir belum memenuhi standar, mengingat beragam program siarannya sarat dengan nuansa kekerasan dan seksualitas,” tegas Danang. 

Fakta ini, menurut Danang, menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi KPI. Karena KPI sendiri  belum memuat mekanisme teguran terhadap LPB. Padahal sebagaimana pedoman pada isi siaran, LPB juga berkewajiban mematuhi standar dan prosedur isi siaran yang ada pada Pedoman Perilaku penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Pasal 18 dan Pasal 23. 

“Karena itu, Diskusi Publik ini nantinya diharapkan menjadi pintu masuk untuk pembenahan televise berlangganan, karena acara ini akan kami follow up dengan FGD untuk merumuskan konsep pengaturan televise berbayar ini oleh KPI Pusat,” pungkas Danang. ***

 

Jakarta - Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) adalah salah satu entitas yang dikenal  dalam sistem penyiaran Indonesia dan diakomodir oleh Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.  Jumlah LPB yang terus berkembang, memberi gambaran bahwa proyeksi ke depan, industri LPB ini menjanjikan. Namun demikian masalah yang dihadapi LPB saat ini bukan hanya di sektor industrinya,  tapi juga pada muatan siaran. Beberapa masalah itu diantaranya, tidak tersedianya kunci parental dan sensor internal dalam penyelenggaran LPB.  Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Diskusi Publik “Quo Vadis LPB di Indonesia” yang diselenggarakan KPI Pusat (17/9).

Pada daerah-daerah blank spot yang tidak dijangkau oleh lembaga penyiaran swasta, LPB ini memang mengisi kekosongan tersebut, dengan menyediakan informasi bagi masyarakat lewat layanan TV kabel, TV satelit, ataupun TV terrestrial. Bagaimanapun juga, ujar Judha, keberadaan LPB di daerah-daerah blank spot  ini membantu pemerintah menunaikan hak-hak warga negara untuk pemenuhan akses informasi. Meski demikian, Judha mengakui, banyak praktek LPB lewat TV kabel di daerah yang belum memenuhi regulasi penyiaran. “Misalnya, menyalurkan program tanpa ada hak siar”, ujar Judha.  Untuk itu, dalam diskusi public ini diharapkan para pemangku kepentingan penyiaran, utamanya LPB, dapat ikut merumuskan bersama aturan main yang akan dijalani yang sesuai dengan regulasi yang ada.

Bagi KPI sendiri, menurut Judha, penting untuk menata ulang regulasi LPB ini. Sehingga masyarakat tetap dapat mengakses informasi yang luas, namun regulasi penyiaran tetap ditegakkan. “Dengan demikian industri penyiaran dapat tumbuh dengan sehat”, ujar Judha.

Dalam diskusi ini, hadir pula Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq yang memberikan sambutan kunci. Sedangkan pembicara yang hadir yakni Agnes Widyanti (Dirjen  Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika), Azimah Subagijo (Koordinator Bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan KPI Pusat), Muhazri Hazril (Sky VIsion), dan Agung  DM Sahidi (Telkomvision).

Jakarta – KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers bersinergi mengadakan pertemuan lanjutan guna menyamakan persepsi dan definisi iklan kampanye dalam peraturan kampanye Pemilu 2014. Pertemuan lanjutan tersebut diselenggarakan di kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Senin, 16 September 2013. 

Diawal pertemuan, Anggota KPU Pusat, Ferry Kurnia Rizkiansyah, menyatakan jika pertemuan lanjutan ini memfokuskan pada pembahasan ruang kosong dalam ruang iklan kampanye. Ruang kosong tersebut, menurutnya, perlu diisi agar tidak ada lagi celah pemanfaatan.  “Masing-masing dari kami, KPI, KPU dan Bawaslu, sudah membuat Tim Pokja Pemilu. Nantinya tim ini akan kami sinergikan,” katanya.

Sinergi antar 4 lembaga ini penting kata Daniel Zachroni, Anggota Bawaslu. Menurutnya, koordinasi di tingkat pusat dibutuhkan guna menghasilkan rekomendasi yang dibutuhkan ditingkat daerah atau lapangan terkait definisi dari iklan kampanye dan yang lainnya. “Setelah pertemuan ini, Bawaslu akan mengeluarkan surat secara nasional untuk panitia pengawas pemilu. Sudah banyak temuan di lapangan. Pelanggaran diluar 21 hari masa kampanye,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat. Menurutnya, keputusan yang dihasilkan ke 4 lembaga ini akan menjadi panduan, baik pusat maupun daerah. Bahkan, dirinya mendesak semua pihak untuk segera membuat kesepakatan karena waktu yang makin terbatas. 

“Beberapa hal yang perlu dibicarakan soal pemberitaan, iklan kampanye. Soal waktunya, sebelum 21 hari, pas 21 hari, dan selama masa tenang, plus hari-hari setelah itu,” papar Idy.

Idy juga menekankan soal pembahasan substansi materi dan segera disepakatinya pengertian dan penafsiran dari apa yang dimaksud dengan kampanye. “Yang krusial dari revisi PKPU No.15 adalah definisi kampanye yang dikembalikan kepada UU. Barangkali, kita masih punya pendapat yang berbeda mengenai hal itu,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Pers, Stanley Adhi Prasetyo, memandang penjelasan definisi yang ada sekarang perlu lebih diperjelas guna mencegah adanya akalan-akalan dari kontestan atau pengiklan untuk kampanye Pemilu 2014.    

Pertemuan yang dihadiri semua Anggota Dewan Pers tersebut akan mengagendakan pertemuan lebih intesif dalam bentuk konsiyering dengan pokok bahasan seperti pendidikan pemilih, sosialisasi, dan pembuatan keputusan bersama. Red

 

Jakarta – Besok, Rabu, 18 September 2013, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Dirut LPP TVRI terkait penyiaran Konvesi Calon Presiden Partai Demokrat yang ditayangkan pada Minggu malam, 15 September 2013. Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, kepada kpi.go.id Selasa pagi, 17 September 2013.

Menurut Judha, undangan ini dalam rangka meminta klarifikasi langsung dari TVRI atas penyiaran acara tersebut. “Kita mengundang TVRI untuk memberi penjelasan atas penayangan acara tersebut,” katanya.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan waktu pertemuan atau undangan berlangsung pada pukul 12.00 WIB. “Kami ingin mendegarkan klarifikasi dari TVRI guna pendalaman terkait penyiaran tersebut,” katanya. Red

Banda Aceh - Evaluasi Uji Coba Siaran dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, KPI Daerah dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Aceh (11-13/9) pada beberapa lembaga penyiaran, diantaranya Lembaga Penyiaran Publik Lokal dan salah satu lembaga penyiaran televisi swasta yang bersiaran nasional. Dalam EUCS tersebut, Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo meminta muatan lokal yang diamanatkan dalam regulasi penyiaran dipenuhi dengan baik.

Azimah berharap lembaga penyiaran mengeluarkan seluruh kreativitasnya untuk dapat memenuhi tuntutan regulasi tersebut. Muatan lokal untuk masyarakat di Aceh, hendaknya tidak semata pada sinetron religi, ujar Azimah. Apalagi sinetron tersebut justru merupakan sinetron yang mendapatkan banyak sorotan dari masyarakat selama ini.

Kebutuhan masyarakat di Aceh, menurut Azimah, lebih dari sekedar sinetron religi dan kumandang adzan lima waktu seperti yang ditawarkan lembaga penyiaran swasta ini. Misalnya isu-isu lokal terkini yang terjadi di tengah masyarakat Aceh, sehingga media menjadi lebih dekat dengan masyarakatnya, dan masyarakat pun turut merasa memiliki media, tambahnya.

Hal lain yang diingatkan Azimah tentang muatan siaran Jakarta yang mendominasi dalam program siaran lembaga penyiaran ini. “Harus diingat bahwa Aceh adalah daerah otonomi khusus, sehingga siaran yang tampil di layar kaca harus memenuhi kekhususan di provinsi ini”, ujar komisioner bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan KPI Pusat ini. Untuk itu Azimah berharap ada quality control dan internal sensorship yang khusus pada lembaga penyiaran ini, yang menyesuaikan dengan adat dan regulasi.  Setidaknya, tambah Azimah, orang-orang yang memegang kendali quality control adalah mereka yang paham akan syariat dan adat setempat.

Sementara itu menurut anggota KPID Aceh, Said Firdaus, sejak awal pihaknya sudah menjadikan tayangan kumandang adzan lima waktu sebagai salah satu syarat untuk lembaga penyiaran mengajukan izin bersiaran di Aceh. Hal ini untuk menghormati kearifan lokal dan keberadaan provinsi Aceh sebagai serambi mekkah, ujar Said. Kumandang adzan lima waktu pada waktu setempat ini, menurut Said, tidak ditemui pada televise berjaringan yang mengudara di provinsi lain.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.